Bandarlampung (ANTARA News) - Tim gabungan yang mengusut dugaan peracunan mengakibatkan kematian dua ekor gajah liar, dari enam ekor kawanan "Davit Chang" pada pertengahan Juli 2007 lalu, di Kabupaten Tanggamus, Lampung, telah minta keterangan sedikitnya 10 orang saksi warga masyarakat yang dianggap mengetahui matinya gajah itu. Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Lampung, Ir Agus Harianta MSc, di Bandarlampung, Rabu petang, membenarkan tim gabungan melalui kepolisian dari Polres Kabupaten Tanggamus, dibantu penyidik PPNS Polhut, telah mendalami keterangan dari puluhan saksi itu. "Mereka sudah diperiksa dan dimintai keterangan yang diperlukan," ujar Agus pula. Namun dia belum bersedia membeberkan hasil pengusutan dan keterangan dari para saksi itu, apakah telah mengarah kepada siapa saja pelaku peracunan yang mengakibatkan dua ekor gajah liar tersebut sampai mati dan ditemukan telah menjadi bangkai. Dua dari enam ekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) liar itu, kedapatan oleh warga setempat telah menjadi bangkai di Ulu Semong, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus pada pertengahan Juli 2007 lalu. Hasil otopsi menunjukkan, seekor diantaranya dipastikan mati akibat racun yang masuk ke tubuhnya. Seekor lainnya tidak diketahui persis penyebab kematiannya. Guna mengusut dugaan peracunan dilakukan oknum warga secara sengaja --diduga karena kesal karena kawanan gajah liar itu sering mengganggu mereka-- dibentuk tim gabungan dari unsur Polres Tanggamus, BKSDA Lampung, dan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Kepala BKSDA Lampung, Agus Harianta menyatakan, informasi dari tim gabungan melalui Polres Tanggamus hingga kini belum diketahui adanya tersangka yang terindikasi terlibat dalam peracunan gajah itu. "Belum ada, tapi pengusutan terus berlanjut, mudah-mudahan dapat segera diketahui siapa pelakunya," ujar Agus lagi. Kematian dua ekor gajah liar itu menimbulkan keprihatinan kalangan LSM lingkungan dan pencinta satwa di Lampung yang mengecam tindakan sepihak sampai membunuh satwa liar yang dilindungi dimaksud. Diduga, warga sekitar hutan TNBBS yang kerap diusik oleh kawanan gajah liar "Davit Chang", meluapkan kekesalan mereka dengan cara meracuni gajah-gajah itu. Apalagi sejak tahun 2006 hingga saat ini, kawanan "Davit Chang" telah mengakibatkan enam warga di Tanggamus tewas yang dipastikan akibat serangan gajah liar yang dikenali oleh warga sebagai kawanan gajah liar yang "beringas" dan setiap saat akan mengancam jiwa mereka. Rencana untuk memindahkan (relokasi) kakwanan gajah liar "Davit Chang" itu belum dapat direalisasikan, karena masih menunggu dukungan pendanaan serta pilihan alternatif terbaik untuk menanganinya. Gajah Sumatera merupakan satwa liar terancam punah sehingga harus dilindungi, dengan populasi di hutan di Lampung dalam beberapa tahun terakhir diperkirakan semakin berkurang, antara lain akibat tekanan pada habitat dan perburuan liar maupun perdagangan gading serta bagian tubuh satwa itu. Khusus di hutan TNBBS diperkirakan populasi gajah liar masih mencapai 500 hingga 600-an ekor, dan di hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Lampung Timur populasi gajah liar itu diperkirakan masih 250-an ekor. Kawanan gajah liar yang tinggal empat ekor itu, salah satunya telah dipasangan "satellite-collar" di tubuhnya, sehingga dapat terlacak dan terdeteksi gerakan dan aktivitasnya setiap saat oleh petugas yang memonitornya. Dipastikan dua ekor gajah liar yang mati bukanlah yang dipasangi alat pelacak itu dan bukan pula gajah liar pincang yang dijuluki "Davit Chang". (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007