Denpasar, Bali (ANTARA News) - Setelah digelar tahun lalu, lembaga nirlaba yang mendedikasikan diri untuk ekosistem film dokumenter Indonesia, In-Docs, kembali menggelar Docs By The Sea, yang tahun ini menghadirkan 31 proyek film dokumenter.

Docs By The Sea merupakan forum global yang menghubungkan para pembuat film dokumenter Indonesia dan Asia Tenggara dengan industri dan investor film internasional.

"Tahun lalu dan tahun ini kita sangat menjaga kualitas, sehingga mereka yang datang tahun lalu tidak kecewa tahun ini datang, dan yang datang tahun ini mereka sangat senang," ujar Program Director In-Docs, Amelia Hapsari, kepada Antaranews, di Bali, Rabu malam (8/8).

Lebih dari itu, Amelia mengatakan bahwa film-film yang masuk Docs By The Sea tahun ini sangat urgent. Hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi politis maupun sosial di sejumlah negara di Asia Tenggara saat ini.

"Kita menjadi somehow sebuah safe space untuk mereka untuk mengutarakan suara mereka di tengah keadaan politik di negara mereka. Itu juga pentingnya Docs by the Sea memberi ruang demokrasi Asia Tenggara yang sebetulnya sangat fragile," kata Amelia.

Amelia menambahkan, Docs By The Sea juga memberikan sebuah ruang yang suportif dan aman "untuk suara-suara independen ini" yang akhirnya diangkat menjadi film.

"Mereka di sini bisa dibantu story telling-nya ada financing juga. Ketika (film) itu jadi, dan menjadi suara di tengah keadaan demokrasi mereka, itu juga merupakan motivasi kami di In-Docs," ujar dia.

Pada Docs By The Sea 2018, yang berlangsung di Bali pada 2-9 Agustus 2018, 31 proyek film dokumenter dari Asia Tenggara dan dari Australia akan mengikuti program inkubasi selama empat-hari yang dilanjutkan dengan pitching forum serta kegiatan-kegiatan industri lainnya selama tiga hari.

Sebanyak 31 film yang telah terseleksi tersebut akan dipresentasikan kepada 35 lembaga donor, jaringan televisi, distributor, dan platform-platform dunia yang membutuhkan film dokumenter.

Di antara insitusi internasional yang telah mengkonfirmasi kedatangannya adalah Tribeca Film Institute (Amerika), Guardian (Inggris), Al-Jazeera (Qatar), SBS (Australia), Ideosource (Indonesia), POV (Amerika), Visions du Reél (Swiss), Dok Leipzig (Jerman), Asian Network for Documentary (Korea Selatan), NHK (Jepang), dan Channel News Asia (Singapura).

Para pengambil keputusan dari institusi-institusi bergengsi tersebut diharapkan dapat menemukan film-film dari kawasan Asia Tenggara untuk memperkaya dan mendiversifikasi tayangan dokumenter di platform mereka dengan talenta-talenta dan perspektif yang baru.


Film dokumenter Indonesia

Dari 31 proyek, sebanyak 21 film dokumenter Indonesia berhasil masuk dalam Docs By The Sea. Amelia mengatakan bahwa film -film dokumenter karya anak bangsa tersebut banyak mencuri perhatian.

"Dari Indonesia ada banyak (yang dapat meeting). "Help is on the way?" tentang training TKI, "The Flame" tentang pembakaran hutan," ujar Amelia.

Selain dua judul tersebut, Amelia menyebut film dokumenter tentang Harry Roesli "Philosophy Gang: Your Fantasy Right Here!" dan kisah dua remaja tunanetra "How Far I'll Go" juga mendapat banyak perhatian.

Mereka yang tertarik dengan proyek film dokumenter yang ada di Docs By The Sea langsung menghubungi para film maker. "In-Docs tidak mengambil komisi," kata Amelia.

Dalam penyelenggaran Docs By The Sea, In-Docs didukung oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Pada tahun ini, Docs By The Sea juga berkolaborasi dengan perusahaan on-demand berbasis aplikasi, Gojek, untuk menciptakan skema pendanaan untuk film dokumenter, yang diberi nama Docs By The Sea Co-Production Fund.

Pendanaan ini bertujuan untuk mendorong terciptanya film-film dokumenter berkualitas melalui program mentorship, skema distribusi, dan pendanaan.

Baca juga: Empat film Indonesia lolos final pitching Docs By The Sea

Baca juga: "Icarus" film dokumenter terbaik Oscar 2018

Baca juga: Kehidupan pesantren dalam dokumenter sutradara Italia

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018