Yogyakarta (ANTARA News) - Gaya para kaum perempuan di dunia ternyata beragam. Tata rias mereka memiliki solekan yang berbeda-beda.
    Pada  Sidang Umum Ke-35 Dewan Perempuan Internasional (International Council of Women) dan Temu Nasional 1.000 Organisasi Perempuan Indonesia di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta, Minggu, sejumlah kaum perempuan mengenakan riasan dan tata rambut terbaik dari masing-masing bangsanya.
    Ada yang rambutnya bersanggul, menggunakan hiasan bunga merah besar di kepala, berkonde, dan mengenakan kerudung, sebagian besar ciri khas itu dikenakan oleh para ibu bangsa, khususnya dari Indonesia.
    Selain itu, beberapa kaum perempuan asal Korea Selatan yang sudah berumur memperlihatkan riasan yang berbeda.
    Kebanyakan dari "ahjumma" atau bibi dalam bahasa Korea memiliki gaya potongan rambut yang hampir semuanya serupa, yaitu potongan pendek dengan rambut keriting atau bergelombang mengembang.
    Menurut pengamatan Antara pada acara yang dilaksanakan pada 13-19 September itu, sejumlah perempuan delegasi Korea Selatan memiliki model potongan rambut yang sama.
    Salah satu dari kaum ibu yang menggunakan model tersebut yaitu Presiden ICW Jung Sook Kim dan beberapa perempuan delegasi asal Korsel lainnya.
    Berbeda lagi dengan tata rambut yang diaplikasikan oleh beberapa perempuan asal Benua Afrika.
    Sejumlah wanita paruh baya itu memotong rambutnya begitu pendek seperti potongan rambut pria pada umumnya.

 
.


    Sebagian dari mereka juga ada yang mengenakan ikat kepala seperti turban atau sorban.
    Sementara itu, sejumlah perempuan paruh baya asal India, membuat potongan rambut mereka tergerai sepunggung. Ada beberapa diantara mereka yang mengikat mahkota kepalanya hingga leher dan tampil anggun dengan mengenakan kain sari India melekat di tubuhnya.
    Kendati gaya potongan rambut para ibu bangsa berbeda-beda, namun itulah "style" terbaik menurut mereka.
    Selain "style" riasan, kiprah mereka dalam memperjuangkan peran perempuan dan kesetaraan gender juga menjadi  upaya  terbaik yang mereka lakukan.

Setujuan
    Walau penampilan para aktivis perempuan dari seluruh dunia itu berbeda dan memiliki kekhasan masing-masing, namun misi yang dibawa oleh mereka serupa dan setujuan, yakni berupaya meningkatkan kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan.
    Hingga saat ini, menurut salah satu Wakil Presiden ICW Doris Bingley, masih banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga dan pelanggaran HAM kepada perempuan dan anak.
    Hal itu menjadi salah satu dari beberapa tantangan yang harus diatasi oleh organisasi wanita di seluruh dunia.
    Doris mengatakan permasalahan yang muncul terkait dengan persoalan yang menyangkut pelanggaran HAM kepada perempuan akan terus muncul jika pendidikan bagi wanita tidak merata.
    "Pemerataan pendidikan, menjadi kunci pemberdayaan dan perlindungan perempuan. Pendidikan berperan penting untuk bagaimana perempuan dapat belajar dan berbicara menentang kekerasan pelanggaran HAM yang terjadi kepada dirinya," ujar Doris yang telah menjabat sebagai Wapres ICW selama 1 periode selama 3 tahun.
    Doris kembali terpilih sebagai Wapres ICW dengan melalui pemungutan suara yang dilakukan pada Sabtu (15/9).
    Dewan perempuan itu memiliki empat wapres lainnya yang juga terpilih yaitu Linda C. Liu (Taiwan) dengan perolehan 96 suara, Doris Bingley (Malta) 91 suara, Jamal Hermes Ghibril (Lebanon) 84 suara, Fatma Fatos Inal (Turki) 69 suara, dan Giwo Rubianto Wiyogo (Indonesia) 62 suara.
    Doris yang juga merupakan delegasi negara Malta untuk Jaringan Perempuan Negara-Negara Persemakmuran menjelaskan pada saat ini perempuan dapat memanfaatkan teknologi digital untuk belajar dan mendapatkan informasi.
    Hal itu diperlukan agar perempuan dapat meningkatkan kapasitas diri mereka masing-masing dan terisi informasi terbaru mengenai kondisi global kemajuan pergerakan perempuan.
    "Kendati demikian, peran pemerintah dan lembaga legislatif dalam mencakup peran-peran kewanitaan dan peraturan mengenai kesetaraan hak juga menjadi kunci lain pemberdayaan perempuan di masing-masing negara," ujar Doris.
    Peran perempuan juga sangat penting dalam menjaga aspek keamanan bangsa bahkan mulai dari tingkat inti masyarakat yaitu keluarga.
    Direktur Pusat Penelitian Sosial India Dr Ranjana Kumari mengatakan promosi untuk pencegahan dan mengurangi angka tindak kekerasan yang terjadi kepada perempuan harus dilakukan dari lingkungan keluarga di rumah.
    "Yang harus kita mulai lebih dulu untuk mencegah kekerasan adalah membawanya ke rumah, mempromosikan kepada para anggota keluarga mengenai pencegahan kekerasan kepada anak dan perempuan," kata Ranjana dalam paparannya saat diskusi panel rangkaian Temu Nasional 1.000 Organisasi Perempuan Indonesia dan Sidang Umum Dewan Perempuan Internasional pada Kamis (13/9).
    Menurut Ranjana, perempuan dewasa dan remaja putri di rumah juga harus mengetahui hak-hak yang dimilikinya.
    Pendidikan dan pelajaran di sekolah juga menjadi salah satu upaya untuk mempromosikan pencegahan kekerasan kepada perempuan dan anak-anak.
    Kendati kewajiban seorang istri adalah mematuhi suami, namun perempuan tetap memiliki hak-hak khusus dalam kehidupan berkeluarga.
    Ungkapan itu disampaikan oleh salah satu peserta yang Temu Nasional 1.000 Organisasi Perempuan Indonesia, Evi Winaningsih, terkait peran wanita dalam mencegah kekerasan rumah tangga dan menangkal radikalisme.
    Menurut Evi, lelaki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban masing-masing dalam rumah tangga.
    Namun demikian, keduanya harus saling mengingatkan jika ada suatu hal atau keputusan yang keliru dan membawa kerugian bagi keluarga maupun masyarakat, ujar Evi.
    Anggota Ikatan Keluarga Apoteker Provinsi Jawa Barat itu menjelaskan perempuan harus berani "speak up" atau memberi pandangan dalam keluarga jika ada suatu hal yang dirasa melanggar aturan atau undang-undang yang berlaku di Indonesia.
    "Perempuan harus mengingatkan juga untuk menentang. Mengingatkan bahwa radikalisme melanggar aturan, hukum, dan norma. Radikalisme itu kan tidak ditolerir dimana pun. Perempuan harus lebih cerdas, harus lebih berani," tegas Evi.
    Dia mengaku prihatin dan mengutuk atas tragedi bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu mengikutsertakan perempuan dan anak-anak.
    Hal itu tidak seharusnya terjadi jika kaum perempuan berani menentang keputusan dalam keluarga yang merugikan orang banyak.
    Kaum ibu, menurut Evi harus lebih banyak membaca informasi dan belajar, serta mengetahui latar belakang suatu organisasi maupun paham yang diikutinya agar tidak terjerumus kepada tindak kriminal yang merugikan masyarakat, negara dan agama.
    Itulah beberapa hak-hak perempuan yang dikatakan oleh Ketua Kongres Wanita Indonesia Giwo Rubianto Wiyogo sebagai kekuatan ibu bangsa atau "the power of mother's nation".
 
.



    "Seorang perempuan yang juga ibu, harus bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka, bagi lingkungan, bagi masyarakat termasuk berperan aktif dalam pembangunan," kata Giwo.
    Wakil Presiden ICW itu mengatakan peran perempuan dan laki-laki, serta kesempatan yang dimilikinya juga sama dan setara.
    Dia mengapresiasi antusiasme kaum perempuan Indonesia dalam upaya memberdayakan perempuan dan memberantas kekerasan kepada perempuan dan anak karena total peserta yang hadir saat Temu Nasional 1.000 Organisasi Perempuan Indonesia tercatat sebanyak 2.050 perempuan.
     Sebagai ibu bangsa, perempuan Indonesia harus berpikiran maju untuk mencapai hasil yang baik bagi semua pihak.
    Sidang Umum Ke-35 ICW dan pertemuan nasional bertujuan agar semua ibu bangsa yang hadir pada acara tersebut dapat membawa "oleh-oleh" ke daerah dan negara masing-masing yaitu materi peningkatan kapasitas untuk diteruskan dan disampaikan kepada jutaan perempuan lain di dunia. 

(T.B019/

Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2018