Jakarta (ANTARA News) - Berkurban dalam konsep Islam bukan penebus dosa atau memohon bangunan menjadi kokoh tetapi wujud ketakwaan manusia kepada Allah SWT, kata khatib shalat Idul Adha, H Insan LS Mokoginta, di Lapangan Caprina Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur.

"Berkurban sudah ada sejak zaman Nabi Adam ketika kedua anaknya diminta memberikan persembahan kepada Allah," katanya di Jakarta, Selasa.

Ia menceritakan tentang kisah Nabi Adam itu bahwa salah seorang anaknya memberi yang terbaik lalu diterima, sedangkan saudara yang lain memberi bukan yang terbaik sehingga ditolak, lalu muncul tragedi kemanusia yang pertama dalam sejarah, yakni terbunuhnya seorang anak manusia oleh saudaranya sendiri.

Dalam agama pagan, kata Insan, berkurban juga dilakukan, tetapi bukan dengan darah dan nyawa hewan, tetapi dengan darah dan nyawa manusia sebagai persembahan kepada dewa agar kehidupan mereka diselamatkan atau lebih baik.

Mantan pendeta yang kemudian memeluk Islam itu, lalu menjelaskan sejarah panjang praktik berkurban yang dilakukan umat manusia, termasuk yang masih dipraktikkan masyarakat Indonesia saat ini, yakni menyembelih kerbau atau sapi lalu kepalanya ditanam di fondasi bangunan atau proyek infrastruktur agar menjadi kokoh.

Selain itu, praktik menggantung buah-buahan dan bendera di rumah yang sedang dibangun dengan harapan dewa atau Tuhan memberkati rumah dan isinya.

Islam, kata penulis lebih dari 50 buku tersebut, memerintah muslimin berkurban bukan sebagai penebus dosa atau persembahan, atau sesaji kepada dewa atau Tuhan.

Akan tetapi, kata dia, sebagai bentuk ketakwaan umat kepada Allah, Sang Pencipta.

Pada kesempatan itu, dia mengutip ayat Al Quran, "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan, red.) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya". (QS. Al Hajj: 37)

Dia juga menyoroti kehidupan umat manusia yang makin terpuruk, antara lain ditandai dengan bencana di mana-mana baik, karena manusia maupun alam.

Insan mengingatkan umat Islam kembali kepada Al Quran, tidak sekadar membaca tetapi juga memahami arti dan kandungan di dalamnya.

"Jadikan Al Quran sebagai pedoman, acuan, dan dasar hukum dalam kehidupan agar selamat hidup di dunia dan akhirat," ujarnya.

Bagaimana mau memahami dan melaksanakan perintah-Nya, kata Insan, jika kaum muslimin tidak membaca artinya, tidak mengaji kandungannya.

Takmir Masjid Al Kasim yang menjadi panitia shalat Idul Adha di Lapangan Caprina itu, mengatakan shalat Idul Adha dilakukan pada Selasa ini karena pada Senin (20/8) sudah dilakukan wukuf di Arafah.

Baca juga: Atlet Asian Games akan salat Idul Adha di Istiqlal dan Al-Bina
Baca juga: Umat Islam Magelang gelar shalat Idul Adha
Baca juga: Sejumlah jamaah Padang rayakan Idul Adha selasa

 

Pewarta: Erafzon Saptiyulda SAS
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018