Sidoarjo (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta mendesak pemerintah untuk meninjau ulang perijinan ekplorasi Migas di kawasan padat penduduk, termasuk di Jawa, karena dampak yang ditimbulkan atas adanya ekplorasi itu sangat besar dan luas. Wakil Ketua Dewan Nasional Walhi Jakarta, Syafruddin Ngulma, usai memberikan orasi dalam mimbar keprihatinan rakyat yang diadakan Paguyuban Rakyat Renokenongo Menolak Kontrak di Pasar Baru Porong, Kamis, mengatakan kasus kegagalan eksplorasi di Porong bisa menjadi pelajaran karena berdampak luar biasa kepada masyarakat sekitarnya. "Eksplorasi Migas di tengah-tengah permukiman atau yang padat penduduk, resikonya sangat besar sekali," katanya menegaskan. Dijelaskannya, seperti halnya ekplorasi yang dilakukan oleh Lapindo Brantas di wilayah Porong, sebenarnya Rencana Tata Ruang Wilayah-nya (RTRW) bukan untuk migas, sehingga akibat yang ditimbulkan ekplorasi seperti keluarnya semburan lumpur, membuat warga sekitar sengsara dan menderita. "Kawasan Porong sebenarnya bukan kawasan bukan wilayah migas, tetapi diijinkan adanya ekplorasi, kalau terjadi seperti ini siapa yang disalahkan. Jadi ijin eksplorasi di kawasan padat penduduk tidak boleh diobral pemerintah, akibat yang ditimbulkan ekplorasi ini semestinya pemerintah harus bertanggungjawab," katanya. Syafruddin menegaskan, bila ijin eksplorasi di kawasan padat penduduk masih diperbolehkan, sebelumnya harus ada kesepakatan bersama (eksplorator, penduduk dan pemerintah), bila terjadi sesuatu yang akan merugikan warga seperti terjadi keluarnya semburan di Porong Sidoarjo. "Bila perusahaan mau bertanggung jawab secara penuh tidak apa-apa. Tapi kalau tidak sepenuhnya, seperti yang dialami warga di Porong ini, jelas penduduk sekitar ekplorasi yang dirugikan," katanya. Ia menyatakan, warga yang dirugikan akibat adanya ekplorasi migas, harus dikembalikan haknya secara utuh, bukan hanya menyangkut masalah kompensasi maupun ganti rugi, termasuk kerugian psikis yang ditimbulkan, khususnya anak-anak. Hal itu, karena bukan kesalahan warga, melainkan kesalahan perusahaan (ekplorator). "Banyak anak-anak yang menjadi korban luapan lumpur menjadi stres, semangat belajarnya menurun dan kenangan indah pada teman, lingkungan dan rumah hilang direndam lumpur yang sudah berumur setahun lebih ini," tambahnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007