Jakarta (ANTARA News) - Ada banyak kisah selama pergerakan Indonesia yang sampai saat ini masih agak tabu dibicarakan, salah satunya soal Jugun Ianfu (wanita pribumi yang dipaksa menjadi penghibur tentara Jepang selama Perang Dunia II) yang diangkat lewat pentas "Ronggeng Kulawu".

"Ronggeng Kulawu" merupakan kisah seorang penari ronggeng bernama Maesaroh asal Dusun Kulawu yang selalu menyemarakkan desanya dengan tarian selama masa penjajahan Belanda.

Maesaroh (Maudy Koesnaedi) punya impian dan harapan bahwa kelak dia akan menikah dengan pujaan hatinya Kang Uja selepas Indonesia merdeka. 

Ketika Jepang datang menggantikan Belanda sebagai penjajah Indonesia, impian dan harapan Maesaroh pun kandas. Kehormatan dirinya hilang ketika penari ronggeng ini diculik dan dipaksa menjadi Jugun Ianfu, lalu menjadi "nyai" kesayangan seorang kapten Jepang bernama Kazuo Ito (Andi Kanemoto).

Penderitaan, nestapa, siksaan dan kesengsaraan Maesaroh selama menjadi Jugun Ianfu makin memuncak tatkala sebuah tragedi besar menimpanya. Tragedi ini kemudian mengantarkan sang penari ronggeng ikut andil membantu pergerakan Indonesia menuju kemerdekaan, dan dirinya tak sudi lagi jatuh ke pelukan penjajah yang durjana.

"Saya pikir ini menarik sekali karena banyak yang belum mengupas tentang Jugun Ianfu, walaupun kita juga masih menyentuh permukaannya saja. Bagaimanapun juga mereka memiliki andil dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia," ujar sutradara "Ronggeng Kuwalu" Wawan Sofwan kepada Antara di Jakarta, Minggu (26/08).

Dia juga menceritakan bahwa pada awalnya dirinya diminta oleh Maudy dan pihak GIK untuk membuat pementasan yang menarik terkait perayaan Hari Kemerdekaan. Tema pahlawan, menurut Wawan, sudah banyak yang mengupas. Kebetulan Maudy saat ini tertarik dengan budaya Sunda, terutama tari ronggeng sehingga bagaimana kalau mengangkat kisah fiksi penari ronggeng terkenal yang kemudian dijadikan "nyai" oleh tentara Jepang dan turut membantu pergerakan melawan penjajahan Jepang di Indonesia.

"Bentuk andilnya seperti apa mungkin seperti yang terlihat dalam pementasan seperti menyumbang materi atau memberi dukungan," kata Wawan dalam wawancara yang berlangsung santai dan hangat.

Curhatan Jugun Ianfu

Pentas "Ronggeng Kulawu" boleh dibilang merupakan pentas yang cukup apik dalam menggambarkan curhatan tentang kekejian yang dirasakan oleh seorang Jugun Ianfu selama penjajah Jepang, kendati hanya lewat kata-kata.

Maudy Koesnaedi berhasil menampilkan secara getir, lewat sebuah monolog dan dialog, menggambarkan bagaimana siksaan dan kekejaman hawa nafsu penjajah bertubi-tubi menimpa Maesaroh hingga berhasil membuat penonton merinding. 

"Sebenarnya pentas ini mau mengangkat tentang curhatannya para 'Jugun Ianfu,'" ujar Maudy Koesnaedi kepada wartawan.

Aktris cantik kelahiran Jakarta itu lebih lanjut menjelaskan bahwa banyak orang salah kaprah melihat para Jugun Ianfu sebagai wanita yang hidup senang serta tenang di bawah lindungan tentara Jepang selama masa penjajahan. Padahal menurut Maudy, wanita-wanita ini mengalami pergulatan batin, pengorbanan fisik dan mental, serta penderitaan luar biasa selama menjadi "nyai" tentara-tentara Dai Nippon.

"Ada banyak sekali Maesaroh di Indonesia pada saat itu dan setelah kemerdekaan tidak ada yang mempedulikan mereka. Sebegitu berat penderitaan para wanita ini secara fisik maupun batin dari kedua belah pihak, baik dari Jepang maupun negara kita sendiri dan keluarganya. Sungguh berat," kata Maudy usai menjalani pentas "Rongge Kulawu".

Pentas "Ronggeng Kulawu" digelar oleh Galeri Indonesia Kaya bersama Maudy Koesnaedi dan Andi Kanemoto dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ke-73. 

Naskah pentas ini ditulis Endah Dinda Jenura serta diproduseri oleh Maudy Koesnaedi sendiri dan iringan musiknya oleh Uge Gunara. 

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018