Jakarta (ANTARA News) - Sekarang bukan zamannya seni berdiri sendiri-sendiri, itulah yang membuat fashion dipadukan dengan animasi di gelaran Cikini Fashion Festival (CIFFEST) 2018 yang merupakan kerjasama antara Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Creative Labs dengan Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

"Sekarang konsepnya kolaborasi," ujar Ketua Ciffest 2018 Dina Midiani di acara Animasi Cikini, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (22/9).

Pada dasarnya, sebuah pagelaran busana memang tak lepas dari kolaborasi. Bukan cuma busananya yang penting, tapi juga faktor-faktor lain seperti pencahayaan, musik, tata rias. Kali ini, multimedia animasi dan seni pertunjukan tari juga ikut dilibatkan. 

"Tahun depan bisa lebih banyak lagi," imbuh Dina.
Busana dari Institut Kesenian Jakarta yang dipamerkan di Cikini Fashion Festival (CIFFEST) 2018, Sabtu (22/9) (ANTARA News/ Nanien Yuniar)


Mahasiswa Program Studi Desain Mode Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta merespons tantangan itu dengan tema "Exuberant", salah satu dari empat tema Trend Forecasting 2019/2020.

Tema ini menunjukkan keceriaan dan optimisme lewat permainan warna-warna cerah dengan unsur seni urban atau futuristik. Koleksi yang dipamerkan memadukan gaya sporty yang santai serta gaya formal yang cenderung feminin.

Sebanyak 12 karya dari Evlyn Laurencia dan Ailla Kemala Dewi dipamerkan di sini.

Evlyn membuat karya berjudul "Brighter Hallway" yang terpinspirasi dari Kampung Pelangi Semarang. 

Sementara Ailla terinspirasi dari lukisan seniman kontemporer Heri Dono yang diwujudkan lewat busana yang bersifat unisex dengan gaya art off beat dan tampilan quirky.

Pagelaran busana IKJ di CIFFEST 2018 juga melibatkan multimedia animasi, penari jalanan dengan penata tari Josh Marcy serta rapper David Rafael Tandayu.
 
Busana dari Binus Northumbria School of Design yang dipamerkan di Cikini Fashion Festival (CIFFEST) 2018, Sabtu (22/9) (ANTARA News/ Nanien Yuniar)


Binus Northumbria School of Design (BNSD) mengusung tema "Svarga" yang dituangkan dalam hasil karya desain kontemporer menggunakan sentuhan kain tradisional.

Svarga adalah representasi hakekat impian umat manusia, bersama-sama hidup rukun, bahagia, damai dan sejahtera di muka bumi. Ini bisa terwujud bila setiap suku bangsa saling mengharga dan berbagi sehingga tiada permusuhan dan persaingan.
 
Busana dari Esmod Jakarta yang dipamerkan di Cikini Fashion Festival (CIFFEST) 2018, Sabtu (22/9) (ANTARA News/ Nanien Yuniar)


Sementara ESMOD Jakarta menampilkan koleksi mereka lewat 13 model bergaya androgini. 

Sebagai atraksi seni tambahan, 20 siswa Esmod Jakarta berpantomim di panggung pada saat bersamaan, dibalut bahan stretch tulle hitam dan plastik yang menutupi wajah, melambangkan metalik pada tahun akhir era medieval. 

Musiknya digubah oleh Mr. Guillaume Oger yang akan membawa orang-orang pada suasana klasik gereja hingga ke nuansa metal trash dan electronic underground, mengiringi koleksi Urban street chic.

Hitam sebagai warna dominan dipadukan dengan sentuhan putih, metal, coklat dan merah untuk memberi perbedaan dan menonjolkan detil pola, baik secara molding atau flat pattern menggunakan Pattern Magic Inspiration.

Bahan yang dipakai adalah katun, wol, kulit, rajutan sejenis Macrame dan sesekali diaplikasi pada bahan kain polos, bermotif garis atau kotak-kotak yang lebih mengutamakan kenyamanan pemakai.
Busana dari Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo yang dipamerkan di Cikini Fashion Festival (CIFFEST) 2018, Sabtu (22/9) (ANTARA News/ Nanien Yuniar)


Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo menghadirkan koleksi busana bertema Cortex, di mana busananya memiliki motif yang terinspirasi dari garis-garis di dalam tubuh manusia.
 

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018