Jangan lupa jaga bakau. Bakau itu tempat bertelurnya ikan. Tempat ikan beranak pinak, juga sebagai tahanan untuk abrasi dan erosi yang murah dibandingkan dengan bikin benteng-benteng
Jakarta,  (ANTARA News) - Saat membuka acara Belitung Geopark International Kayak Marathon 2018 di Panjang Tanjung Kelayang, Belitung, Jumat (27/7), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyoroti berbagai aktivitas eksploitatif di pesisir.

Dalam acara yang diikuti 82 peserta dari berbagai negara itu, ia mengingatkan kepada masyarakat agar menjaga laut dari berbagai aktivitas eksploitasi, termasuk penambangan yang berlebihan, karena hal itu dapat merusak kelestarian laut.

Selain tambang, Menteri Susi juga menyoroti keberadaan mangrove yang merupakan tempat ikan berkembang biak dan nursery ground.

Oleh karena itu, pengelolaan ruang laut untuk kegiatan perikanan, pariwisata, dan pertanian harus dilakukan secara bijak, dengan memperhatikan aspek keberlanjutan.

"Jangan lupa jaga bakau. Bakau itu tempat bertelurnya ikan. Tempat ikan beranak pinak, juga sebagai tahanan untuk abrasi dan erosi yang murah dibandingkan dengan bikin benteng-benteng," tuturnya.

Masyarakat juga diimbau untuk membersihkan pantai sebagai bagian dari kampanye Pandu Laut Nusantara, gerakan menuju laut bersih dan sehat.

Mereka juga harus mengurangi penggunaan sampah plastik karena berbahaya bagi ekosistem laut dan kesehatan manusia.

Tidak hanya di Belitung, saat menghadiri acara penanaman mangrove di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Minggu (22/7), Menteri Susi juga menginginkan warga setempat terus menjaga kebersihan serta selalu berkomitmen menjaga pesisir.

Penanaman mangrove tersebut dilakukan dalam rangka memperingati Hari Mangrove Sedunia yang jatuh setiap 26 Juli.

Salah satu upaya pelestarian pesisir tersebut dilakukan warga Pari bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sebagai bentuk kepedulian terhadap kerusakan mangrove yang banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

Menteri Susi mengapresiasi kegiatan yang dilakukan warga Pulau Pari serta mengutarakan rasa senang atas kesadaran masyarakat menjaga kelestarian lingkungan.

Meskipun demikian, Menteri Kelautan dan Perikanan itu ingin agar penanaman mangrove mempertimbangkan aspek teknis agar kemanfaatan yang diperoleh masyarakat dapat dioptimalkan.

Untuk itu, ia juga menyarankan agar warga membuat kanal dengan lebar kurang lebih satu meter dan kedalaman setengah meter dengan jalur berkelok sebagai jalan bagi masyarakat yang ingin menyusuri pantai dan bermain air, tanpa merusak mangrove dan mengganggu ikan bertelur.

Masyarakat diminta mengumpulkan karang di pinggir pantai dan menaruhnya agak ke tengah sebagai breakwater (pemecah gelombang) hasil kanalisasi yang dilakukan.

Ia mengungkapkan kekhawatiran jika kanal tidak dibuat, pohon mangrove yang ditanam dapat mati karena kekurangan air atau pertumbuhannya terhambat.

Ia juga mengimbau masyarakat tidak menebang mangrove untuk membuat rumah maupun kolam pertambakan udang.

Mangrove yang tidak dijaga dengan baik, ujar dia, justru dapat mendatangkan mudarat.



Jambore Pesisir

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menggelar jambore pesisir di sejumlah daerah sebagai upaya membersihkan kawasan perairan, seperti lautan dan tepi pantai, dari berbagai sampah, terutama plastik, yang terus membahayakan ekosistem setempat.

Dalam kampanye Gerakan untuk Laut Indonesia yang Sehat di Jakarta, Minggu (15/7), Menteri Susi memaparkan tentang acara jambore pesisir di daerah-daerah.

Dalam acara tersebut, juga dilakukan bersih-bersih pesisir dari sampah dan penyadaran agar masyarakat tidak menggunakan lagi plastik. Digelar pula sejumlah lomba dan agenda lainnya dalam acara tersebut.

Menteri Susi juga mengingatkan bahwa hingga saat ini jangan ada lagi warga yang menggunakan botol air mineral dari plastik, jangan menggunakan sedotan plastik, dan kantong kresek.

Tindakan mengurangi penggunaan plastik harus dimulai dari diri sendiri.

Sampah plastik telah menjadi ancaman bagi laut di kawasan perairan. Berbagai pihak harus bersinergi guna menanggulangi permasalahan tersebut.

Ia mengingatkan bahwa pada 2030 jumlah plastik lebih banyak daripada ikan yang ada di lautan. Persoalan itu harus mulai ditanggulangi sejak saat ini.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi memaparkan jambore pesisir merupakan bagian dari program Gita Laut (Gerakan Cinta Laut).

Setiap warga yang melihat ada sampah di kawasan perairan, harus memungut dan memasukkan ke tempat yang telah disediakan.

"Karena dapat dikonsumsi oleh perikanan yang hidup di sana," ucap dia.



Berdayakan Ekonomi

Pengamat sektor perikanan yang juga Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Moh Abdi Suhufan menyatakan pemerintah harus fokus memberdayakan ekonomi masyarakat pesisir dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan di kawasan tersebut.

Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir mesti diaktifkan dan dimassalkan dalam cakupan wilayah yang lebih luas.

Contoh tentang cakupan program yang diperluas itu, antara lain layanan Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan Perikanan (LPMUKP) atau Bank Mikro Nelayan yang diresmikan Presiden Jokowi di Indramayu pada Juni 2017.

Selain itu, ujar Abdi, KKP mesti memutakhirkan data dan status penduduk miskin di pesisir saat ini, dalam rangka mengetahui apakah intervensi program selama ini berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan di pesisir.

Manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono mengatakan upaya menjaga ekosistem hutan bakau merupakan hal yang penting bagi keberlanjutan hidup masyarakat pesisir.

Ia mengingatkan tentang perlunya langkah tepat dalam rangka penyelamatan pesisir yang melibatkan masyarakat setempat dan pulau-pulau kecil dalam menjaga perairan, serta ekosistem pesisirnya.

Masyarakat lokal, selama ini telah melakukan praktik terbaik dalam pengelolaan wilayah kelola rakyat di pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti di Pulau Bangka Sulut, Pulau Pari, dan Kalaodi di Tidore.

Untuk itu, ujar dia, pengakuan terhadap wilayah kelola rakyat dan pengetahuan masyarakat pesisir dalam pengelolaan pesisir serta perairannya menjadi krusial dalam memastikan wilayah tersebut dikelola secara partisipatif dan adil.

Walhi bersama berbagai pihak terkait lainnya menjaga mangrove dari ekspansi industri yang dapat merusak ekosistem kawasan pesisir dan laut di Tanah Air.

Sebagai negara dengan 23 persen dari total mangrove di seluruh dunia, Indonesia memiliki peran penting agar ekosistem mangrove dapat terjaga dengan baik, selain berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim.

Fungsi ekosistem mangrove juga sangat krusial bagi keberlanjutan kehidupan nelayan dan masyarakat yang hidup di pesisir.

Sayangnya, kata dia, dari total mangrove di Indonesia dengan luasan 3,4 juta hektare lebih, 50 persennya dalam kondisi rusak.

Kondisi itu disebabkan ekspansi industri properti, tambang, perkebunan, tambak, serta pariwisata massal.

"Selain karena rusaknya ekosistem mangrove akibat tumpukan sampah dari darat yang mengalir ke laut," ucapnya.

Ia berpendapat bahwa laju deforestasi mangrove hingga hari ini sudah sangat menghawatirkan. Berdasarkan sejumlah kajian, setiap tahun hampir 52.000 hektare mangrove di Indonesia musnah.

Walhi menegaskan bahwa sebagai negara kepulauan dan terkait dengan komitmen pemerintahan saat ini untuk tidak lagi memunggungi laut, perlu kebijakan korektif dan sistematis untuk menghentikan laju deforestasi mangrove.

Kebijakan itu, sekaligus memastikan keberlanjutan kehidupan nelayan dan masyarakat di pesisir dengan melibatkan peran serta mereka dalam upaya pemulihan kondisi ekosistem mangrove. 

Baca juga: Kepiting mangrove di cagar alam Tanjung Panjang mulai berkurang

Baca juga: Walhi: Mangrove penting bagi masyarakat pesisir

Baca juga: Wisatawan disuguhi hamparan mangrove jelang Tanjung Lesung

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018