Manila (ANTARA News) - Hanya terdengar sayup-sayup tepuk tangan dan teriakan kecil penyemangat datang dari tribun media, saat petarung seni bela diri campuran (MMA) asal Indonesia, Stefer Rahardian, memasuki arena pertandingan One Championship di Manila, Jumat (27/7) malam.

Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan lawannya di pertarungan One Championship bertajuk "ONE: Reign of Kings" malam itu, seorang petarung tuan rumah berpengalaman, Rene "The Challenger" Catalan, yang masuk dengan disambut gemuruh riuh dari para penonton yang ada di Mall of Asia Arena, Manila.

Kendati dengan dukungan penuh dari para penonton bagi lawannya, Stefer yang masuk ke arena pertarungan dengan diiringi lagu "Dat $tick" karya artis hip-hop asal Indonesia Rich Brian, tak menunjukan perasaan gentar sedikitpun.

Bahkan, beberapa kali petarung Indonesia itu mampu memberikan tekanan berarti dan hampir pasti menang di pertandingan itu jika saja Catalan tidak diselamatkan oleh bel penutup ronde.

Namun sayang, petarung Indonesia yang baru dua kali berlaga di kelas jerami (strawweight) itu, harus menyerah di tangan Catalan yang melancarkan kombinasi kemampuan menyerang, gerak tipu, sapuan kaki bawah dan pukulan hook kiri yang bertenaga, akhirnya diputuskan menjadi pemenang dengan kemenangan angka mutlak (unanimous decision) setelah melewati laga tiga ronde.

Walaupun, secara teknik dan permainan, Stefer sesungguhnya tidak mengecewakan, bahkan sempat mendapatkan momentum hampir memenangkan pertarungan saat melancarkan kuncian di ronde pertama, walau akhirnya keberuntungan dan suasana di arena lebih berpihak pada Catalan yang akhirnya memenangkan pertarungan.

Hasil di Manila itu menghentikan rekor kemenangan petarung kelahiran Jakarta 31 tahun silam itu di angka sembilan kali dari sepuluh pertarungan yang dilakoninya di ajang One Championship.

Baca juga: Kemenangan beruntun Stefer Rahardian terhenti di Manila

Kendati menelan kekalahan perdana dan rekornya terhenti, tak mengurangi status pemuda berdarah Sulawesi Utara itu yang bisa disebut sebagai salah satu petarung dengan talenta terbaik yang pernah dilahirkan Indonesia hingga saat ini.

Berbekal rekor sembilan kemenangan beruntun --yang delapan di antaranya diraih di kelas terbang, satu kelas di atas divisinya saat ini-- Stefer memiliki modal berharga untuk meraih gelar pertamanya, walau baru saja mencetak kekalahan perdana dalam karir MMA dia.

"Hasil ini jadi pelajaran berharga bagi saya yang mengharuskan kembali masuk ke gym untuk mencari kesalahan saya, menjadi lebih kuat lagi lebih cepat lagi serta bisa memanfaatkan kesempatan sekecil apapun," kata Stefer mengenai pertandingan kesepuluhnya di One Championship.

Di balik kekalahan perdananya, Stefer tetap mengungkapkan kegembiraannya atas kehadiran masyarakat Indonesia termasuk para peliput, yang menciptakan sayup-sayup dukungan di Mall of Asia Arena, Manila.

"Terimakasih pada masyarakat Indonesia yang datang ke sini termasuk rekan jurnalis. Ini pertama kalinya saya didukung orang Indonesia cukup banyak, ini sangat berarti bagi saya dan hasil malam ini, bukan malamnya saya dengan beberapa hal yang harus saya perbaiki demi bekal saya ke depannya dalam dunia yang saya pilih ini," tutur Stefer.


Jatuh bangun

Sembilan kemenangan beruntun, bukan hal yang mudah bagi siapapun terlebih bagi mereka yang berstatus debutan di ajang MMA seperti One Championship. Dan Stefer telah melakukan hal tersebut dengan sangat baik yang boleh dikatakan dirinya berada dalam jalur yang tepat untuk gelar juara dunia.

Setelah turun kelas berat badan ke strawweight dari kelas terbang (flyweight), Stefer menjadi salah satu penantang serius divisi tersebut, yang sabuk gelar juaranya masih dipegang Yoshitaka Naito, petarung asal Jepang.

Perjalanan Stefer yang berlatih di gym Bali MMA, cukup apik di kelas strawweight, di mana ia hanya membutuhkan kurang dari satu ronde untuk mengalahkan Himanshu Kaushik di "ONE: Grit And Glory" di Jakarta, Mei lalu. Dan bertahan selama tiga ronde saat menghadapi Catalan di "ONE: Reign of Kings" di Manila, Jumat (27/7) walau akhirnya harus mengakui kekalahan atas petarung tuan rumah berpengalaman tersebut.

Kendati raihannya cukup apik di dunia MMA, Stefer yang lahir dan besar di kawasan Matraman, Jakarta ini, ternyata tidak pernah bermimpi untuk menjadi petarung ketika kanak-kanak, apalagi menjadi petarung One Championship.

"Justru hobi saya dulu adalah bola basket dan sepak bola, tak kepikiran untuk bertarung. Namun dari sekolah dasar hingga SMA, saya memiliki badan paling kecil dan tak jarang menjadi korban perundungan, akhirnya saya berinisiatif harus melawan dan membela diri," kata Stefer mengenang masa lalunya.

Dia menyadari dirinya tidak mungkin menang melawan para perundungnya dengan bermodal nekat saja. Akhirnya dia berinisiatif untuk mulai berlatih bela diri dan terpilih lah Brazilian Ju Jitsu sebagai disiplin bela dirinya dengan bermula diperkenalkan oleh teman masa kecilnya Fajar Sidik, tepat ketika Stefer yang memiliki julukan "The Lion" itu lulus SMA PSKD I.

Seiring berjalannya waktu, semangat Stefer untuk menguasai bela diri tersebut semakin menggebu-gebu bahkan hingga ingin mencoba berkarier di bidang tersebut, namun untuk memuluskan hal itu bagi Stefer tidaklah mudah, karena faktor kebutuhan finansial yang besar untuk terus berlatih dan tentangan dari sang ibu yang merupakan orang tua tunggal sejak Stefer masih duduk di bangku SD 

"Ibu sebagai tulang punggung keluarga saat itu juga tidak memberikan izinnya untuk saya terjun di olahraga kontak fisik ini. Bahkan hingga berhenti bicara karena kecewa dan marah akibat pilihan hidup saya," ujarnya.

Sang Ibu menginginkan Stefer yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara tersebut bekerja sebagai pekerja kantoran yang akan memberi dia stabilitas keuangan.

"Ketika saya fokus bahwa saya ingin fokus mengembangkan karir di MMA, dia marah tapi saya tetap coba bujuk dan yakinkan dia meski saya tak bisa menjanjikan apapun padanya," ujar dia. 

Akhirnya, dia menjalani kehidupan bekerja yang sebagian besar penghasilannya dia pakai untuk ikut kelas MMA yang tidak murah.

"Apa yang saya lakukan untuk bekerja pada waktu Itu untuk membayar pelatihan yang tidaklah murah. Namun saya tak kunjung mendapatkan kemajuan dalam bela diri karena tak terfokus dalam berlatih. Baru ketika saya mengikuti kata hati untuk menjadi petarung sepenuhnya, perasaan nyaman itu muncul," kata Stefer yang akhirnya memutuskan berhenti bekerja menjadi staf finansial di perusahaan properti untuk fokus berlatih jadi petarung.
 
Petarung bela diri campuran (MMA) asal Indonesia, Stefer Rahardian (kiri), berpose di sela-sela sesi latihannya. (ANTARA/Ricky Prayoga)


Kendati telah mengikuti kata hatinya untuk secara penuh fokus jadi petarung, seiring berjalannya waktu masalah yang dihadapi oleh Stefer kian bertambah di tengah restu sang ibu yang tak kunjung 100 persen diberikan, masalah ketiadaan kompetisi resmi dan menipisnya uang tabungan yang dimiliki, harus dihadapi Stefer. 

Untuk menjamin latihannya berlanjut, Stefer bekerja sebagai office boy dan untuk menguji hasil latihannya dia turun di kompetisi bawah tanah yang tentu lebih brutal dari profesional.

"Hingga akhirnya ketika 2013 saya mendapatkan cedera kaki dan harus menjalani operasi ligamen yang tak murah dan membuat ibu saya menanyakan kembali keputusan saya," ucapnya.

"Namun saya tak ingin menyerah, karena jika saya menyerah semua usaha saya akan hilang begitu saja dan sia-sia," tuturnya.

Akhirnya dia memberanikan diri meminjam uang pada temannya untuk pengobatan dan tidak disangka mereka meyakini bahwa dirinya akan sukses satu hari nanti.

Akhirnya setelah sembuh, jalan baginya untuk mewujudkan impiannya berkarier cemerlang di seni bela diri campuran terbuka setelah kemampuannya terendus pencari bakat One Championship pada 2016 lalu.

"Saya sangat bersyukur karena tak hentinya teman-teman mempercayai saya atas jalan yang saya pilih," kata anak bungsu dari tiga bersaudara ini. 

Kini, perjuangan berat Stefer tersebut membuahkan hasilnya dengan dikontrak One Championship dan mendapatkan kepercayaan dari sang ibu serta mampu membantu ibunya merenovasi rumahnya di Matraman Jakarta.

"Saya bersyukur semua yang saya lakukan dan usahakan bisa terjadi dan terwujud, tentu saya ingin ini semua tidak berhenti di sini. Saya juga harap semua pihak baik itu pemerintah dan masyarakat terus mendukung langkah kami para petarung MMA yang bukan hanya berjuang bagi dirinya tapi juga bagi bangsa dan negara," ujarnya menambahkan. 

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018