Mata Nur Saat menerawang tatkala menceritakan nasibnya ke depan pascagempa bumi tektonik di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang terjadi berulang kali.

Dirinya memikirkan akan kehidupan keluarganya, karena selama ini menggantungkan hidup kepada Gunung Rinjani.

Bukan hanya dirinya namun juga ribuan pramuantar dan pemandu yang lainnya, hanya pekerjaan itu yang bisa menjadikan asap dapur mengebul bagi keluarganya.

Kini, mereka pun hanya bisa termangu dan mengandalkan hidup dari belas kasihan, bantuan dan sumbangan.

Nur Saat seorang ekspramuantar menjalankan layanan jasa kepada para pendaki dari penjemputan dari Kota Mataram ke kaki Gunung Rinjani di Senaru, Kabupaten Lombok Utara, penginapan, penyiapan logistik, sampai mencari tenaga pramuantar serta pemandu pendakian. Namun semua terhenti pascarentetan gempa.

"Hutang saya ke bank tinggal satu tahun lagi, bagaimana ya jika Gunung Rinjani ini ditutup selama setahun. Uang dari mana ya membayar cicilan ke bank," katanya lirih.

Baca juga: NTB ingin promosikan kopi Sumbawa dan Lombok

Untuk sekadar hidup, sebenarnya dia masih bisa memperoleh sumber dari menanam kopi. Namun, tanaman itu panennya hanya setahun sekali dan jumlahnya tidaklah begitu besar.

"Paling dari menanam kopi, jika panen dapat uang sekitar Rp4 juta," katanya.

Bagi warga Senaru, Lombok Utara dan Sembalun, Gunung Rinjani menjadi berkah tersendiri dengan keuntungan saling berkaitan dari pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), jasa pramuantar atau kuli angkut, pemandu, jasa penginapan, warung makan atau restoran, sampai warung kecil.

Bahkan, petani pun tidak luput menikmati anugerah dari gunung yang memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (Mdpl) itu.

Berdasarkan data dari TNGR, jumlah pendaki gunung itu sepanjang 2017 dari wisatawan nusantara sebanyak 43.120 orang, sedangkan wisatawan mancanegara mencapai 39.659 orang.

Pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari retribusi wisatawan pada 2017 mencapai Rp10,57 miliar atau meningkat 110 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang Rp5,08 miliar.

Bisa dibayangkan bagaimana besarnya ketergantungan warga yang tinggal di kaki gunung tersebut untuk hidup.

Meski tidak ada angka resmi, jumlah pramuantar itu mencapai ribuan orang dan pemandu ratusan orang yang berada di dua jalur pendakian, yakni Senaru dan Sembalun.

Upah seorang pramuantar Rp150 ribu per hari, sedangkan pemandu Rp250 ribu per hari.

"Untuk di Senaru saja ada 200 jasa pendakian yang masing-masing memiliki tenaga portir atau guide," kata Nur Saat.

Baca juga: Jalur pendakian Rinjani ditutup akibat gempa

Harapan akan terus menggantungkan hidup kepada Gunung Rinjani menjadi punah sementara saat terjadi gempa 6,4 Skala Richter (SR) yang berujung pada evakuasi ribuan pendaki nusantara maupun mancanegara, setelah gempa meluluhlantakkan jalur pendakian. Pihak pengelola menutupnya sampai satu tahun ke depan.

"Pada Agustus saja, saya men-cancel 750 pemesan untuk mendaki Rinjani, padahal pada Agustus merupakan musim ramainya pendakian," katanya.

Gunung Rinjani setiap Januari sampai Maret akan ditutup untuk pemulihan kondisi alam dan lingkungannya, kemudian pada April sampai Desember dibuka kembali untuk pendakian.

Pada Juli dan Agustus merupakan masa yang paling padat untuk pendakian seiring memasuki musim liburan dan peralihan musim di luar negeri.

Dengan penutupan pendakian Rinjani pascagempa tektonik itu, mereka batal menikmati madu dari pendakian pada Agustus. Bisa dikatakan Agustus ini berbeda dengan tahun sebelumnya.

"Pada Hari Raya Idul Fitri saja, jumlah pendaki yang naik melalui Senaru mencapai empat ribu orang dalam satu hari. Itu angka fantastis bagi bagi para pengusaha bidang pendakian," katanya.

Semula, dirinya berharap pascagempa, pendakian tetap bisa dilakukan hanya sampai Plawangan Sembalun. Kecil kemungkinan saat ini longsoran tanah menutup jalur pendakian. Pembukaan jalur menuju puncak hingga harus menunggu pengumuman resmi dari pengelola TNGR.

Dirinya bertambah ketar ketir adanya permintaan dari masyarakat adat Bayan yang meminta pendakian ke Gunung Rinjani ditutup.

"Apa mungkin ya dikabulkan, waduh kalau dikabulkan saya tidak punya mata pencaharian lagi," katanya.


Berharap pendakian pulih

Apa pekerjaan manusia-manusia Gunung Rinjani saat ini? Jawabannya, mereka saat ini hanya menganggur.

Masih beruntung bagi mereka yang memiliki tabungan atau pekerjaan lainnya sebagai petani. Bagaimana bagi mereka yang benar-benar mengandalkan hidup dari pendakian?

Sementara itu, kebutuhan hidup di pengungsian terus bertambah, rumah mereka sudah ambruk. Tidak ada lagi harta yang dimiliki. Mereka saat ini kebanyakan tinggal di tenda darurat bersama keluarganya, menggantungkan hidup dari bantuan pemerintah namun tentu tidak bisa selamanya.

"Mudah-mudahan pariwisata di Rinjani pulih kembali," begitu harapan dari pemandu yang ngepos di Sembalun, Mumuh.

Dirinya tidak bisa apa-apa lagi menghadapi musibah bencana alam, kecuali pasrah.

"Saya sekarang isi kegiatan membantu relawan yang akan menyerahkan bantuan kepada pengungsi saja," katanya yang mengaku berasal dari Jambi.

Baca juga: Ada ratusan porter plus-plus di Rinjani

Koordinator Publikasi Sembalun Community Development Centre (SCDC) Rosidin Sembahulun menyebutkan keluhan warga atas berkurangnya pendapatan sudah dirasakan sejak gempa 6,4 SR pada 29 Juli 2018.

"Banyak warga yang menggantungkan hidup dari Gunung Rinjani, semuanya saling berkaitan dengan pemilik hotel atau restoran, warung makanan, sampai petani," katanya.

Dengan adanya kondisi bencana alam seperti ini, banyak yang menjadi penganggur dan lebih sibuk menyelamatkan keluarganya masing-masing.

"Rekan-rekan paling-paling saat ini membantu relawan yang akan menyumbangkan bantuan kepada korban bencana," katanya.

Dirinya menceritakan bagaimana jatuh bangun membangun dunia pariwisata pendakian Gunung Rinjani bersama tokoh pemuda setempat yang menjadi Ketua SCDC Royal Sembahulun.

"Setelah Gunung Rinjani mendapatkan award sekitar 2002 atau 2003 sebagai gunung terbersih dan terindah dari lembaga dunia, jumlah pengunjung ke Gunung Rinjani meningkat," katanya.

"Booming-nya terjadi pada 2008 hingga Bang Royal mendirikan SCDC itu," katanya.

Pada 2007, dirinya bersama Ketua SCDC mengantarkan salah seorang pemilik lembaga swadaya masyarakat di Amerika Serikat yang kemudian berlanjut menawarkan apa keinginan dari warga Sembalun untuk pengembangan wisata daerah tersebut.

"Mengingat sebelumnya warga AS itu, menilai Sembalun itu kotor primitif," katanya.

Baca juga: Gubernur: NTB telah aman dikunjungi wisatawan

Keinginan tokoh pemuda itu, yakni mengembangkan masyarakat Sembalun dari sektor pariwisata, terutama pemandu karena sebelumnya kebanyakan pemandu berasal dari luar Sembalun.

Terkait dengan hal tersebut, juga dilakukan pembangunan sumber daya masyarakat setempat melalui pelatihan bahasa Inggris dan teknologi informasi.

"Awalnya yang ikut pelatihan bahasa Inggris saja ada 15 guide, sekarang sudah tumbuh sampai ratusan orang," katanya.

Bahkan, warga pun berinisiatif membuka paket pendakian di luar Gunung Rinjani jika ditutup oleh pengelola TNGR, yakni pendakian Bukit Pegasingan, Bukit Anak Dara, Bukit Selong, dan Bukit Telaga.

Kini, warga yang menggantungkan hidup dari Gunung Rinjani menunggu berakhirnya guncangan gempa.

Mereka tetap optimistis bahwa pariwisata di daerahnya tidak akan mati. Mereka akan bangkit menata kembali potensi alam yang bisa ditawarkan sebagai obyek wisata untuk menghidupi keluarganya.

Baca juga: Tiga program pemulihan wisata Lombok

Baca juga: NTB "the rising star" wisatawan Korea, ini penjelasan Dubesnya

 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018