"Kami memiliki harapan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni akan berkembang seperti kawasan industri petrokimia yang sudah berkembang pesat saat ini"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian (Menperin)  Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa berdasarkan analisis penawaran dan permintaan, metanol merupakan produk yang laik untuk dijadikan sebagai jangkar industri tahap I di Kawasan Industri Petrokimia Teluk Bintuni, Papua Barat.

"Kebutuhan metanol di Indonesia pada 2021 diprediksi mencapai 871 ribu ton per tahun, sedangkan produsen satu-satunya saat ini di Indonesia adalah PT Kaltim Methanol Indonesia," kata Airlangga di Jakarta, Senin.

Anchor industry adalah industri yang berdiri untuk menarik sebanyak mungkin industri lain masuk ke dalam kawasan industri tersebut.

Airlangga menyampaikan, PT Kaltim Methanol Indonesia baru mampu memasok 330 ribu ton kebutuhan domestik.

Selain mengenai kebutuhan dalam negeri, lanjut Airlangga, pemilihan metanol sebagai anchor industry juga mempertimbangkan potensi metanol untuk dijadikan sebagai produk turunan seperti Polietilen/Polipropilen, Dimetil Eter (DME), MTBE dan lain-lain.

"Kami memiliki harapan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni akan berkembang seperti kawasan industri petrokimia yang sudah berkembang pesat saat ini," ungkap Airlangga.

Sebagai contoh, lanjut Airlangga, kawasan industri petrokimia di Bontang, Kalimantan Timur, yang merupakan klaster industri petrokimia pertama yang sudah berjalan lebih dari 30 tahun. 

Hingga saat ini, tambahnya, telah terdapat lima industri petrokimia yang berada di kawasan Kaltim Industrial Estate (KIE) Bontang dengan komoditi yang beragam yaitu amoniak, pupuk urea, methanol, dan amonium nitrat. 

Baca juga: Kemenperin jaring investor kembangkan kawasan Teluk Bintuni

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018