Sweida, Suriah, (ANTARA News) - Nashat Abu Amar, yang berusia 40 tahun, menerima telepon mendesak dari istrinya, yang ketakutan, sebelum fajar pada 25 Juli.

Sang istri memberitahu dia bahwa anggota IS berada di luar pintu depan rumah mereka dan berusaha menerobos ke dalam rumah mereka.

Lelaki itu baru saja menjalani giliran kerja malam di satu rumah sakit di kota kecil yang berdekatan di luar desanya, Shbeki, di pinggir timur Provinsi Sweida di Suriah Selatan.

Dengan terkejut setelah menerima telepon itu, ia bergegas menemui rekan kerjanya dan mencari siapa saja yang memiliki mobil untuk meminta rekannya mengantar dia pulang untuk mempertahankan istrinya, serta ibunya --yang berusia 75 tahun-- dan tiga anaknya, yang paling tua adalah anak lelaki yang berusia 11 tahun.

Saat sampai di pinggir desa dan berusaha mencapai rumahnya, lelaki tersebut ditembak di kakinya oleh seorang petempur IS yang menutup Shbeki.

Teman-temannya dengan cepat membawa dia ke rumah sakit tapi istrinya terus menelepon dia, untuk bertanya mengapa ia belum juga muncul sementara para penyerang menerobos ke dalam rumah mereka.

Ammar tak bisa memberitahu istrinya bahwa ia ditembak karena khawatir istrinya makin khawatir, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam. Tapi lukanya menyiksa dia dengan kesalahan sebab ia mengatakan lebih baik ia mati karena membela keluarganya daripada dirawat di rumah sakit.

Belakangan lelaki tersebut mendapat kabar bahwa keluarganya dibawa pergi sebagai sandera oleh anggota IS, yang menyerang Shbeki dan empat kota kecil lain di pinggir timur Sweida sebelum fajar pada 25 Juli.

Serangan besar pertama bahkan diwarnai dengan pemboman bunuh diri di dalam Sweida, sehingga lebih dari 260 orang meninggal selama seluruh serangan itu.

Lelaki tersebut kemudian mengatakan ibunya, yang sudah berusia lanjut, tak bisa jalan kaki dan ia ditembak hingga menemui ajal di bagian timur desa tempat tinggalnya oleh para penangkapnya.

"Ibu saya berusia 75 tahun dan menderita gangguan jantung dan ... ditembak hingga meninggal," ia mengenang, dengan air mata mengalir di pipinya dan suara serak.

Di Shbeki, desa kecil dengan 200 warga, kebanyakan orang di sana adalah kerabat. Ketika gerilyawan garis keras menyerang, mereka membawa orang dari rumah yang kaum prianya tidak berada di rumah karena bekerja malam atau keluar negeri.

Para penyerang memperoleh keterangan mengenai rumah itu dari kaum Badui, yang sering mengunjungi desa tersebut.

Pria lain menghadapi para penyerang sebab sebagian besar dari mereka memiliki senapan dan mulai mempertahankan diri.

Jawdat Abu Amman, sepupu Nashat Abu Ammar, berada di Arab Saudi bersalah dengan dua saudaranya ketika serangan terjadi. Setelah mengetahui perempuan dan anak mereka dibawa pergi, mereka pulang ke Shbeki tiga hari kemudian.

Karena tak bisa memasuki rumah mereka akibat semua emosi berkecamuk di dalam diri mereka, mereka memutuskan untuk menunggu keluarga mereka dibebaskan dan memasuki rumah mereka bersama-sama.

"Saya merasa sakit sebab saya tak ada di sini untuk mempertahankan keluarga saya. Perasaan ini seperti luka besar yang dalam, tapi kami memiliki kepercayaan kuat pada militer kami, presiden kami dan kami percaya bahwa keluarga kami yang diculik akan pulang dengan selamat," kata lelaki tersebut kepada Xinhua.

Ia juga mengambil senapan dan mengenakan pakaian tradisional Sweida --kopiah putih, baju dan celana panjang lebar warna hitam-- bersama saudaranya saat mereka mulai berpatroli di kota kecil itu untuk berjaga-jaga kalau-kalau IS melancarkan serangan mendadak.

Anggota IS menculik lebih dari 30 orang ketika mereka mundur akibat perlawanan warga lokal dengan dukungan militer. Selama bentrokan, 60 orang tewas di desa tersebut.

Gerilyawan kemudian merundingkan nyawa para sandera sebagai imbalan bagi militer Suriah mengizinkan anggota IS yang terkepung di Provinsi Daraa, yang berdekatan, pergi.

Militer belakangan merebut Daraa dan mengepung anggota IS di Perbukitan Tulol As-Safa di pinggir timur Sweida, yang terpencil.

Keluarga orang yang diculik menyeru masyarakat internasional dan organisasi kemanusiaan agar membantu mewujudkan pembebasan keluarga mereka dari cengkeraman IS.

Pegiat mengatakan perundingan antara pihak Suriah dan IS di bawah penengahan Rusia belum menghasilkan dibebaskannya orang yang diculik.

Namun kaum pria di Shbeki mengatakan mereka memiliki kepercayaan pada pemimpin Suriah untuk mewujudkan pembebasan keluarga mereka.

Kaum pria itu kelihatan kuat, meskipun setiap kali mereka mengingatkan kaum perempuan dan anak mereka, air mata berlinang dan mereka menolak untuk memasuki rumah mereka. Mereka memperlihatkan lubang bekas peluru dan bekas serangan IS terhadap rumah mereka.

 

Pewarta: Antara
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2018