Jakarta, (ANTARA News) - Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan menyatakan kebijakan terkait dengan pemerintah yang ingin menjadikan danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata yang zero atau nol keramba harus memperhatikan hajat hidup warga lokal.

Gus Irawan dalam rilis, Minggu meminta pemerintah mengkaji ulang rencana menjadikan danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata zero keramba.

Pasalnya, ujar dia, selama puluhan tahun sebagian besar masyarakat danau Toba menggantungkan kehidupan sebagai nelayan Keramba Jaring Apung (KJA). Dengan demikian, lanjutnya, kebijakan zero keramba tersebut nantinya akan berpengaruh mematikan penghasilan dan kehidupan masyarakat sekitar.

Terkait adanya dugaan KJA menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan, politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini membenarkan memang telah terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan air di danau Toba.

Untuk itu, ia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membuat riset atau penelitian secara berkala untuk mengevaluasi dugaan pencemaran lingkungan Danau Toba, Sumatera Utara.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyosialisasikan hasil kajian daya dukung dan penetapan zonasi untuk budi daya ikan dalam keramba jaring apung di Danau Toba.

"Kami berharap rekomendasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah dalam rangka pengelolaan Danau Toba secara berkelanjutan," kata peneliti Badan Riset SDM KKP Prof Krismono.

BRSDM KKP telah menyelenggarakan focus group discussion (FGD) di Jakarta, 14 Agustus 2018, yang dihadiri berbagai pihak seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan CARE IPB, Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (LP USU), Dirjen Budidaya Perikanan KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara dan Kementerian Koordinator Maritim.

Tujuan dari FGD tersebut adalah untuk menyampaikan hasil penelitian dan kajian daya dukung dan penetapan zonasi untuk budi daya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di Danau Toba yang dilakukan lembaga tersebut.

BRSDM KKP melakukan penelitian pada tahun 2017 hingga 2018 dengan stasiun penelitian di Danau Toba sebanyak 25 titik dengan tiga titik ke dalaman serta sungai yang masuk Danau Toba sebanyak 40 titik. Waktu pengambilan sampel berlangsung pada musim kemarau Agustus 2017, musim hujan Desember 2017 dan musim peralihan Maret 2018 masing-masing selama 10 hari.

FGD terkait hasil penelitian BRSDM KKP menghasilkan enam rekomendasi untuk dibahas oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara (DPRD dan Gubernur) sebagai bahan kajian dalam rangka mengambil keputusan yang bersifat final.

Enam rekomendasi itu antara lain mengubah visi dari SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba untuk Budidaya Perikanan dan SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/209/KPTS/2017 tentang Status Tropik Danau Toba dari oligotropik menjadi mesotropik.

Kemudian, menetapkan daya dukung perairan Danau Toba untuk budidaya perikanan KJA sebesar 45.000 hingga 65.000 ton ikan per tahun, serta menyesuaikan tata letak atau zonasi budidaya perikanan KJA di Danau Toba sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya dan peraturan lain yang berlaku.

Selanjutnya, memberi pedoman standarisasi budidaya ikan KJA di Danau Toba sesuai dengan arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka budidaya perikanan yang ramah lingkungan. Lalu, menjalankan kemitraan antara KJA milik perusahaan dan KJA milik masyarakat dalam rangka pembangunan ekonomi kerakyatan.

Baca juga: Kementerian Kelautan tabur 22 ribu benih ikan di Danau Toba

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2018