Jakarta (ANTARA News) - Indeks Demokrasi Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik bekerja sama dengan lintas kementerian dan sejumlah pakar menemukan bahwa secara keseluruhan, indeks demokrasi meningkat namun variabel kebebasan berpendapat menurun.

"Secara umum angka Indeks Demokrasi Indonesia mengalami kenaikan tetapi variabel seperti kebebasan berpendapat serta kebebasan berkumpul dan berserikat justru menurun," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Pada tahun 2017, angka Indikasi Demokrasi Indonesia atau IDI 2017 mencapai angka 72,11 dalam skala 0 sampai 100. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan angka IDI 2016 yang sebesar 70,09.

Menurut Suhariyanto, capaian kinerja demokrasi Indonesia dalam IDI tersebut masih berada pada kategori "sedang" atau antara indeks 60-80, di bawah kategori "baik" dan di atas kategori "buruk".

Perubahan angka Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dari 2016-2017 dipengaruhi oleh tiga aspek demokrasi yakni kebebasan sipil yang naik 2,3 poin (dari 76,45 menjadi 78,75), hak-hak politik yang turun 3,48 poin (dari 70,11 menjadi 66,63), dan lembaga demokrasi yang naik 10,44 poin (dari 62,05 menjadi 72,49).

Variabel yang mengalami penurunan adalah kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan, serta peran peradilan yang independen.

Sejumlah indikator yang dinilai memerlukan perhatian khusus antara lain adalah masih ditemukan ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat, persentase perempuan yang terpilih terhadap total anggota DPRD Provinsi, demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan, serta pera yang merupakan inisiatif DPRD.

Sebanyak empat provinsi berada dalam kategori "baik" dalam indeks demokrasi ini, yaitu secara berturut-turut dari posisi pertama hingga keempat adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kalimantan Utara, dan Bangka Belitung.

BPS telah lama menyusun IDI dengan bekerja sama antara lain dengan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Dalam Negeri.

Dalam penyusunan IDI, BPS juga didukung oleh tim ahli yang terdiri antara lain dari Prof Maswadi Rauf dari Universitas Indonesia, Prof Musdah Mulia dari UIN, Dr Abdul Malik Gismar dari Universitas Paramadina, dan Syarif Hidayat dari LIPI.

Capaian IDI dari tahun 2019 hingga 2017 mengalami fluktuasi, di mana pada awal mula dihitung tahun 2009, capaian IDI sebesar 67,30.

Angka ini terus mengalami perubahan hingga mencapai momen tertingginya pada tahun 2014 sebesar 73,04.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018