Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, Jusuf Kalla, meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk lebih efisien dalam memberikan pelayanan jaminan sosial kesehatan kepada masyarakat, sehingga defisit anggaran di lembaga tersebut dapat diatasi.

"Selama empat tahun kita menjaga tarif yang terjangkau oleh masyarakat, tapi di lain pihak pelayanannya semakin banyak sehingga terjadilah defisit. Maka dari itu diinstruksikan kepada BPJS Kesehatan agar lebih efisien," kata Kalla, di Jakarta, Selasa.

Efisiensi kinerja lembaga jaminan sosial tersebut, kata dia, dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan pelayanan kesehatan tepat guna yang biayanya dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

"Salah satu efisiensi itu ialah bagaimana pelayanannya tepat, artinya tepat itu adalah baik untuk konsumen (masyarakat) tapi juga tidak menimbulkan ongkos yang berlebihan," tambahnya.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap institusi penyedia jasa layanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS.

"Harus dikontrol juga rumah sakit yang menyelenggarakan itu, dan BPJS Kesehatan diminta agar pengawasannya lebih baik lagi untuk menjamin kontrol itu," katanya.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani, akan memanggil Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, dan Kepala BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, untuk mendiskusikan lebih lanjut terkait solusi defisit anggaran tersebut.

"Kami sudah beberapa kali rapat teknis di kantor Kemenko PMK, ini pun juga sempat dibicarakan juga bersama Presiden. Namun kelanjutannya tentu saya harus mengundang semua pemangku kepentingan yaitu Kemenkes, Kemenkeu, BPJS, dan Kemenkumham untuk bisa menyatukan pemikiran dan mencari solusi terbaik," kata Puan, di Jakarta, Selasa.

Laporan keuangan tahunan BPJS Kesehatan menunjukkan defisit sebesar Rp3,8 triliun pada 2014, Rp5,9 triliun pada 2015, dan Rp9,7 triliun pada 2016, Rp9 triliun pada 2017, dan diperkirakan Rp16,5 triliun pada 2018.

Kemenko PMK juga masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai defisit tahun berjalan 2018.

"Belum (terima audit BPKP, red.), sedang dilakukan oleh Kementerian Keuangan memulai melakukan audit melalui BPKP. Sudah menjadi kesepakatan bahwa kami bersepahaman dengan semuanya, pemerintah dan BPJS untuk lebih transparan dalam melakukan audit sehingga meminta BPKP untuk melakukan audit," ujar Puan.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018