Mekkah (ANTARA News) - Tahun Baru Islam 1 Muharram  1440 Hijriah merupakan babak baru bagi umat muslim di Indonesia karena masyarakat akan dihadapkan pada agenda Pemilihan Umum Legislatif dan Pilpres yang bertepatan dengan tahun 2019 Masehi.

Perbedaan pilihan politik jangan sampai membuat umat Islam yang sejatinya ibarat satu tubuh menjadi tercerai berai. Perbedaan sikap politik itu seharusnya menjadi khasanah demokrasi dalam dunia Islam, khususnya Indonesia.

Persatuan umat Islam di Indonesia saat ini juga semakin rentan di tengah perkembangan perpolitikan yang sarat dengan isu-isu di media sosial yang tidak terverifikasi kebenarannya bahkan kabar bohong atau hoaks (hoax).

Atas fenomena itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi berharap umat Islam mampu menatap masa depan dengan penuh perdamaian dan toleransi dalam memasuki tahun politik pada bulan hijriah atau bermakna hijrah itu.

"Perbedaan pilihan tidak harus diwarnai dengan saling menjelekkan dan memfitnah, menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. Karena hal tersebut selain tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat juga dapat menimbulkan gesekan dan retaknya bangunan kebangsaan kita," katanya.

Menurut dia, terdapat hal penting dari kontestasi politik yaitu menjadikan perbedaan aspirasi sebagai rahmat untuk saling menghormati dan memuliakan agar persaudaraan (ukhuwah) Islamiyah, persatuan umat (wihdatul ummah) dan kebangsaan tetap terpelihara.

MUI menyeru kepada kaum Muslimin untuk mengembangkan sikap toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun) dan bersikap adil (i`tidal) dalam menjalankan ajaran agama, agar tidak terjebak pada pertentangan dan perselisihan sempit (furuiyyat) dalam menjalankan ajaran agama.

MUI uga mengimbau umat para politisi untuk bisa menahan diri dalam mengekspresikan politiknya termasuk dalam menyampaikan pernyataan pendapat agar tidak membuat suasana semakin panas, tegang dan penuh dengan kecurigaan.

Zainut Tauhid berharap di momentum di Tahun Baru Islam 1440 Hijriah setiap warga Indonesia dapat meningkatkan amal kebajikan agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat manusia, bangsa dan negara.

Terkait iktikad politik, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan tahun baru Islam harus menjadi momentum berhijrah kepada tempat yang lebih mulia. Tahun baru Islam yang diwarnai kontestasi politik harus dimaknai dengan damai dan meriah, bukan justru saling bermusuhan.

"Selamat memulai Tahun Baru Islam. Kuatkan semangat 'hijrah' ke segala yang lebih baik dan tinggalkan semua yang jadikan lebih buruk. Apalagi di tahun politik seperti sekarang ini," katanya.

Sementara itu lewat akun Twitternya, politikus kawakan Prabowo Subianto memiliki asa agar Tahun Baru Hijriah bisa memberi berkah dengan Allah memberikan rahmat dan barokahnya demi kebaikan bangsa dan negara.

"Semoga di tahun baru ini, Allah SWT terus menurunkan rahmat dan barokahnya kepada bangsa kita, menjadi bangsa yang besar dan kuat. Menjadi negeri yang 'baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur'. Aamiin," tulis Prabowo.

Tidak ketinggalan, rival politik dalam beberapa tahun terakhirnya yaitu Presiden Joko Widodo juga memiliki pesan terkait Tahun Baru Islam lewat cuitan di akun Twitternya. Menurut kepala negara, Hijriah yang baru harus bisa dipetik nilainya bahwa setiap warga Indonesia harus bisa beralih menjadi pribadi-pribadi yang siap bekerja keras.

Maka, apapun tantangan ke depan bisa dihadapi dan dapat berkontribusi dalam membangun Indonesia ke arah yang lebih baik. "Dengan kerja keras dan berharap rida-Nya, kita berhijrah menuju Indonesia yang maju," kata dia.

Tundukkan Setan

Bagi umat Islam, segala muara dosa adalah godaan setan yang terkutuk. Setanlah yang menggoda manusia pertama yaitu Nabi Adam dan Siti Hawa untuk berbuat dosa sehingga harus turun dari surga ke bumi. Setan juga akan menggoda setiap anak Adam hingga akhir zaman.

Momentum tahun baru Islam, sudah seharusnya menjadi refleksi sekaligus titik tolak seorang Muslim untuk terus memperbaiki diri sehingga bisa menundukkan godaan setan.

Setali seikat dengan setan adalah hawa nafsu manusia. Hawa nafsu juga jika tidak dikendalikan umat manusia sejatinya dia akan lepas kendali sampai bisa merugikan orang lain dan lingkungan. Bisa dibayangkan hawa nafsu yang diumbar bisa memicu pemerkosaan, perampasan hak-hak orang lain, eksploitasi alam berlebih, pembunuhan, ketamakan, korupsi dan tindakan negatif lainnya.

Budayawan dan penyair Mustofa Bisri (Gus Mus) mengatakan kemampuan manusia menundukkan setan dan hawa nafsu akan menjadi kunci seorang hamba mendapatkan ridha ilahi. Mengalahkan dua musuh nyata manusia itu akan menyempurnakan hubungan seorang hamba dengan Tuhannya sekaligus manusia dengan sesamanya.

Upaya menundukkan setan dan hawa nafsu itu sendiri harus dilakukan manusia di sepanjang hayatnya. Upaya itu merupakan peperangan yang tidak akan ada habisnya sehingga harus selalu konsisten dalam menundukkannya.

Tidak kalah penting dari upaya-upaya itu adalah agar manusia selalu meminta pertolongan Allah untuk dimudahkan dalam peperangan yang tidak akan pernah berakhir hingga seorang insan menghembuskan napas terakhirnya.

"Semoga di tahun baru ini Allah senantiasa menolong kita melawan dan menundukkan setan dan hawa nafsu kita. Menolong kita memperbaiki dan menyempurnakan kemanusiaan dan kehambaan kita," kata Gus Mus lewat akun Twitternya.

Pada akhirnya, muara dari Tahun Baru Islam 1440 Hijriah ini semua pihak mengharapkan perbaikan yaitu berhijrah dari hal lama ke yang baru, dari buruk ke yang lebih baik.

Baca juga: Basarah minta umat Islam teladani toleransi bernegara warisan Nabi Muhammad
Baca juga: Ribuan warga Biak Papua jalan sehat 1 Muharam

 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018