Yogyakarta (ANTARA News) -  Sidang Umum ke-35 International Council of Women memberikan kesempatan bagi ratusan perempuan dari berbagai negara untuk bertatap muka dan berbagi permasalahan yang dihadapi di masing-masing negaranya.
    
Pada Sabtu (15/9),  negara-negara anggota ICW menyampaikan laporannya tentang masalah terkait perempuan yang masih menjadi perhatian mereka, di mana perwakilan dari masing-masing negara anggota memberikan presentasi selama 3 menit.
    
Para pembicara mulai memaparkan sejumlah isu perempuan yang masih menjadi masalah di negaranya, seiring waktu berjalan suasana ruanganpun berubah, dari yang pada awalnya santai dan hangat, menjadi serius dan hening.     

Semua peserta acara mendengarkan satu-persatu paparan, tiga menit demi tiga menit yang singkat namun begitu sarat akan seriusnya persoalan yang sampai hari ini masih dihadapi oleh kaum wanita di seluruh dunia.

Masalah kesehatan masih memiliki prevalensi yang tinggi di berbagai negara. Di Nigeria, contohnya, masih banyak perempuan yang terjangkit HIV dan Aids, yang disebabkan oleh tingginya angka perkosaan di negara tersebut, terutama terhadap anak perempuan dibawah umur. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan karena mengancam keberlanjutan generasi masa depan Nigeria yang akan meneruskan perjuangan para pendahulunya kelak.
Masalah perkosaan dan kekerasan seksual juga diakui masih menjadi masalah bagi perempuan di negara lain di Asia, termasuk India dan Bangladesh.
    
Ketua National Council for Women Society Nigeria Gloria Laraba Shoda mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan kampanye dan pendekatan, baik terhadap penegak hukum serta masyarakat luas, untuk menekan tingginya angka perkosaan serta pernikahan dini di kalangan perempuan bawah umur.
    
Namun, menurut Gloria, permasalahan ini begitu mengakar, terutama di daerah-daerah terpencil di Nigeria, sehingga sulit baginya untuk dapat menahan lonjakan angka itu.
    
Di Indonesia sendiri, pernikahan dini juga merupakan permasalahan yang menjadi perhatian pemerintah, terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). 
    
Pernikahan dini disebut dapat menjadi ancaman bagi keadaan fisik dan mental anak perempuan, serta menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Anak yang dilahirkan dapat menjadi cacat karena alat reproduksi calon ibu belum sempurna, hal itu sekaligus meningkatkan risiko kematian ibu saat melahirkan.

Selain itu, meskipun ibu dan bayi selamat dalam proses persalinan, kondisi psikologis ibu yang masih ana-anak belum siap untuk mendidik anak mereka sendiri menjadi orang dewasa yang berkualitas.
    
Hal tersebut dikatakan oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA dalam rangkaian sesi Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan yang diselenggarakan berbarengan dengan Sidang Umum ICW ke-35 di Yogyakarta.
    
Alih-alih memulai sebuah keluarga dan merawat seorang anak, perempuan muda, terutama yang dibawah umur, berhak dan selayaknya mendapatkan ruang dan sumber daya yang memadai untuk mendapatkan pendidikan, karena itu akan menjadi modal ketika Ia memasuki dunia nyata saat Ia beranjak dewasa.

Presiden National Council of Women Australia Barbara Baikie sebelumnya mengatakan bahwa latar belakang pendidikan merupakan hal yang krusial dalam usaha memberdayakan perempuan, karena tak hanya memberikan bekal untuk terus memberi dirinya masa depan yang baik, namun juga ketahanan terhadap situasi kehidupan yang tak selalu dapat dipastikan.
    
Sayangnya, menurut Barbara, masih sangat banyak perempuan muda di seluruh sudut dunia yang kesulitan mendapatkan akses ke pendidikan yang baik dan berkualitas, termasuk kurangnya informasi yang beredar di masyarakat, lokasi tempat tinggal yang jauh dari institusi pendidikan, bahkan diskriminasi.
    
Tak hanya itu, kebanyakan sekolah juga masih banyak yang tak bisa menjamin kualitas pendidikan yang diberikan kepada anak muridnya. Banyak kelas-kelas yang memuat terlalu banyak murid sehingga tak dapat memenuhi kebutuhan individual dari masing-masing anak, atau kurangnya jumlah guru.
    
Tingginya angka kemiskinan di sejumlah negara tentu juga menjadi salah satu penyebab utama kurangnya akses edukasi bagi perempuan muda dan bawah umur.

Sekertaris Jenderal European Center of the ICW di Lebanon mengatakan bahwa kemiskinan merupakan penyakit yang dapat menghancurkan sebuah negara apabila tidak ditangani dengan baik.
    
"Kemiskinan akan menimbulkan ketakutan dan ketakutan akan menimbulkan kekerasan. Itu adalah siklus yang dapat berlangsung terus menerus," katanya.
    
Kaum perempuan tidak akan dapat bekerja bersama dan saling bahu membahu apabila mereka diselimuti ketakutan dan rasa tidak aman akan diri mereka sendiri, dan menurutnya, penyelesaian masalah, apapun bentuknya, harus dimulai dengan keterlibatan dan kesatuan perempuan.

Perjuangan masih panjang
    
Usaha perempuan untuk mencapai kesejahteraan yang merata masih harus berjalan, karena itulah persatuan antar perempuan menjadi sangat penting, karena mereka memiliki kemampuan untuk membawa perubahan bagi kaumnya sendiri.
    
Sidang Umum ICW ke-35 ini merupakan bukti nyata atas gerakan perempuan yang memiliki keinginan untuk terus mengangkat harkat dan derajat perempuan di seluruh pelosok dunia.
    
Sepanjang acara yang berlangsung dari 13-18 September ini, para peserta tak hentinya berdiskusi mengenai langkah-langkah yang dapat diterapkan untuk mendobrak keterbatasan yang dihadapi oleh perempuan, mencari jalan keluar dan titik terang untuk masa depan generasi penerus mereka.

Tak sedikit dari para peserta yang mengakui bahwa kiprah mereka dalam menghadapi isu perempuan adalah usaha untuk meneruskan pergerakan ibu mereka. Perjuangan kaum perempuan masih sangat panjang, dan mungkin akan harus kembali diteruskan oleh generasi selanjutnya.  
    
Karena itu, perempuan harus saling mendukung dan terus berdiskusi, melalui forum-forum yang melibatkan perempuan dari seluruh dunia, karena selain dapat menyalakan kembali semangat yang mungkin mulai meredup, acara seperti Sidang Umum ICW ke-35 dapat menjadi pengingat bagi para perempuan bahwa mereka tidak sendirian, tetapi mereka memiliki saudari-saudari yang berjuang di garda terdepan bersama mereka.
    
Ribuan figur perempuan berkumpul dalam Sidang Umum Ke-35 ICW, perkumpulan tokoh perempuan dunia yang berafiliasi ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia.

Kedua acara tersebut diselenggarakan oleh ICW, Kowani (Kongres Wanita Indonesia), dan didukung penuh oleh Kementerian BUMN dan 35 BUMN, termasuk Kantor Berita Antara, yang berpartisipasi langsung menyukseskan dua pertemuan tersebut.

Baca juga: Negara anggota ICW laporkan isu perempuan global

Baca juga: Wapres ICW Malta: pendidikan tantangan terbesar pemberdayaan perempuan

Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2018