Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI)  KH Abdul Moqsith Ghazali meminta agar Pancasila tak lagi dibenturkan dengan Piagam Jakarta, apalagi demi kepentingan politik.

"Piagam Jakarta itu bentuk lain dari Pancasila karena sila pertama yang terdiri dari kewajiban menjalankan syarat Islam bagi pemeluk-pemeluknya itu kemudian disederhanakan, diringkas menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Moqsith dikutip dari siaran pers di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, dihilangkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu bukan suatu pengkhianatan karena sebagaimana dinyatakan Presiden Soekarno saat mengeluarkan Dekrit 1959 berkata bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juli 1945 menjadi jiwa dalam konstitusi, menjadi satu kesatuan yang menjiwai UUD 45.

"Karena kalau eksplisit disebutkan sebagai kewajiban menjalankan syarat Islam bagi pemeluk-pemeluknya itu tidak mudah untuk dipraktikkan di dalam konteks warga negara Indonesia yang sangat plural," katanya.

Menurut dia, kondisi Indonesia yang luas secara geografis dan beragam secara sosiologis tidak bisa disamakan dengan negara lain yang berwilayah kecil dengan jumlah penduduk kecil yang relatif homogen.

Ia berpendapat bahwa Pancasila adalah ideologi final dan terbaik bangsa Indonesia. Pancasila mampu menyatukan berbagai keragaman dalam wadah NKRI.

Baca juga: Ma'ruf: Bangsa Indonesia beruntung punya Pancasila

"Apalagi Pancasila satu jiwa dengan Piagam Jakarta dan Piagam Madinah yang tujuannya sama, yaitu menyatukan berbagai perbedaan," kata Moqsith.

Para pendiri bangsa tidak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam karena menyadari fakta historis cikal bakal negara ini walaupun faktanya kemudian umat Islam merupakan penduduk mayoritas, katanya.

Menurutnya, meski bukan negara Islam, tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam mendapatkan lebih banyak keuntungan, termasuk dengan adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang bernafaskan Islam seperti UU Zakat, UU Haji, dan UU Peradilan Agama.

"Kementerian Agama dananya cukup besar sekali dan kalau kita kalkulasi mungkin 80 persen untuk melayani kebutuhan umat Islam, ada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang di dalamnya ada madrasah, perguruan tinggi, dan pesantren," kata  Moqsith.

Baca juga: Nur Wahid: Ulama Aceh berkontribusi jaga keutuhan NKRI

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018