Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 116 warga negara Indonesia terjaring razia aparat keamanan Arab Saudi di sebuah penampungan yang terletak di kawasan Misfalah, Mekkah.

Siaran pers Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah, Rabu, menyebutkan bahwa menurut berita acara pemeriksaan Tim Petugas KJRI Jeddah di Tarhil (Pusat Detensi Imigrasi) warga negara Indonesia yang terjaring razia pada Jumat (27/7) tengah malam sebagian besar memegang visa kerja, dan sisanya masuk ke Arab Saudi menggunakan visa umrah dan visa ziarah.

Warga negara Indonesia yang terjaring razia itu kebanyakan tinggal di Mekkah, sebagian lagi di luar Mekkah namun menyeberang melalui perbatasan masuk ke Kota Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.

Menurut Koordinator Pelayanan dan Perlindungan Warga Safaat Ghofur, mereka yang terjaring razia sebagian besar berasal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan saat diperiksa mengaku berniat melaksanakan ibadah haji.

Kepada penampung, menurut Safaat, mereka membayar sewa kamar dengan biaya per orang bervariasi antara 150 hingga 400 riyal atau sekira Rp576.000 sampai Rp1.530.000.

Mereka menyewa beberapa tempat tinggal dalam satu gedung melalui orang Bangladesh yang berlaku sebagai calo, dan masing-masing tempat tinggal dihuni 10 sampai 23 orang, bercampur antara laki-laki dan perempuan.

Satu orang yang ditangkap mengaku berangkat menggunakan visa umrah dan masuk ke Arab Saudi sebelum bulan Ramadhan. Ada pula yang datang saat Ramadhan. Mereka mengaku akan langsung kembali ke Indonesia melalui Tarhil begitu selesai berhaji.

Namun karena terjaring razia mereka gagal mewujudkan niat setelah membayar Rp50 juta hingga Rp60 juta ke biro perjalanan dan membayar uang tambahan 500 riyal atau sekitar Rp1.900.000 untuk menebus paspor ke pemandu begitu sampai di Mekkah.

"Setelah di Mekkah, mereka bebas mau ke mana saja dan tidak ada urusan lagi dengan travel," tutur Tolabul Amal, Staf KJRI yang bertugas di Tarhil.

Di antara yang terjaring razia juga ada yang berangkat dengan visa kunjungan pribadi (ziarah syakhshiah) yang diurus oleh anaknya dengan membayar hingga Rp90 juta dengan harapan visa bisa diperpanjang hingga bulan haji.


Yang disayangkan

Tolab menyayangkan warga Indonesia yang terjaring razia mengaku tidak ingat nama biro tavel yang memberangkatkan mereka. KJRI juga menyayangkan aparat Arab Saudi mengamankan warga Indonesia pemilik dokumen imigrasi resmi karena tinggal dengan WNI lainnya yang masuk secara ilegal.

Selain itu sebagian pengguna visa ziarah enggan dimintai keterangan oleh Tim Petugas dari KJRI. Mereka berdalih telah melakukan perpanjangan visa dan ada pihak yang sedang berupaya membebaskan mereka.

Dua tahun lalu KJRI mengurus sedikitnya 52 orang yang tertahan kepulangannya hingga 50 hari karena berhaji dengan visa bisnis, kunjungan atau jenis visa lain selain visa haji.

"Dari mereka ada juga dari kalangan media. Mereka harus membayar 15 ribu riyal per orang, baru bisa pulang," ujar Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin.

Hery mengimbau masyarakat menunaikan ibadah haji sesuai prosedur yang telah diatur Pemerintah Arab Saudi.

"Tidak baik juga beribadah tapi dengan melanggar hukum negara setempat," katanya.

Baca juga: Kemlu: puluhan jamaah overstayers tunggu proses hukum Saudi

Pewarta: Dewanti Lestari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018