Jakarta  (ANTARA News) - Proses belajar membaca dan menulis para generasi terdahulu tentu tidak asing dengan nama Budi, ibunya, dan Wati yang sedang melakukan sesuatu dalam buku pelajaran disertai gambar.

Namun pernahkah tahu atau memertanyakan kenapa harus Budi, ibunya, dan Wati? Seringkali anak-anak generasi dulu melewati pertanyaan itu dengan hanya belajar membaca tanpa tahu maksudnya.

Berbeda dengan metode belajar membaca dan menulis yang diperkenalkan oleh seorang dokter asal Italia yaitu dr Maria Montessori melalui metode yang dinamakan Montessori.

Praktisi pendidikan sekaligus Kepala Sekolah Aluna Rina Jayani dalam suatu kelas "Belajar Baca dan Tulis dengan Metode Montessori" yang dikhususkan untuk para orang tua menjelaskan, bahwa metode Montessori menekankan pada proses dan pemahaman makna si anak dalam belajar membaca.

Pemahaman makna pada suatu kata atau kalimat mutlak harus dikuasai oleh anak agar mereka tidak mempelajari apa yang tidak mereka pahami.

Ada beberapa poin filosofi metode montessori dalam proses belajar baca tulis. Yaitu anak harus memiliki kosakata yang cukup terlebih dulu, diawali dengan belajar menulis lebih dulu baru membaca, memulai dengan hal konkret (bentuk) lalu ke abstrak (tulisan), belajar dari yang termudah ke sulit, dan melakukan pengulangan berkali-kali untuk menguasai dengan baik.

Anak yang hendak belajar membaca akan sangat baik apabila dibekali dengan kosakata yang melimpah sebelumnya. Rina menerangkan pentingnya orang tua untuk memberikan kosakata kepada anak secara tidak langsung melalui bercerita, membaca buku, pantun atau puisi, atau yang paling digemari ialah menyanyikan lagu.

Baca buku sudah tentu menyimpan banyak kata-kata baru. Bonusnya, literasi anak akan meningkat dengan gemar membaca buku. 

Sedangkan lagu adalah cara yang paling memudahkan anak dalam menghafal sesuatu. "Biasanya dengan lagu, anak mudah menghafalnya. Dengan bernyanyi tujuannya untuk anak memaknai dengan baik," kata Rina.

Dalam metode montessori, anak diajarkan menulis lebih dulu sebelum belajar membaca. "Karena membaca membutuhkan skill yang lebih banyak ketimbang menulis," kata Rina yang menerapkan metode montessori di Sekolah Aluna.

Anak usia dua tahun sudah dipersiapkan untuk belajar menulis melalui kegiatan praktik kehidupan sehari-hari. Contohnya menyendok biji-bijian dari satu mangkuk ke mangkuk lain, menjepit bola-bola kapas, menuang air dan lain-lain yang tujuannya adalah untuk menguatkan tiga jari anak guna memegang alat tulis.

Jika anak sudah mantap dalam menggenggam pensil dengan benar, barulah berlanjut ke tahap selanjutnya yang dinamakan "insets for design".
 
Aparatus Insets for Design untuk latihan persiapan belajar menulis. (ANTARA/Aditya Ramadhan)


Alat tersebut terbuat dari selembar papan yang di bagian tengahnya bolong dengan berbagai macam bentuk seperti lingkaran, segi tiga, persegi, trapesium dan sebagainya. Anak belajar menggambar berbagai bentuk menggunakan panduan papan itu dengan prinsip dari kiri ke kanan, atas ke bawah, sesuai dengan kaidah menulis.

Belajar alfabet

Dalam metode montessori, huruf-huruf alfabet dibahasakan dengan bunyi huruf atau fonik. Suara setiap huruf yang dikeluarkan bukan seperti dalam lagu "A B C", tapi diubah menjadi suara saat bagaimana huruf berbunyi dalam setiap kata.

Misal pada huruf C, dibunyikan "Ch" bukan "Ce". Tujuannya agar anak melafalkan bunyi yang sama pada setiap kata seperti "chukup", "chantik", bukannya "ceukup", "ceantik".

Sehingga lagu yang dinyanyikan pun berubah bukan "A B C D E F G...", tapi "a untuk apel, a a a, b untuk bola, bh bh bh," dan seterusnya. Lagi-lagi dengan bernyanyi agar anak mulai usia 2,5 tahun dan tiga tahun ke atas pun sudah bisa mempelajarinya.

Filosofi lain dalam belajar baca dan tulis metode montessori ialah belajar dari konkret ke abstrak. Yang dimaksud konkret ialah secara nyata yaitu empat dimensi.

Contohnya seperti belajar kosakata sapi melalui mainan sapi yang bisa diraba tiap bagian tubuhnya, lalu ke gambar sapi yang dua dimensi, baru ke tulisan yang bentuknya lebih abstrak hanya terdiri dari rangkaian huruf.
 
Suasana kelas "Belajar Baca dan Tulis dengan Metode Montessori" di Sekolah Aluna Jakarta Selatan, Sabtu (8/9/2018). (ANTARA/Aditya Ramadhan)


Begitu juga dengan huruf dan angka dibuat lebih konkret agar anak betul-betul memahami bentuknya. Di metode montessori, terdapat dua aparatus huruf konkret yaitu "large moveable alphabet" (LMA) dan huruf raba.

LMA adalah huruf yang dibentuk dari kayu sehingga anak benar-benar tahu bagaimana bentuknya. Dengan LMA, anak bisa menyusun suatu kata dengan menjajarkannya dalam satu baris.

Sementara huruf raba adalah huruf timbul dengan tekstur kasar seperti amplas untuk diraba oleh anak menggunakan dua jarinya. "Raba dengan dua jari, alurnya mengikuti sama seperti gerakan menulis huruf tersebut," kata Rina.

Anak usia 2,5 tahun hingga tiga tahun ke atas sudah bisa belajar huruf raba dengan mengenalkan tiga huruf secara bertahap. Anak diajarkan untuk meraba huruf, menyebutkan huruf, atau menunjuk huruf yang disebutkan oleh gurunya.

Di sinilah proses pengulangan dipraktikkan. Anak belajar dengan pengulangan hingga ia benar-benar menguasai, baru berlanjut ke tahapan berikutnya. Setelah itu baru bisa dilanjutkan dengan mencocokkan tulisan dengan gambar, LMA, atau objek (mainan) dari setiap kata.

Namun yang ditekankan Rina dalam mengajarkan anak melalui metode montessori ialah untuk tidak memaksakan. "Di montessori tidak boleh memaksa. Ketika memaksa, anak merasa tertekan, dia jadi tidak mau lagi," kata Rina.

Rina juga mengingatkan agar orang tua sebaiknya tidak langsung mengoreksi ketika buah hati melakukan kesalahan, tapi memberi kesempatan dan membantu anak mencari tahu dan mengoreksi sendiri kekeliruannya.

"Kalau dibilang salah, nanti dikhawatirkan anak tidak mau mencoba lagi, percaya diri anak langsung turun. Di metode Montessori tidak boleh sama sekali menyalahkan anak, tapi langsung diperbaiki," kata Rina. 

Baca juga: Kiat dampingi anak belajar dari praktisi pendidikan
 

Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018