Jakarta (ANTARA News) - Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) saat ini boleh dibilang masih relatif tinggi. Di dunia harganya saat ini sekitar 740 dollar AS/ton, naik dari 380 dollar AS/ton tahun 2006. Kenaikan ini mengakibatkan para pengguna minyak kelapa sawit seperti PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Kalimantan Barat terpaksa menghentikan program penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar alternatif karena dinilai tak ekonomis lagi. PLN Wilayah Kalbar telah menggunakan minyak jenis ini di salah satu cabangnya di Singkawang untuk menekan anggaran pembelian bahan bakar minyak jenis High Speed Diesel (HSD). Tapi program itu berjalan hanya tiga bulan sejak Agustus 2006 karena harga minyak kelapa sawit terus naik tajam hingga menyamai harga HSD. Setiap hari, dua unit mesin pembangkit di kantor cabang itu dengan masa operasi enam jam, membutuhkan minyak kelapa sawit sebanyak 3.000 liter. Saat itu harga BBM jenis HSD yang dibeli PLN berkisar Rp6.000 per liter sedangkan minyak kelapa sawit berkisar di angka Rp5.000. Setelah berjalan beberapa bulan, program penggunaan minyak kelapa sawit itu akhirnya dihentikan pada November 2006. Pasalnya, harga minyak kelapa sawit menyamai harga HSD dan cenderung terus naik. Perusahaan-perusahaan tak terkecuali PLN tetap mencari alternatif lain guna mengembangkan bahan bakar terbarukan seperti minyak jarak sebagai pilihan berikutnya. Minyak jarak berasal dari jarak pagar (jatropha curcas). Namanya pernah santer terdengar beberapa waktu lalu tapi entah kenapa redup lagi. Kini orang mulai lagi membicarakannya sebagai bahan bakar alternatif yang paling mungkin dikembangkan mengingat kelebihan-kelebihannya. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1940-an di Indonesia, negara ini mendorong petani menanam pohon jarak dan penduduk memanfaatkan bijinya yang menghasilkan minyak untuk bahan bakar lampu. Beberapa negara lain seperti India dengan dukungan pemerintahnya telah memajukan perkebunan tanaman jarak. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menekan pentingnya pengembangan bahan bakar nabati (BBN) untuk Indonesia. Tanaman jarak pagar pun salah satu yang dilirik dan perkebunannya kini dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Lampung dan Sulawesi. Jenis tanaman ini dapat tumbuh di kawasan marjinal dan pengembangannya dalam skala nasional dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan. Adalah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Group, salah satu perusahaan milik negara, yang selama ini gencar dan konsisten mengembangkan pohon jarak pagar. Perusahaan ini bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah daerah di berbagai provinsi untuk mengembangkan tanaman jarak menuju kemandirian energi. Sebagai pemilik sejumlah pabrik gula, PT RNI harus mengambil langkah-langkah inovatif demi efisiensi karena pabrik-pabrik gulanya memerlukan bahan bakar minyak. Biaya yang harus dikeluarkannya per tahun untuk membeli BBM sudah pasti tak sedikit. Di Waingapu, NTT, misalnya, PT RNI mengembangkan jarak di lahan marjinaal seluas 100.000 ha dengan kebun bibit seluas 80 ha. Dana investasi senilai Rp 4,8 miliar pun telah dikucurkan. Perusahaan ini berharap tiga tahun lagi masyarakat Waingapu menghasilkan crude jatropha oil mencapai 100.000 ton/tahun dan siap membelinya. RNI dan Pertamina menjadi ?stand by buyer? bagi produk jarak yang dihasilkan masyarakat di Grobogan, Jawa Tengah. ?Masuknya tanaman jarak ke kawasan marjinal paling tidak akan membuat kita ikut serta berperan memanfaatkan lahan-lahan tidak terpakai dan sulit dipakai serta tidak mengganggu tanaman lain,? kata Dirut PT RNI Rama Prihandana. Selain itu, tambahnya, memandirikan masyarakat miskin dari energi dalam hal ini kebutuhan energi utama mereka yakni minyak tanah sangat penting. Ibarat gayung bersambut para petani yang memiliki kebun pohon jarak dapat menjual biji jarak ke RNI dan perusahaan itu saat ini membelinya rata-rata seharga Rp700/kg. Di lapangan kadang para petani menyimpan biji jarak terlalu lama karena percaya dengan omongan orang-orang tak bertanggung jawab padahal penyimpanan biji jarak terlalu lama akan mempengaruhi kualitas rendemen. Pada Oktober nanti, RNI akan segera mengoperasikan pabrik pengolahan biji jarak binaannya yang ke-2 di Garut Selatan, Jawa Barat. Dengan adanya pengembangan pohon jarak dan pengolahan bijinya menjadi minyak, satu keluarga miskin di daerah itu bisa menghemat pengeluaran. Sebagai gambaran, apabila harga minyak tanah di daerah itu mencapai Rp4.000-Rp4.500/liter dan rata-rata satu keluarga mengkonsumsi minyak tanah dalam sehari dua liter, sementara harga jual minyak jarak Rp3.000/liter, penghematan dapat dilakukan sebesar Rp1.000 hingga Rp1.500/liter per hari atau rata-rata Rp3.000/hari. Jadi pohon jarak pagar telah terbukti memiliki multimanfaat. Mengapa tidak kembali ke jarak dan lebih intensif lagi mengembangkannya sehingga masalah bahan bakar di Indonesia secara bertahap dapat teratasi.(*)

Oleh Oleh Mohammad Anthoni
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007