Intinya tidak pernah kekurangan bibit, tapi setelah disaring bagaimana membentuk dan mengembangkan para atlet itu. Itu hal yang paling krusial,
Jakarta, (ANTARA News) - Sebuah papan dengan tulisan "Ranking 1" hingga "Ranking 10" bersama foto-foto pebulu tangkis dunia menyambut atlet usia dini binaan Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum saat mereka memasuki GOR Jati dari asrama tempat mereka tinggal di komplek yang sama di Kudus, Jawa Tengah.

Di antara foto-foto tersebut terdapat atlet-atlet senior seperguruan mereka, seperti Kevin Sanjaya Sukamuljo, Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad.

Itu adalah papan informasi peringkat dunia versi Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) yang selalu diperbaharui setiap ada perubahan oleh induk olahraga tepok bulu sedunia tersebut.

Hanya dengan memutarkan pandangan sekira 120 derajat, di tembok arah berlawanan terdapat papan informasi peringkat atlet bulutangkis kelompok usia di bawah 17 tahun (U-17) nasional yang bersematkan sejumlah nama. Papan yang huruf-hurufnya menggunakan warna merah menandakan atlet binaan PB Djarum.

Pemandangan demikian setidaknya dihadapi dua kali dalam sehari oleh para atlet-atlet binaan memasuki GOR Jati, untuk melakoni sesi latihan dipacu semangat agar suatu saat nama dan foto mereka terpampang di papan-papan nan membanggakan itu.

Kendati secara resmi GOR Jati baru mulai melahirkan pebulu tangkis kelas dunia, termasuk Kevin Sanjaya, mulai 2006 semenjak fasilitas latihan utama PB Djarum di Kudus itu didirikan, namun Kudus dan PB Djarum semenjak dahulu kala adalah pabrik penghasil pebulu tangkis kelas dunia.

Sejak berdiri pada 1969 yang diawali untuk mewadahi kegemaran karyawan perusahaan induknya, Djarum, melakoni olahraga tepok bulu, PB Djarum telah melahirkan nama-nama besar seperti Liem Swie King, Kartono, Rudy Heryanto, Ardy B. Wiranata, Alan Budi Kusuma, Eddy Hartono, Gunawan, Christian Hadinata, Haryanto Arbi, Sigit Budiarto dan tentunya Kevin Sanjaya.



Estafet

Setelah beberapa dasawarsa menelusuri klub-klub bulutangkis lain yang melakukan pembinaan sejak usia dini di kota-kota lain, PB Djarum sejak 2006 membuka Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis untuk memberikan kesempatan bagi pebulutangkis muda untuk memperlihatkan kebolehannya di hadapan tim pencari bakat yang terpercaya.

Kevin Sanjaya yang prestasi teranyarnya adalah mempersembahkan medali emas ganda putra Asian Games 2018 berpasangan dengan Marcus Fernaldi Gideon merupakan salah satu angkatan awal dari hasil audisi umum.

Bahkan Kevin sempat gagal masuk ke PB Djarum dalam percobaan pertamanya, sebelum tahun berikutnya ia masuk ke klub yang disebutnya memberikan fasilitas secara menyeluruh kepada atlet-atlet binaannya.

"Memang itu maunya saya, karena menurut saya Djarum itu sudah terbaik lah di Indonesia ini. Karena dia punya fasilitas yang menurut saya sangat baik di semua aspek, kayak latihan, asrama, dari gizi segala, bener-bener support kita," kata Kevin dalam sebuah kesempatan usai menerima bonus dari PB Djarum atas emas Asian Games 2018 yang didapatkannya di Kudus, Kamis (6/9).

"Buat mereka yang masuk di Djarum itu sangat beruntung, ya, buat saya, lebih dari cukup semuanya, jadi jangan pernah disia-siakan waktunya di Djarum," ujarnya menambahkan.

Pernyataan Kevin itu ditujukan kepada para peserta audisi umum, yang sejak 2014 mulai digelar di banyak kota sebelum fase finalnya tetap digelar di Kudus.

Tahun 2018, gelaran serupa juga dilakukan oleh Djarum Foundation yang menarik 5.957 peserta dari 32 provinsi di seluruh Indonesia sampai akhirnya 221 peserta memperoleh super tiket untuk menjalani fase final di Kudus.

Fase final akhirnya diikuti 219 peserta yang mendaftarkan diri ulang dan selama tiga hari penyelenggaraan terpilihlah 50 peserta yang berlanjut ke Tahap Karantina di Kudus pada 10-15 September 2018.

Manajer Tim PB Djarum Fung Permadi menjelaskan nantinya dari tahapan karantina tersebut akan terpilih sekira 30-an atlet muda yang menjadi penerima beasiswa bulutangkis Djarum.

Sebelumnya pada 2017 terdapat 27 pebulu tangkis muda yang menerima beasiswa bulutangkis Djarum.
 
Gedung Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum yang bersatu dengan GOR Jati di Kudus, Jawa Tengah, tempat fase final Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis 2018 digelar pada 7-9 September 2018. (ANTARA/Gilang Galiartha)

Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin, menegaskan bahwa audisi umum tersebut digelar sebagai upaya untuk melanjutkan tongkat estafet prestasi bulutangkis, salah satu olahraga yang paling sering mengibarkan bendera Merah Putih di pentas dunia.

"Olahraga di Indonesia bukan cuma bulutangkis memang, tapi bulutangkis salah satu yang sering bikin bangga, itu yang berusaha kita jaga terus," kata Yoppy.

Bahkan untuk tahun 2019, Djarum Foundation akan berusaha memperluas pola seleksi bibit-bibit potensial yang tidak hanya berupa audisi umum sebagaimana digelar di delapan kota pada 2018.

Menurut Yoppy pihaknya berusaha untuk menyisir bibit yang ada lewat klinik pelatihan yang akan digelar di lebih banyak kota.

"Namun pada saat bersamaan `coaching clinic` itu bisa menghasilkan super tiket, karena kami bawa pelatih untuk melihat, mengamati dan memilih langsung jika ada talenta berpotensi," kata Yoppy.



Efisiensi Pembinaan

Fung mengungkapkan pihaknya saat ini berusaha melakukan dua hal untuk terus mengefisiensikan pembinaan atlet-atlet bulutangkis juara dunia yang dibidik sebagai tujuan akhir PB Djarum.

Pertama proses seleksi atlet lewat jalur audisi umum dengan secara spesifik mencari atlet yang dinilai bisa dibina secara efektif, efisien dan dalam waktu secepat mungkin.

"Karena kita beradu cepat dengan dunia, siapa lebih cepat maju bakal dapat hasil yang lebih baik," kata Fung.

"Kami ingin memangkas waktu pembinaan dari 6-7 tahun, di antaranya dengan melihat aspek atlet mind, body and soul yang komplet. Itu harus ada kekompletan tidak boleh ada kekurangan menonjol dari salah satu aspek," ujarnya menambahkan.

Kemudian yang kedua, PB Djarum juga berusaha untuk meningkatkan standard kualitas para pelatih mereka, dengan tujuan agar bisa membuka wawasan lebih banyak dalam hal acuan-acuan yang bisa dipelajari.

"Sebab bulutangkis terus mengikuti perkembangan jaman, yang dibutuhkan sekarang belum tentu sama dengan yang sudah-sudah. Kita memacu membuka wawasan, teliti, menentukan pilihan dan lebih berani bertanggung jawab," ujarnya.

Dua hal itu ditempuh sebab menurut Fung Indonesia tidak pernah kekurangan bibit pebulu tangkis, namun untuk menentukan bibit yang unggul aspek postur tubuh dan teknik tak semata-mata jadi yang utama, seringkali faktor internal atlet bisa lebih menentukan.

Kemudian setelah menemukan bibit yang berkualitas luar dalam menjadi tugas pelatih yang berwawasan dan memiliki standard kualitas tinggi untuk mengarahkannya menjadi pebulu tangkis juara dunia.

"Intinya tidak pernah kekurangan bibit, tapi setelah disaring bagaimana membentuk dan mengembangkan para atlet itu. Itu hal yang paling krusial," kata Fung.

Upaya Fung didukung penuh oleh Project Manager Bakti Olahraga Djarum Foundation, Budi Darmawan, yang menegaskan pihaknya akan terus berupaya untuk mencari cara terbaik menjaring bibit-bibit pebulu tangkis kelas dunia.

"Kita mengerti betul bahwa dari hari ke hari tuntutan ekosistem bulutangkis semakin berkembang, apa yang dikembangkan Koh Fung itu bagian dari upaya kita," kata Budi.

"Semoga tuntutan itu bisa segera dipenuhi," ujarnya menambahkan.

Harapan itu tentu bukan semata menjadi monopoli Budi atau PB Djarum saja, sebab jika rute Kudus-juara bulutangkis dunia yang selama ini sudah berlangsung tetap lestari, kebanggaan adalah milik semua. Siapa kita? Indonesia!*

Baca juga: Tahap karantina diikuti 50 peserta Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis

Baca juga: PB Djarum ingin pangkas masa pembinaan lebih efektif


 

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018