Sungguh luar biasa, mereka yang mau totalitas membantu para korban gempa tektonik 7 Skala Richter (SR) di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Jakarta (ANTARA News) - Sungguh luar biasa, mereka yang mau totalitas membantu para korban gempa tektonik 7 Skala Richter (SR) di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Mereka ini benar-benar manusia tangguh. Dari anggota Basarnas, TNI, Polri dan para relawan. Mereka bahu membahu untuk membantu sesama manusia. Sungguh luar biasa.
     
Antara mengumpulkan cerita mereka yang telah berjuang tanpa mengenal waktu bahkan tak peduli dengan nasib keluarganya yang juga menjadi korban amuk patahan di perut bumi itu.

I Gusti Agung Ary Suardana terpaksa meninggalkan keluarganya yang terdampak gempa karena harus menjalankan tugas menjaga Pulau Gili Trawangan setelah gempa tektonik berkekuatan 7 Skala Richter mengguncang wilayah Lombok dan sekitarnya pada 5 Agustus.
     
Demi tugasnya sebagai anggota Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) Mataram, Agung melawan rasa was-was yang meliputinya saat memikirkan anak dan istrinya yang tinggal di teras dan bruga (bale-bale) di halaman rumah mereka yang terdampak gempa di Jalan Gusti Jelantik, Pagesangan Timur, Kecamatan Mataram.

"Sekarang istri dan anak-anak saya tinggal di teras dan bruga karena khawatir ambruk jika terjadi gempa kembali. Saya was-was juga memikirkan keluarga, tapi ini tugas yang wajib, harus dilaksanakan demi kemanusiaan," katanya kepada Antara di Mataram, Minggu.

Bersama timnya, Agung tidur dengan perlengkapan alakadarnya di Pantai Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Utara, karena belum berani menempati bangunan pos milik TNI Angkatan Laut di sana, khawatir masih ada gempa susulan.

"Saya tidur di pantai saja," katanya.

Setiap hari, Agung menyisir Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno untuk mengawasi dan memantau situasi pasca-gempa.

"Saya sejak Minggu (5/8) sampai sekarang masih stand by di Pelabuhan Bangsal," kata Agung, yang rutin berkomunikasi dengan keluarganya menggunakan telepon seluler.

Ia lalu menuturkan pengalaman terberatnya saat mengevakusi wisatawan asing dari Gili Trawangan dari Minggu (5/8) sampai Selasa (7/8), yang membuatnya tidak bisa beristirahat.

 Agung mengungkapkan bahwa perjalanan timnya menuju Pelabuhan Bangsal pasca-gempa tidak mudah. Mereka sempat menghadapi longsoran tanah dalam perjalanan. Dan setelah itu mereka harus menangani wisatawan asing yang berlomba-lomba ingin naik ke kapal evakuasi di Gili Trawangan.

Seusai evakuasi itu, Agung bersama rekan-rekannya sempat membantu evakuasi di Masjid Jamiul Jamaah di Dusun Pansor, Pamenang, Lombok Utara, tempat orang-orang yang saat gempa sedang beribadah terjebak di reruntuhan masjid.

Agung berharap gempa segera berlalu. "Dan semoga kondisi masyarakat yang terdampak gempa segera pulih baik secara mental maupun materiil," katanya.
 
Relawan

Sejumlah relawan berhasil menjangkau desa terisolir yang terdampak gempa tektonik 7 Skala Richter di Pulau Lombok.

Relawan dari Gerakan Nasional Koin untuk Lombok sampai ke Desa Kekait, Gunungsari dan Sandiq untuk menyerahkan bantuan bagi korban gempa.
   
"Mereka lakukan penyaluran makanan dan non-makanan untuk bayi seperti susu, biskuit, obat dan popok serta terpal," kata Amin Sudarsono, Koordinator Gerakan Nasional Koin untuk Lombok.
 
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan beberapa tim dalam koordinasinya juga secara simultan masih fokus bergerak ke daerah-daerah terisolir.

"Tim relawan pusat maupun lokal dari KAKAMMI, Lentera Anak Desa (LAD), Fahri Voice, Indonesia Relief dan Yayasan Dhiaul Fikri secara simultan bergerak sejak pertama kali gempa 29 Juli 2018," katanya.

Relawan-relawan tersebut membagikan bantuan logistik untuk korban gempa di pelosok-pelosok desa di Lombok Barat selain Lombok Utara, yang paling parah terdampak gempa.

"Trauma healing juga. Kemarin relawan kami bisa menembusnya," kata Fahri.

Pada Sabtu (11/8), korban gempa di Dusun Tangga, Kahayang, Lombok Utara, yang berada di daerah perbukitan Gunung Rinjani, belum tersentuh bantuan pemerintah.

Sementara itu, korban gempa 7 Skala Richter (SR) di Desa Senaru, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, sudah bisa mengatasi ketiadaan air bersih setelah mendapatkan bantuan alat filter air dari relawan.

"Kita Sabtu (11/8) kemarin, mendistribusikan dan mengajari warga Desa Senaru untuk menggunakan filter air supaya lebih praktis," kata Indriyatno, relawan yang juga dosen  Program Studi Kehutanan Universitas Mataram.

Jadi, kata dia, dengan adanya alat filter air itu bisa mengurangi permasalahan ketiadaan air bersih selama ini yang menjadi kendala sehari-hari bagi korban gempa.

Air minum itu cukup difilterkan tanpa harus dimasak mengingat sumber mata air yang putus. "Airnya mengambil dari sungai. Warga dengan hati-hati menuruni lereng karena khawatir longsor," katanya yang aktif di Lembaga Bumighora unit tempat usaha komunitas.

Pendistribusian 20 unit filter air juga yang dilakukan di Desa Sokong Tanjung mengingat biasanya sanitasi rendah akibatnya ancaman diare dan muntaber tinggi.
Alat filter air itu merupakan bantuan dari Yayasan Lingkungan Tanpa Batas Indonesia.

Pihaknya juga melakukan memperkenalkan WC kering atau toilet kompos.

Sementara itu, Pratu Muhammad Alfian Rezatana, personel Korps Pasukan Khusus Lanud Halim Perdanakusuma, memberikan semangat kepada korban gempa saat menjadi khatib Shalat Jumat di SDN 5 Gondang, Lombok Utara.

"Allah SWT itu sayang kepada kita, hingga memberikan cobaan kepada kita," katanya.  
 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018