Jakarta, (ANTARA News) - Tim nasional sofbol putri Indonesia sudah berkemas dari ajang Asian Games 2018, sebab cabang olah raga tersebut telah menelurkan medali emasnya. Bukan sofbol Indonesia yang meraih emas tersebut, bukan pula perak, dan bukan pula perunggu, belum ada medali yang bisa dipamerkan kepada masyarakat Indonesia.

Catatan akhir turnamen sofbol putri Asian Games 2018 menyebutkan timnas sofbol Indonesia berada di peringkat enam dari total tujuh kontestan yang ada. Belum menjadi hasil terbaik bisa diraih, namun dibalik posisi enam sofbol Indonesia, menyimpan banyak cerita dan celah atas rentetan catatan evaluasi tersebut untuk capaian target selanjutnya. 

Kapten sofbol Indonesia Cresida Mariska membeberkan sejumlah fakta mengenai perkembangan sofbol Indonesia jelang Asian Games 2018, yang menurutnya sedikit banyak mempengaruhi capaian hasil timnas sofbol di Asian Games 2018. 

Pelatih sofbol putri Indonesia sempat mengalami pergantian di detik-detik dimulainya turnamen sofbol Asian Games 2018. Setidaknya, jelang satu bulan ajang Asian Games berlangsung, pelatih sofbol Indonesia berganti posisi.

Awalnya kursi kepelatihan diemban oleh Zenon Winters, ia merupakan salah satu batter atau pemukul bola terbaik dunia asal Australia. Tetapi, tiba-tiba kursi kepelatihan kosong dan digantikan oleh Yuliastono Sukamad, yang mengawali karier sofbol pada posisi catcher atau penangkap bola. Tergolong mendadak untuk persiapan Asian Games 2018.

Diakui kapten tim sofbol, hal tersebut mempengaruhi sistem tim, di mana pola permainan dan kebiasaan tim strategi menjadi berubah secara mendadak. Selanjutnya, fakta lain juga disebutkan oleh Cresida kapten tim sofbol, bahwa Indonesia sama sekali tidak memiliki pelatih pitcher atau pelempar bola. 

Padahal dalam sofbol, pitcher merupakan hal paling vital untuk mematikan permainan lawan, dengan berkolaborasi dengan catcher, bola akan mudah melemahkan para pemukul lawan. "Pitcher dan Catcher merupakan baterai dari sebuah tim sofbol, permainan bisa jadi ditentukan oleh kedua posisi ini, namun, Indonesia bahkan tidak memiliki pelatih khusus pitcher, di mana hal tersebut wajib ada di tim-tim lain," kata Cresida.

Pitcher Indonesia selama pagelaran Asian Games juga tampil apa adanya, belum dapat menyamai pitcher negara unggulan lain walaupun memiliki potensi. Sayangnya tidak ada orang yang tepat dalam mengasah kemampuan pitcher tersebut.

Padahal, nyatanya,  Tim sofbol putri Indonesia sempat menurunkan pemain termudanya di keseluruhan tim yang bermain sebagai pitcher atau pelempar di ajang Asian Games 2018.

Baca juga: Tim sofbol Indonesia mainkan "pitcher" termuda

Adhisty Deynira Nuranjani, atlet kelahiran 27 September 2001, berasal dari klub Reds Bull, adalah pither potensial yang dimiliki Indonesia.

Usianya masih 16 tahun yang akrab disapa Adhisty, merupakan pemain termuda di timnas Indonesia. Adhisty yang mengenakan nomor punggung 26 masuk pada inning ke-3 saat pertandingan melawan China, menggantikan Lidia Krey sebagai starter.

Namun, faktanya pergantian pitcher tersebut tidak mampu menghindarkan Indonesia dari kekalahan telak 0-14 melawan China, yang berimbas Mercy rule.

Baca juga: Sofbol Indonesia terhenti dari perburuan medali

Banyak "PR"

Kesulitan mengembangkan kemampuan atlet sofbol putri Indonesia juga diakui oleh Ketua Pengurus Besar Persatuan Bisbol dan Sofbol Seluruh Indonesia (PB Perbasasi) Andika Monoarfa. Secara jujur, Andika menyebutkan bahwa memang tidak ada target khusus yang ingin dicapai oleh tim sofbol putri di ajang Asian Games 2018.

"Saya akui sulit untuk mengembangkan yang terbaik untuk sofbol putri, karena jujur saja, tidak banyak pilihan yang tersedia," kata Andika kepada Antara. Andika menyebutkan, kesulitan tersebut sudah dimulai  sejak seleksi pemain, karena tidak semua daerah memiliki atlet sofbol yang mau mengikuti seleksi tim nasional.

"Misalkan kami mengundang 100 orang untuk seleksi pemain, paling yang datang cuma 40 orang dari keseluruhan, itu nanti juga belum tentu ada yang diambil, karena ada kriteria syarat yang harus dipenuhi," katanya.

Selain persyaratan kemampuan, calon atlet pelatihan nasional sofbol juga sering terkendala dengan komitmen, misalkan tidak siap untuk mengikuti jadwal latihan yang ketat, kemudian tidak menikah dulu ketika masa pelatihan.

"Entah kenapa, mayoritas justru faktor nonteknis atlet yang jadi kendala, susahnya komitmen terhadap atlet sering menjadi ganjalan," kata Andika. 

"PR" (Pekerjaan Rumah) selanjutnya menurut Andika antara lain, mengubah komposisi tim, mengadakan seleksi unggulan, memperluas wilayah seleksi serta memilih kualitas pelatih pitcher yang sesuai dengan karakter permainan Indonesia.

Hal tersebut menurutnya harus segera terlaksana mengingat target turnamen sebenarnya bagi sofbol Indonesia adalah Sea Games 2019.

"Untuk prestasi terdekat, saya targetkan jika proses evaluasi berjalan lancar dari Asian Games 2018, saya janjikan partai Final di Sea Games 2019," tegas Andika.

Sementara itu, kepala pelatih sofbol Indonesia Yuliastono Sukamad juga mengakui bahwa target timnas sofbol putri adalah pada SEA Games 2019. Ia berupaya menjadikan Asian Games 2018 sebagai proses pengembangan serta kematangan tim untuk evaluasi permainan.

"Musuh kami di Asian Games tangguh dan berbeda kelas, jadi memang susah jika targetnya adalah mengalahkan satu per satu," katanya. Ia memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan pitcher adalah untuk mengirim pitcher berlatih di negara-negara yang memiliki iklim kompetisi yang kompetitif, sehingga pengalaman dan kemampuan dapat terasah.

Masukan kontingen asing

Walaupun benar tanpa target, namun capaian sofbol putri Indonesia kurang maksimal dibandingkan statistik dengan kontingen lain, jangankan meraih kemenangan, mencetak angka pun masih sulit bagi Indonesia. Kekalahan Indonesia cukup telak tiap kalah, dihajar 0-7 oleh Jepang, dilibas 0-12 oleh China, kalah 0-4 dengan Filipina, dibantai 0-14 oleh Chinese Taipei, kalah dengan Korea 2-4, namun Indonesia "pecah telor" cetak angka. Barulah di pertandingan pamungkas Indonesia mampu meraih kemenangan 13-0 melawan Hong Kong.

Kepala Pelatih Timnas Sofbol China Teresa Ann Wilson sempat memberikan pujian kepada sofbol Indonesia, di mana Teresa menilai Indonesia memiliki pemain potensial yang bagus, karena usia pemain Indonesia masih dinilai muda-muda.

Teresa memberikan masukan agar, Indonesia belajar dari tim lain perihal kesabaran dan penempatan posisi, karena dua hal tersebut dianggap paling lemah untuk dikuasai Indonesia.

Kemudian saran juga datang dari pemain dari Jepang di mana, Jepang meraih medali emas dalam kompetisi ini. Mana Atsumi, pemain Jepang juga menilai pemain Indonesia masih perlu belajar dalam penempatan posisi serta koordinasi antar pemain, yang sering membuat kehilangan bola.

Atsumi melihat celah kelemahan tersebut ketika bermain melawan Indonesia ketika Jepang menang 7-0. Kemudian Pelatih tim nasional sofbol Filipina Venerando Dizer menilai sofbol Indonesia sudah memiliki modal yang bagus dari lapangan dan stadion.

"Saya tercengang melihat stadion sofbol Indonesia yang memiliki fasilitas penunjang yang bagus, memiliki zona latihan sendiri, lapangan utama serta tanah yang bagus, berbeda dengan kami di Filipina," kata Venerando.

Ia membandingkan bahwa di Filipina bahkan untuk bermain sofbol, stadion harus berbagi dengan bisbol. sehingga perlu pergantian bentuk lapangan dan pola struktur tanah, selain itu fasilitas latihan stadion juga tidak sebagus milik Indonesia.

"Ketika memiliki modal bagus, pemain Indonesia harus mulai mencintai sofbol itu sendiri, jika mencintai olah raga itu, maka semangat akan muncul guna memunculkan penampilan terbaik bagi Indonesia, sebab kemajuan tim ini saya nilai sudah bagus sejak beberapa tahun lalu," kata Pelatih yang jatuh cinta dengan Nasi Goreng Indonesia tersebut. ***4***

 
Baca juga: Cresida dan separuh usianya untuk sofbol Indonesia

Baca juga: Sofbol putri Indonesia akhirnya catatkan kemenangan perdana

















 

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2018