Jakarta (ANTARA News) - Menggantikan tugas sang ayah, Panembahan Hanyokrowati, raja Mataram, bukan perkara mudah bagi Raden Mas Rangsang (Marthino Lio) yang saat itu masih remaja.  

Dia yang diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (saat dewasa digantikan Ario Bayu) harus menyatukan adipati-adipati di tanah Jawa yang tercerai berai oleh politik VOC pimpinan Jan Pieterszoon Coen, di bawah panji Mataram.

Di sisi lain, dia harus mengorbankan cinta sejatinya pada Lembayung (Putri Marino) dengan menikahi perempuan ningrat yang bukan pilihannya (Anindya Kusuma Putri). Bukan suatu hal mudah bagi seorang pria muda yang tengah dimabuk asmara.

Kemarahan Sultan Agung kepada VOC memuncak ketika ia mengetahui bahwa VOC tidak memenuhi perjanjian dagang dengan Mataram dengan membangun kantor dagang di Batavia. Para penguasa di sekitar Mataram dibuat tak berdaya di negeri sendiri.
Ario Bayu sebagai Sultan Agung dalam film "Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta" (instagram.com/bayu_ario)


Dia pun mengibarkan Perang Batavia dan mengerahkan kekuatan penuh para adipati di bawah kekuasannya untuk menggempur benteng VOC.

Selama perjuangan ini, Sultan Agung juga harus menghadapi berbagai pengkhianatan yang terjadi padanya, bahkan dari orang terdekatnya.

Sutradara Hanung Bramantyo secara gamblang menggambarkan karakter Sultan Agung yang tak kenal kompromi pada penjajah. Walau hal ini memberi kesan sang sultan sebagai raja yang kejam dan ambisius.

Lebih dari itu, film ini tampaknya mampu membangkitkan ingatan masyarakat Indonesia terutama kaum muda mengenai sosok Sultan Agung, yang selama ini hanya diketahui melalui buku-buku sejarah di sekolah.

Film yang juga didukung sederet aktor tanah air seperti Lukman Sardi, Adinia Wirasti, Christine Hakim dan Teuku Rifnu dan diproduksi Mooryati Soedibyo Cinema ini hadir di bioskop Tanah Air mulai hari ini.  
 


 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018