Jakarta (ANTARA News) - Para gamer tahun ini punya kesempatan mengharumkan nama Indonesia lewat olahraga elektronik alias eSports yang jadi bagian Asian Games 2018.

Namun eSports masih jadi pertandingan demonstrasi atau eksibisi sehingga perolehan medali tidak dihitung untuk peringkat negara peserta di pesta olahraga terbesar Asia ini.

Ada enam gim yang dipertandingkan, yaitu Arena of Valor, Clash Royale, League of Legends, Starcraft II, Hearthstone dan Pro Evolution Soccer 2018.

Khusus gim yang terakhir, yang dulu dikenal sebagai Winning Eleven, popularitasnya memang sudah terasa di Indonesia sejak bertahun-tahun lalu. Dua atlet eSports untuk gim bertema sepak bola itu juga sudah familier dengan gim itu sejak belia: Elga Cahya Putra dan Setia Widianto.

Elga Cahya Putra (20) sering bermain gim di PlayStation (PS) ketika masih duduk di bangku SD. Selain bermain di rumah, dia juga kerap bermain di tempat rental agar bisa bertanding dengan temannya.

Dihubungi Antara, Minggu (26/8), Elga menuturkan ia masih menyempatkan diri untuk mengasah kemampuannya bermain gim PES hingga sekarang. Utamanya ketika tidak disibukkan dengan tugas-tugas kuliah sebagai mahasiswa jurusan Agroteknologi di Lampung. Saat senggang ia bermain dua hari sekali, namun saat sibuk ia cuma sempat main sepekan sekali.

“Dari dulu saya selalu main PES karena gimnya seru, enggak pernah main yang lain,” tutur mahasiswa yang gemar bermain futsal di kampus.

Berhubung konsol gim yang ada di rental lebih mutakhir ketimbang di rumahnya, penggemar Wayne Rooney itu lebih sering bermain di tempat rental. Sayangnya, bermain di tempat rental tak bisa sebebas bermain di rumah dalam segi durasi.

“Paling lama lima jam, nanti duitnya habis,” seloroh Elga yang indekos selama kuliah.

Baca juga: Mengapa ada game online dianggap olahraga?

Kesempatan berpartisipasi di Asian Games 2018 muncul ketika pria kelahiran 19 November 1997 itu memenangi runner up pertandingan kualifikasi untuk lolos jadi atlet eSports mewakili Indonesia. 

Awalnya Setia Widianto didampingi oleh Rizky Faidan untuk jadi utusan Indonesia. Namun, Rizky terpaksa mundur karena usianya baru 15 tahun, sementara atlet eSports disyaratkan berumur minimal 16 tahun. Posisi ini akhirnya jatuh pada Elga yang menang kualifikasi sebagai runner up.

Dia tak menyangka kegiatan yang awalnya hanya hiburan itu membuatnya bisa masuk ke ajang bergengsi. Orangtua yang tadinya pernah memarahi dia lantaran sering bermain gim akhirnya memberi dukungan agar bisa bermain secara optimal pada pertandingan nanti.

“Saya senang bisa mewakili Indonesia,” ujar Elga yang biasanya mengikuti turnamen PES di Lampung secara diam-diam tanpa diketahui keluarga.

Dia akan berusaha bermain tanpa beban agar performanya lebih memuaskan.

“Kalau beban, susah nanti mainnya.”

Baca juga: Ini lawan terberat timnas eSports PES 2018

Dalam pertandingan Pro Evolution Soccer 2018, dia tak cuma bisa mengandalkan kemampuan individu. Elga juga harus bekerjasama dengan Setia Widianto, rekan setim yang bakal diandalkan untuk pertandingan dua lawan dua.  

Para peserta PES bersaing dalam format round-robin dengan total tiga pertandingan. Ada pertandingan satu lawan satu dan dua lawan dua.

Setia dari Bandung dan Elga dari Lampung baru menjajal kekompakan mereka beberapa hari lalu saat berlatih bersama di Jakarta.

“Latihan terus nih mumpung sudah sama Elga,” ujar Setia.

Gamer kelahiran Cianjur pada 11 Maret 1996 itu adalah juara kualifikasi nasional PES, tiket menjadi atlet eSports tahun ini. 

Gim adalah hiburan yang mengisi masa kecil juara 1 turnamen U-19 PES2016 di Jakarta. 

“Memang orangtua beliin konsol… Saya biasa main PlayStation gim bola, Winning Eleven,” tutur penyuka olahraga futsal itu.

Permainan ini mulai diseriusi tiga tahun silam ketika ia sudah menjadi mahasiswa jurusan manajemen di perguruan tinggi Bandung. Juara 1 Region Bandung PES2017 ini bergabung dengan komunitas PES untuk mencari teman bertanding. 

Dia rajin mengikuti turnamen-turnamen hingga akhirnya terpilih menjadi utusan negara untuk pesta olahraga terbesar di Asia. Tak cuma membuktikan kemampuannya, keberhasilan Setia mewakili Indonesia turut menumbuhkan kebanggaan di hati orangtua.

“Mama senang, enggak sia-sua dulu enggak larang anaknya main gim,” ujar peraih juara 2 turnamen World of Gaming PES2017 di Yogyakarta itu seraya tertawa.

Persiapan untuk Asian Games sempat teralihkan karena Setia pada saat yang bersamaan juga sedang menyelesaikan skripsi. Ia baru saja menjalani sidang skripsi pada 14 Agustus lalu. 

Untungnya pihak kampus juga mendukung keterlibatan Setia di Asian Games. Meski ada revisi yang harus dikerjakan, ia justru diberikan kelonggaran agar fokus pada latihan untuk Asian Games. 

Ada delapan negara yang berkompetisi di Pro Evolution Soccer. Mereka dibagi jadi dua grup. Grup A terdiri dari Iran, Hong Kong, Kazakhstan dan Malaysia, sementara Grup B diisi Indonesia, Vietnam, Jepang dan India.

Jepang dan Vietnam dianggap sebagai lawan tangguh oleh Setia karena pemain dari dua negara lebih berpengalaman dari Indonesia. 

“Vietnam sudah tiga tahun terakhir juara terus,” ungkap dia.

Sama seperti atlet di olahraga tradisional, Setia juga menganalisa karakteristik permainan lawan untuk membuat strategi agar bisa merebut kemenangan. 

Menjelang pertandingan pada 1 September mendatang, dia dan Elga masih terus berlatih dan menjaga kesehatan agar kondisi tubuhnya prima pada hari H.

PES adalah seri gim keluaran perusahaan Konami yang awalnya dikenal sebagai gim konsol pada 1995. Kini, gim ini juga bisa dimainkan di perangkat komputer, PlayStation, Xbox One juga perangkat seluler. Secara global, seri gim ini sudah terjual lebih dari 100 juta kopi.

Baca juga: Mengenal eSports di Indonesia, dulu dan sekarang

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018