...melalui media sosial, penggiringan opini yang memanfaatkan jaringan telematika global bahkan sanggup menimbulkan kegaduhan, perpecahan, dan instabilitas suatu negara yang berpotensi mengancam keberlangsungan kebhinekaan, ideologi negara..."
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung HM Prasetyo mengingatkan jajaran intelijen kejaksaan terkait perang asimetris yang tidak kasat mata, berupa serangan non-militer berpola isu, tema, skema menggunakan peralatan dan teknologi canggih.

"Kemudian melalui media sosial, penggiringan opini yang memanfaatkan jaringan telematika global bahkan sanggup menimbulkan kegaduhan, perpecahan, dan instabilitas suatu negara yang berpotensi mengancam keberlangsungan kebhinekaan, ideologi negara, dan demokrasi," katanya melalui sambutan yang dibacakan Wakil Jaksa Agung RI Arminsyah dalam Rakernis JAM Intelijen di Jakarta, Selasa.

Fenomena tersebut juga diprediksi akan mengalami peningkatan signifikan sepanjang setahun ke depan mengingat Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Umum pada tahun 2019 yang acapkali masih diwarnai dengan tindakan peretasan website pemerintah, black campaign melalui sarana media sosial yang dilakukan dengan menyebarkan ujaran kebencian, berita hoax, palsu, negatif, dan menyesatkan.

Menyadari betapa besarnya tantangan yang dihadapi, maka aparat intelijen Kejaksaan tidak boleh bekerja secara serampangan atau bersifat pasif menunggu di belakang meja, melainkan harus secara pro-aktif mengikuti dan meng-update pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat dan canggih agar nantinya dapat memanfaatkan, mengaplikasikan, dan turut menggunakannya. 

Oleh sebab itu, keberadaan situs Jaksa Garda Negeri (Jaga Negeri) dan Aplikasi Jaksa Galang Desa (Jaga Desa) sebagai sistem informasi dan deteksi dini dalam rangka menjalankan fungsi PAKEM, Pengawasan Barcet, dan PORA dengan melibatkan partisipasi masyarakat perlu terus dikembangkan dan dioptimalkan.

Melalui hal tersebut, maka dirinya yakin dan percaya bahwa ke depannya, intelijen Kejaksaan mampu memanifestasikan insan intelijen yang tidak hanya berkualitas dengan kompetensi yang mumpuni.

Tetapi juga solutif memiliki inovasi yang relevan, serta adaptif menjawab dinamika tantangan yang ada dalam menjalankan peran dan tanggung jawab yang senantiasa dijaga dengan mengedepankan loyalitas, dedikasi dan integritas moral yang dapat dipercaya, katanya. 

Serta memberikan informasi dan pertimbangan valid kepada pimpinan untuk dijadikan bahan dalam mengambil keputusan, katanya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyebutkan Program Tangkap Buronan (Tabur) 31.1 yang hingga akhir bulan Agustus tahun 2018 telah berhasil mengamankan 154 buronan.

Program Tabur 31.1 yakni 31 kejaksaan tinggi setiap bulannya harus menangkap satu buronan. 

"Saya juga mengapresiasi pelaksanaan Program Tangkap Buronan (Tabur) 31.1 yang hingga akhir bulan Agustus tahun 2018 telah berhasil mengamankan 154 buron dalam lingkup nasional," katanya.

Baca juga: Kejagung tangkap 154 buron lewat Tabur 31.1

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018