Kuta, Bali (ANTARA News) - Film "Home" besutan sineas muda asal Indonesia, Arunaya Gondhowiardjo, menjadi satu-satunya film dokumenter animasi dalam forum film dokumenter Docs By The Sea tahun ini.

"Home" bercerita tentang kisah anak orang utan bernama Himba yang diasuh oleh lembaga nirlaba Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF). Saat masuk ke pusat rehabilitasi BOSF di Kalimantan Tengah, Himba dalam keadaan luka bakar.

"Karena pada dasarnya aku animator, jadi pengen bikin sesuatu menggunakan medium ku untuk menyebarkan cerita ini," kata Arunaya kepada Antaranews, disela gelaran Docs By The Sea, di Kuta, Bali, Kamis.

Keprihatinan perempuan yang akrab disapa Naya itu terhadap Orangutan berangkat dari kegemarannya menonton video Orangutan di YouTube. Namun, suatu ketika dia melihat video yang menunjukkan hewan tersebut berada di pusat rehabilitasi.

Dari situ, Naya mengaku mencari tahu lebih banyak mengenai Orangutan. Dia menemukan bahwa kerusakan hutan yang menjadi rumah bagi primata endemik Nusantara itu.

"Dengan kita melestarikan orang utan itu sendiri kita juga melestarikan hutan di sekeleilingnya, karena untuk melindunginya hanya bisa dengan melindungi hutan, sekalian kita juga melindungi hutan hujan Indonesia yang sekarang sudah sedikit," ujar Naya.

Saat ini film dokumenter animasi di Indonesia terbilang masih jarang. Ketertarikan Naya untuk mengangkat kisah Himba dalam film dokumenter animasi menjadi variasi di tengah banyaknya film dokumenter animasi yang mengisahkan tentang perang.

"Kita mau membuat sesuatu yang berbeda untuk mengangkat animasi di Indonesia, mengangkat dokumenter di Indonesia juga," kata Naya.

Pengerjaan "Home" dimulai awal tahun ini. Saat ini film yang rencananya akan berdurasi 10 menit itu masih dalam masa produksi, dalam tahap pengumpulan data dari suster yang mengasuh Himba.

Proses wawancara dengan pengasuh Hima dilakukan melalui rekaman telepon yang saat ini telah dijadikan teaser berdurasi 1 menit 40 detik, yang diputar di Docs By The Sea. Naya mengaku mendapat respons positif atas karyanya itu saat melakukan pitching di forum film dokumenter dengan cakupan Asia Tenggara dan Australia itu.

"Yang agak dipermasalahkan adalah durasi, karena durasi kita cuman 10 menit jadi kalau dari tv akan susah karena mereka mintanya setengah jam, cuman dari festival mereka sangat bersemangat kalau misalnya ini pasti bisa dikeluarkan dan diterima di audience luar," kata dia.

Dalam Docs By The Sea, Naya juga mengaku telah mendapat "pinangan" dari beberapa investor. Namun, saat ini masih "menimbang-nimbang" tawaran-tawaran  yang diajukan.

Dalam beberapa bulan ke depan, Naya bersama tim berencana untuk mengunjungi Himba, sekaligus secara langsung menyaksikan proses Himba kembali ke hutan.

"Sekarang dia sudah jadi kandidat mau dilipas, jadi mungkin kita bisa dapat video aslinya pas dia dilepas," ujar Naya.

Baca juga: Ekosistem film dokumenter Indonesia terus tumbuh

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018