Lahan itu dulunya adalah hutan belantara, dengan pohon-pohon khas Papua yang menjulang tinggi, dan semak belukar di bawah naungannya, serta kontur ketinggian yang tidak sama
Jakarta, (ANTARA News) - Kementerian Pertanian mendukung penuh lestarinya kearifan lokal sistim kuming untuk penanam ubi kayu di kabupaten Manokwari Papua Barat.
     
Dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta, Rabu (8/8) disebutkan sistim kuming adalah salah satu kearifan lokal yaitu dalam satu kali musim tanam ubi kayu, petani dapat memanen umbi berkali-kali dengan memilih lebih dulu umbi yang sudah besar ukurannya, sedangkan umbi yang kecil tidak dipanen dulu, tapi tetap dibiarkan terpendam dalam tanah hingga ukurannya membesar dan siap dipanen.
  
Dan yang membuat takjub, petani tidak memberikan perlakuan pupuk apapun. Memang, bumi Papua ini masih sangat subur.
   
“Kami bisa memanen ubikayu sampai setahun lebih dengan sistem kuming ini,” kata Ketua Kelompok Wompasi, Afner Mansebar.
    
Poktan lain beranggotakan 15 orang yang juga terlibat dalam kegiatan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di lokasi ini.
   
Saat Tim Balitbangtan, Kementan melakukan peninjauan ke lokasi lahan pertanaman umbi-umbian di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.  Didapatkan fakta yang mencengangkan. 
   
Lahan itu dulunya adalah hutan belantara, dengan pohon-pohon khas Papua yang menjulang tinggi, dan semak belukar di bawah naungannya, serta kontur ketinggian yang tidak sama.
     
BPTP Papua Barat memilih lokasi ini untuk melakukan kajian Pendampingan PTT Umbi-umbian untuk meningkatkan produksi umbi lokal Papua Barat melalui skema pembiayaan KP4S SMARTD. Daerah ini bukan daerah transmigrasi, jadi petaninya adalah penduduk asli Papua. 
     
Sehari-harinya mereka bekerja sebagai nelayan. Namun ketika musim angin kencang berhembus, mereka beralih pekerjaan menjadi petani. Tidak, mereka tidak punya lahan tetap yang dapat diolah setiap kali istirahat dari melaut. Mereka berusaha tani di ladang berpindah, dengan membuka hutan bersama kelompoknya, menanam komoditas yang sama, lalu menjual produk segarnya ke pasar terdekat.
   
Hamparan lahan yang baru dibuka itu seluas 2 hektar. Sudah ditanami antara lain 2 klon ubi kayu lokal, 3 klon talas lokal, dan 1 klon ubi jalar lokal, serta jagung varietas lokal.
   
Ubi kayu varietas lokal ini potensinya terlihat menjanjikan.

Dari satu pohon saja, umbinya dapat dipanen mulai umur 2,5 bulan setelah tanam. Bahkan hasilnya pun mencengangkan Tim Balitbangtan yang saat itu melihat sendiri hasil panen seorang petani dari satu pohon.

Jika ditimbang, panenan itu ditaksir seberat 10-15 kg. Jadi, jika 1 pohon menghasilkan 10 kg pada umur panen 2,5 bulan, maka bisa dibayangkan besarnya produksi dari luasan lahan yang ditanami. 
   
“Ini harus dilestarikan varietasnya, ya Pak, potensinya luar biasa,” pesan Dr Nono Sutrisno, salah satu Tim Balitbangtan yang bahkan sempat mencicipi mentahnya ubikayu segar hasil panenan itu.
   
Setali tiga uang dengan pesan tersebut, BPTP Papua Barat berharap kegiatan KP4S SMARTD ini dapat menghasilkan output pelepasan varietas-varietas lokal Papua Barat. Tak lain, untuk melestarikan kekayaan sumber genetik lokal serta mendukung lestarinya kearifan lokal masyarakat Papua Barat. 

Pewarta: Jaka Sugianta
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018