Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, mengaku prihatin dengan menguatnya paham-paham intoleransi yang kini menjangkiti generasi muda saat ini karena itu harus dipotong dari hulunya.
    
"Perguruan Tinggi, harus punya petunjuk pelaksanaan dan teknis dalam pencegahan dan penanggulangan radikalisme yang sama di seluruh Indonesia sehingga menjadi suatu gerakan bersama mencegah jangan sampai mahasiswa terjangkit sikap intoleran atau bahkan terorisme," kata Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah saat memberikan ceramah kebangsaan di hadapan 6701 mahasiswa dan mahasiswi baru Universitas Negeri Malang di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (8/8). 
    
Lebih lanjut Basarah mengungkapkan menguatnya paham intoleransi sangat berbahaya, generasi mudah terpapar paham radikalisme. Masalah ini tambahnya harus diantisipasi dengan penguatan ideologi Pancasila dan penguatan literasi berfikir moderat.
   
Doktor hukum lulusan Universitas Diponegoro ini melanjutkan, untuk menuju fase terorisme tentu tidak bisa serta merta.      

"Pasti ada tahapannya, dimulai dari tahap awal yakni sikap intoleran. Mulai dari sikap anti kebhinnekaan, melakukan ujaran kebencian, bergabung dengan organisasi intoleran atau melakukan tindakan persekusi terhadap orang atau kelompok yang berbeda keyakinan," kata Basarah.
   
Basarah menilai selama ini sikap masyarakat yang permisif menyebabkan penyebaran radikalisme ini begitu massif. Jika dibiarkan, tambahnya akan melangkah fase berikutnya hingga menuju puncaknya berupa aksi terorisme seperti bom bunuh diri di Surabaya beberapa waktu lalu. 
   
Menurut Basarah di sinilah pentingnya, pengenalan kehidupan kampus sangat penting dalam membentuk mental dan karakter mahasiswa agar berjiwa Pancasila. 
    
"Perguruan Tinggi, tambahnya, harus punya petunjuk pelaksanaan dan teknis dalam pencegahan dan penanggulangan radikalisme yang sama di seluruh Indonesia sehingga menjadi suatu gerakan bersama mencegah jangan sampai mahasiswa terjangkit sikap intoleran atau bahkan terorisme," 
   
Selain itu, generasi muda kita perlu dikenalkan teladan para tokoh-tokoh bangsa. "Jangan ajarkan abu perjuangan para pemimpin bangsa terdahulu kepada generasi muda kita, tetapi kita ajarkan dan wariskan api perjuangannya sehingga anak-anak muda tidak mencari idola yang bersumber baik dari Barat maupun dari Timur yang belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa" ujarnya. 
   
Basarah yang juga penulis buku Bung Karno Islam dan Pancasila melanjutkan, pemahaman agama yang bersumber dari internet dan sosial media menjadi salah satu sebab utama dari menguatnya paham intoleransi yang saat ini menyergap kuat generasi muda. Di jejaring sosial sendiri dalam faktanya memang banyak sekali di temukan penyebaran ideologi radikal dengan terbuka dan masif. 
   
"Kemajuan teknologi inilah yang dimanfaatkan betul oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan ideologi kekerasan. Sehingga pemerintah diharap lebih pro aktif lagi mengawasi penggunaan internet dan media sosial yang digunakan sebagai agitasi dan propaganda ideologi radikal, kata ketua umum DPP Persatuan Alumni GMNI ini. 
   
"Tiap-tiap warga negara wajib menyepakati konsensus dasar bernegara yaitu Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Tiap warga negara Indonesia tidak bisa menolak Pancasila dan menggantikannya dengan ideologi yang lain kecuali dengan tindakan makar dan kudeta politik," kata dia.

"MPR saja tidak dapat merubah apalagi mengganti Pancasila karena wewenang MPR RI menurut Pasal 3 ayat (1) UUD NRI 1945 hanya berwenang merubah dan menetapkan UUD, sementara posisi Pancasila sebagai norma dasar (grundnorm) berada di atas UUD," kata dia. 

Pewarta: Jaka Sugianta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018