Jakarta (ANTARA News) - Presiden AS Donald Trump pada Senin (20/8) melontarkan kritik dengan menyebutkan bahwa "sangat berbahaya" bagi perusahaan media sosial seperti Twitter dan Facebook apabila menangguhkan atau membungkam suara pengguna dari layanan itu.

Komentar Trump dari sebuah wawancara Reuters itu muncul untuk menanggapi industri media sosial yang meningkatkan pengawasan.

Trump menggunakan akun Twitter-nya -- dengan lebih dari 53 juta pengikut -- sebagai bagian penting dan kontroversial dari kepresidenannya, menggunakannya untuk mempromosikan agenda serta mengumumkan kebijakan dan menyerang kritik.

Trump pada Sabtu (18/8) mengkritik industri media sosial, mengklaim tanpa bukti dalam serangkaian tweet bahwa perusahaan yang tidak disebutkan namanya "benar-benar mendiskriminasikan suara Republik/Konservatif."

Dalam posting yang sama, Trump mengatakan "terlalu banyak suara yang sedang dihancurkan, beberapa baik dan beberapa buruk. "

Baca juga: Apple, YouTube, Facebook hapus konten Alex Jones Infowars

Tweet tersebut menyusul tindakan Apple, Alphabet, YouTube dan Facebook yang menghapus beberapa konten yang diposkan oleh Infowars, situs web yang dijalankan oleh ahli teori konspirasi Alex Jones. Akun Twitter Jones untuk sementara ditangguhkan pada 15 Agustus.

"Saya tidak akan menyebutkan nama tetapi ketika mereka mengeluarkan orang-orang tertentu dari Twitter atau Facebook dan mereka membuat keputusan itu, itu benar-benar hal yang berbahaya karena bisa jadi Anda selanjutnya," kata Trump.

Trump muncul di acara yang diproduksi oleh Infowars, yang diselenggarakan oleh Jones, pada Desember 2015 saat berkampanye untuk Gedung Putih.

Dalam menghapus konten Jones, YouTube, Twitter, dan Facebook mengacu pada pelanggaran perjanjian pengguna.

Facebook misalnya, menghapus beberapa halaman yang terkait dengan Infowars setelah menentukan bahwa mereka melanggar kebijakan tentang perkataan yang mendorong kebencian dan penindasan.

Twitter dan Facebook menolak berkomentar tentang pernyataan Trump, sementara Apple dan Google tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk berkomentar.

Pada Juli, saat sidang Komite Peradilan Kehakiman, para eksekutif dari Facebook, Google dan Twitter memberi kesaksian bahwa mereka tidak menghapus konten berdasarkan alasan politik.

"Tujuan kami adalah untuk melayani percakapan, bukan untuk membuat penilaian pada keyakinan pribadi," kata Nick Pickles, ahli strategi senior Twitter, demikian dilansir Reuters.

Penerjemah: Arindra Meodia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018