Beijing (ANTARA News) - Pabrikan otomotif China, Geely Automobile, mematahkan perkiraan para analis dengan membukukan kenaikan laba bersih sebesar 54 persen pada semester pertama tahun ini.

Geely pada Rabu meyakini meroketnya keuntungan itu akan membuat penjualan mereka melampaui target pada akhir 2018, kendati terdapat perlambatan permintaan imbas gesekan perdagangan antara China dan Amerika Serikat.

Geely, yang dulunya dikenal sebagai produsen mobil murah, berhasil mengubah posisinya di pasar setelah menjalin kesepakatan dengan merek ternama Swedia, Volvo Car Group, kemudian meluncurkan SUV baru.

Geely mencatat laba bersih 6,67 miliar yuan atau 970,3 juta dolar AS (sekira Rp14,1 triliun) dalam enam bulan pertama tahun ini, naik dari 4,34 miliar yuan pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Pendapatan selama periode tersebut naik 36 persen dari tahun ke tahun menjadi 53,71 miliar yuan.

Baca juga: Geely perpanjang kemitraan dengan Proton

Geely percaya diri bisa melampaui target, meski ada tantangan melambatnya pertumbuhan permintaan kendaraan penumpang di China yang disebabkan gesekan perdagangan antara Washington dan Beijing, karena afiliasi Volvo itu mengekspor kendaraan buatan China ke Amerika Serikat.

"Tim grup manajemen sangat percaya diri untuk mencapainya, dan percaya kemungkinan akan melebihi, target volume penjualan setahun penuh sebanyak 1,58 juta unit pada 2018," kata Geely, kemudian menambahkan mereka ingin menjual 2 juta kendaraan sebelum 2020 .

Perusahaan yang bermarkas di Hangzhou itu memperoleh keuntungan setelah menjalin kerja sama dengan Volvo pada 2010. Model yang diperkenalkan setelah akuisisi itu, SUV Boyue, menjadi kendaraan populer di China. Model SUV menguasai 58 persen dari total penjualan Geely.

Geely menjual 766.630 kendaraan antara Januari-Juni, 44 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, demikian Reuters.

Baca juga: Geely beli saham Daimler demi akses teknologi
Penerjemah: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018