Kendaraan yang akan terkena dampak langsung adalah mobil yang memiliki kapasitas mesin di atas 3.000 cc dan yang dikategorikan sebagai supercar.
“Tapi kalau yang sudah on the way, ya dilanjutkan saja. Untuk kategorinya dari sisi harga sudah tinggi dan kita sudah punya kriteria sesuai PPn BM. Misalnya kategori supercar. Kan tidak ada supercar yang tidak mewah,” kata Airlangga di Jakarta, Kamis.
Dari sisi jumlah, lanjutnya, sebenarnya kuota impor mobil mewah selama ini termasuk kecil untuk Indonesia. Namun dengan pelarangan impor mobil mewah ini, pemerintah ingin menunjukkan komitmennya pada produksi mobil dalam negeri.
“Memang dari segi jumlahnya tidak besar, tetapi melalui kebijakan ini menjadi signal bahwa kita prioritaskan pada produksi nasional yang ikut menggerakan ekonomi kita,” jelasnya.
Pemerintah berharap dengan kebijakan pengendalian impor termasuk untuk mobil mewah, membuat industri otomotif dalam negeri dapat meningkatkan kapasitas ekspornya agar bisa mendatangkan devisa bagi negara.
Airlangga pun menyebutkan beberapa sektor andalan yang dapat memacu nilai espor, antara lain industri makanan dan minuman, industri bahan kimia dan barang kimia, industri pengolahan logam, industri tekstil dan produk tekstil, serta industri pengolahan karet.
“Jadi kita berharap sekarang industri bisa melihat kesempatan ini untuk mengganti produk impor, karena sekarang barang itu jadi lebih mahal menjadi 15-20 persen. Ini yang kita bikin pemihakan pada industri dalam negeri,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rabu (5/9/2018).
Dengan penyesuaian tarif baru itu, beban impor yang selama ini menggerogoti devisa negara bisa berkurang sebesar 2 persen dibandingkan tahun 2017.
“Untuk studinya, kenaikan 2-4 persen tarif bea masuk, nilai impor kita akan turun sekitar 1 persen. Jadi kalau PPh dianggap kurang lebih sama dengan bea masuk, penurunan impor sekitar 2 persen year on year,” imbuhnya.
Baca juga: Pemerintah finalisasi kebijakan pembatasan impor produk
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018