Jakarta  (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) meminta pemerintah menunda proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru yang berada di habitat Orangutan Tapanuli, Sumatera Utara, bahkan mengajukan pembatalan pembangunannya.

"Karena kurs rupiah terpuruk terhadap dolar AS dan penundaan pembangunan pembangkit listrik dilakukan. Jadi  seharusnya PLTA Batang Toru ini ikut ditunda oleh pemerintah, bahkan dibatalkan," kata Manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono di Jakarta, Kamis.

Walhi, menurut dia, juga telah mengirimkan surat permohonan pembatalan pendanaan proyek PLTA Batang Toru ini pada Bank of China dan Kedutaan Besar Republik Rakyat China.

Ia menegaskan bahwa pembangunan PLTA yang mengancam keberadaan spesies Orangutan Tapanuli yang terancam punah ini jelas bukan jawaban tepat mengurangi emisi karbon.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memang meminta pengawasan lengkap pengerjaan proyek PLTA Batang Toru ini.

Ia mengingatkan, harus dilihat fakta di lapangan bahwa memang ditemukan Orangutan Tapanuli, termasuk di lokasi Areal Penggunaan Lain (APL), yang terkucil dari kumpulannya karena pembangunan pembangkit ini. "Meski proyek baru tahap pembukaan lahan tetapi sudah berdampak terhadap keberlanjutan orangutan," katanya.

Direktur Jenderal Konservasi  Sumber Daya Alam dan Ekositem (Dirjen KSDAE) Wiratno mengatakan memang harus dicek betul kondisi di lapangan, dan itu sedang dilakukan oleh tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Batang Toru.

"Tim kita di lapangan sekarang, `day to day` mereka memantau dampak pembangunan PLTA terhadap pergerakan orangutan. Pada 17 September 2018, laporannya mereka (Orangutan Tapanuli) bergerak ke kebun masyarakat," kata Wiratno.

Tim, menurut dia, sementara ini akan bekerja selama sebulan ke depan. Dan mereka harus memonitor setiap hari keberadaan atau pergerakan pongo tapanuliensis ini.

"Tapi orangutan di sana itu lucu, bisa tinggal di kebun-kebun masyarakat, apalagi kalau musim buah dan kalau berakhir mereka akan pindah ke daerah tinggi lagi. Menariknya masyarakat tidak mengganggu orangutan juga," lanjutnya.

Sebelumnya, PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) dalam Rapat Dengar Pendapat bersama masyarakat dan DPRD Sumut, 31 Juli 2018, memastikan sudah mendapat izin yang dibutuhkan, mulai dari izin lokasi dari Pemkab Tapanuli Selatan hingga izin prinsip penanaman modal.

Lokasi proyek bukan di kawasan hutan melainkan bekas kebun masyarakat yang berstatus APL. Dari izin lokasi seluas 7.200 hektare (ha) yang diberikan untuk keperluan survei dan studi lapangan, ternyata hanya memerlukan lahan seluas 122 ha untuk tapak bangunan dan genangan air.

Baca juga: KLHK pastikan PLTA Batangtoru tidak ganggu habitat orangutan
 Baca juga: Pembangkit listrik EBT jadi solusi perubahan iklim
 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018