Memang penting bagi ASEAN untuk membangun upaya regional yang koheren dan terkoordinasi untuk menanggapi ancaman siber lintas batas."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto mengharapkan, komunitas internasional mampu membuat konsensus untuk membentuk konvensi atau perjanjian internasional tentang manajemen dunia maya sehingga menjadi hukum internasional. 

"Dalam konteks regional, pemerintah harus terus mempromosikan pengaturan norma di dunia maya untuk mengurangi perilaku tidak bertanggung jawab atau kriminal, terutama dalam konteks ASEAN," kata Wiranto saat menjadi pembicara kunci dalam acara Third Singapore International Cyber Week di Singapura, Selasa.

Menurut dia, pada KTT ASEAN terakhir di Singapura, para Pemimpin ASEAN telah berkomitmen untuk mengeksplorasi kelayakan koordinasi kebijakan keamanan siber, diplomasi, kerja sama, serta upaya pengembangan kapasitas dan teknis. 

"Memang penting bagi ASEAN untuk membangun upaya regional yang koheren dan terkoordinasi untuk menanggapi ancaman siber lintas batas," kata Menko Polhukam Wiranto seperti dikutip dalam siaran persnya, yang diterima di Jakarta. 

Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam mengatakan, transformasi global melalui inovasi digital berlangsung sangat cepat dengan konsekuensi yang jauh jangkauannya. 

Beberapa peneliti memprediksi bahwa jumlah perangkat yang saling terhubung di dunia diperkirakan akan melonjak dari 8,4 miliar pada hari ini menjadi 20 miliar pada tahun 2020. 

Angka itu menunjukkan kecenderungan bahwa ada perangkat yang dapat menghubungkan masyarakat di dunia melalui dunia maya sehingga menjadi lebih tertantang untuk dikelola.

"Pertumbuhan eksplosif perangkat yang saling terhubung tersebut serta meningkatnya kedalaman dan volume pertukaran data pribadi dan perusahaan, menjadikan dunia maya sebagai target yang memenuhi syarat untuk penjahat cyber atau mata-mata," kata Wiranto.

Oleh karena itu, lanjut mantan Panglima TNI ini, bukan suatu kebetulan jika Laporan Resiko Global World Economic Forum (WEF) 2018 memasukkan ancaman keamanan siber dalam bentuk pelanggaran sebagai salah satu dari empat bidang utama yang menyebabkan degradasi lingkungan, ketegangan ekonomi dan geopolitik. 

Sehingga, dalam mengembangkan strategi keamanan siber yang efektif untuk melawan ancaman tersebut dibutuhkan pendekatan komprehensif dengan mempertimbangkan kepentingan keamanan publik, hak individu dan keamanan nasional.

"Oleh karena itu, kita harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan tersebut melalui mekanisme bilateral, regional dan bahkan multilateral," kata purnawirawan Jenderal bintang empat ini.

Dalam hal kerja sama di lingkup regional, Menko Polhukam mengatakan, ASEAN merupakan kawasan yang memiliki perkembangan cukup cepat di dunia maya dengan basis pengguna internet diperkirakan mencapai 480 juta orang pada tahun 2020 dari yang hanya 260 juta di tahun 2017. Sedangkan media sosial digunakan oleh setengah populasi ASEAN yaitu 630 juta, sehingga menjadikannya sebagai salah satu pasar media sosial terbesar di dunia.

Dari 10 negara yang merupakan pengguna Facebook terbesar di dunia, empat diantaranya berasal dari ASEAN yaitu Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand. Sebuah studi juga memperkirakan ekonomi internet di ASEAN akan mencapai $ 200 miliar pada tahun 2025. 

"Ini hanya gambaran bagaimana sesungguhnya potensi pasar kami yang sedang tumbuh," ucap Wiranto. 

Namun hal tersebut tidak beriringan dengan pengaturan keamanan siber yang masih berjalan sangat lamban. Sehingga dapat dimanfaatkan oleh penjahat termasuk teroris.

Menurut Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure / Coordination Center (ID-SIRTII/CC), ada sekitar 205.500.000 serangan yang terjadi selama tahun 2017. Jumlah ini meningkat secara signifikat dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebanyak 135.670.000 serangan.

Kita tidak bisa menghadapi ancaman keamanan siber sendirian. Diperlukan upaya terkoordinasi dan terpadu dari semua pemangku kepentingan nasional dan regional, serta pemangku kepentingan internasional, mulai dari pembuat kebijakan, lembaga penegak hukum, masyarakat sipil, organisasi publik, pemilik infrastruktur penting, hingga sektor swasta. Dengan demikian, setiap pemangku kepentingan memiliki peran dalam menciptakan lingkungan maya yang aman dan inklusif, jelasnya. 

Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk memasukkan pengembangan dan penguatan kerja sama regional dan internasional mengenai keamanan dunia maya sebagai bagian dari kebijakan luar negeri strategis. 

Badan Siber dan Sandi Negara yang didirikan pada tahun 2017 telah diberi tugas untuk menetapkan kebijakan dan peraturan yang efektif dan kuat dalam keamanan siber.

"Dengan demikian, salah satu implementasi yang paling cepat adalah optimalisasi fungsi Indonesia Computer Emergency Team (IDCERT) dan Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) untuk memantau insiden keamanan, memberikan pelatihan tentang keamanan internet dan mendukung penegakan hukum," kata Wiranto. 

Acara tahunan mengenai isu siber ini merupakan ketiga kalinya yang diadakan oleh Pemerintah Singapura dan telah dibuka oleh Wakil Perdana Menteri Singapura Teo Chee Hean, serta dihadiri oleh kalangan Pemerintah dan Swasta termasuk pelaku industri komunikasi dari berbagai negara yang mempunyai perhatian besar dalam hal isu siber.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018