Bogor (ANTARA News) - Kementerian Sosial pada 2018 menargetkan pembentukan 100 Kampung Siaga Bencana (KSB) di sejumlah kabupaten dan kota sebagai bagian dari upaya pemerintah mendorong kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.

"Tinggal di lokasi rawan bencana bukan berarti hidup dalam kekhawatiran. Bukan pula menunggu bencana datang lalu baru menggerakkan dan melatih warga untuk memiliki kesiapsiagaan menghadapi bencana," kata Direktur Jendaral Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI Harry Hikmat dalam keterangannya yang diterima di Bogor, Rabu.

 KSB merupakan wadah penanggulangan bencana berbasis masyarakat yang dijadikan kawasan atau tempat untuk program penanggulangan bencana.

Hingga Juli 2018, jumlah KSB adalah 608 dan diharapkan jumlahnya terus bertambah hingga 100 KSB di akhir 2018. Beberapa titik yang tengah disiapkan untuk menjadi KSB adalah Kabupaten Sumba Timur di Provinsi NTT, Kabupaten Lombok Timur di Provinsi NTB, Kabupaten Pulau Buru Selatan di Provinsi Maluku dan Kabupaten Cilacap di Provinsi Jawa Tengah.

Tujuan KSB adalah untuk memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan risiko bencana, membentuk jejaring siaga bencana berbasis masyarakat dan memperkuat interaksi sosial anggota masyarakat, mengorganisasikan masyarakat terlatih untuk siaga bencana, serta mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada untuk penanggulangan bencana.

"Tapi kita harus menyadari betul bahwa Indonesia adalah daerah dengan risiko rawan bencana sehingga harus selalu siaga. Dalam hal kewaspadaan ini, tentunya masyarakat yang lebih mengetahui kondisi wilayahnya masih-masing karena merupakan tempat tinggal mereka," terangnya.

Baca juga: Kemensos bentuk Kampung Siaga Bencana di Asmat
Baca juga: DKI bangun 50 kampung siaga bencana


Dirjen menjelaskan ada lima hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan KSB. Pertama, warga Kampung Siaga Bencana, harus memiliki mental yang tangguh.

"Kesiagaan, apalagi berkait bencana, selalu mengandalkan kegigihan mental. Mental yang tangguh merupakan prasyarat utama dalam pembentukan kampung siapa bencana," terang Dirjen.

Kedua, solidaritas. Kekompakan harus menjadi ciri karakter warga Kampung Siaga Bencana sebab bencana tidak akan pernah bisa dihadapi secara perorangan. Di sini kekompakan menjadi hal yang penting, semua komponen masyarakat mulai dari remaja, sampai manula harus siaga bahu membahu.

Ketiga, kepekaan. Warga Kampung Siaga Bencana harus punya kepekaan terutama dalam kemampuan mendeteksi awal dalam membaca gejala gejala alam sehingga lebih bisa mengantisipasi.

Keempat, adalah pengetahuan dan keterampilan. Warga kampung siaga bencana harus memiliki kemampuan dan keterampilan yang bisa meminimalisir dampak bencana.

Kelima, warga kampung siaga bencana harus rajin melakukan latihan kesiagaannya. Kemauan dan kesungguhan dalam memogram latihan penting menjadi agenda warga.

Data di Direktorat Perlindungan Korban Bencana Alam (PSKBA) Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial mencatat sepanjang Januari hingga Juni 2018 telah terjadi 1.134 bencana.

Sebanyak 124 orang meninggal dunia, 427 korban mengalami luka-luka dan 777.620 orang lainnya mengungsi. Sebanyak 2.700 rumah rusak berat, 4.760 rumah rusak sedang, dan 12.672 rumah rusak ringan.
 

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018