Kami ingin turunkan defisit neraca transaksi berjalan ke tingkat lebih rendah lagi. Jelas di bawah tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir tahun
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" 0,25 persen menjadi 5,5 persen untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan dan menarik modal asing dengan harapan meningkatkan daya tarik aset rupiah.

"Kami ingin turunkan defisit neraca transaksi berjalan ke tingkat lebih rendah lagi. Jelas di bawah tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir tahun," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia pada kuartal II/2018 naik menjadi 8,0 miliar dolar AS atau menyentuh tiga persen dari PDB. Defisit itu melebar dibandingkan defisit kuartal I 2018 sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,2 persen PDB.

Transaksi berjalan merekam arus dana atau pembayaran dari dalam ke luar negeri, maupun sebaliknya. Sebagai gambaran, jika neraca transaksi berjalan defisit, maka devisa dari dalam negeri lebih banyak yang mengalir ke luar. Hal itu menimbulkan persepsi kepada investor bahwa aset-aset rupiah kurang begitu aman, karena devisa yang keluar lebih banyak dibanding yang masuk.

Namun, Perry mengatakan, defisit transaksi berjalan yang meningkat di kuartal II karena aktivitas ekonomi yang menggeliat, yang akhirnya meningkatkan impor. Perry sejauh ini masih menganggap defisit neraca transaksi berjalan dalam level yang aman. Bank Sentral juga mengapresiasi pemerintah yang akan membatasi laju impor barang modal dan bahan baku untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan dan mejaga rupiah.

"Sebenarnya defisit transaksi berjalan itu masih aman. Tapi dalam kondisi pasar keuangan yang seperti sekarang, BI dan pemerintah sepakat untuk menurunkan defisit ke tingkat lebih rendah lagi," ujar dia.

Bank Sentral juga melihat bunga acuan harus naik di Agustus 2018 ini untuk mendorong imbal hasil instrumen keuangan domestik. Hal itu untuk membuat investor asing tetap tertarik menanamkan modal valasnya di pasar keuangan domestik.

Saat ini premi risiko instrumen keuangan domestik meningkat karena tekanan ekonomi global. Kenaikan suku bunga acuan diharapkan dapat mengkompensasi dari membesarnya biaya risiko bagi investor.

Bank Sentral sepanjang tahun ini sudah menaikkan bunga acuan sebesar 125 basis poin. Perry masih mempertimbangkan ruang kenaikan suku bunga acuan di sisa tahun, dengan melihat perkembangan tekanan ekonomi global dan domestik.


 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2018