Jakarta (ANTARA News) - KPK memanggil pengacara bernama Lucas sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tersangka petinggi Lippo Group Eddy Sindoro (ES).

"Surat panggilan untuk Lucas sebagai saksi sudah dikirim penyidik ke rumah dan kantor, dijadwalkan hari ini. Ada kebutuhan penyidikan untuk melakukan klarifikasi terkait beberapa informasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.

Lucas yang berprofesi sebagai advokat sudah dicegah bepergian keluar negeri selama 6 bulan terhitung sejak 18 September 2018. Saksi lain yang dicegah keluar negeri dalam kasus ini dalah Dina Soraya dari unsur swasta.

"Saya belum bisa bicara banyak tanpa materi pemeriksaan. Memang pencegahan ini dilakukan karena KPK perlu mengklarifikasi sejauh mana saksi tahu kasus ini dan peran saksi terkait keberadaan ES (Eddy Sindoro)," ungkap Febri.

Ia berharap Lukas dapat memenuhi panggilan pada hari ini.

"Dalam perkara ini, sudah ada 16 yang kami periksa, meski kami belum memeriksa tersangka karena kami justru sedang mencari ES. Kami imbau tersangka jika memang ada itikad baik, belum tutup kemungkinan untuk mengungap kasus ini," tambah Febri. 

Eddy Sindoro diketahui sejak April 2016 lalu sudah tidak lagi berada di Indonesia.

KPK sudah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka sejak November 2016 lalu. Eddy diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait dengan permohonan bantuan pengajuan Peninjauan Kemabali di PN Jakpus.

Atas perbuatannya tersebut, Eddy Sindoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. 

Sudah ada dua orang yang menjalani vonis terkait perkara ini yaitu panitera panitera sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno. Doddy sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan sedangkan Edy Nasution sudah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh mahkamah agung melawan PT First Media. Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat

Eddy Sindoro pernah bertemu dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan. Edy Nasution juga mengakui menerima 50 ribu AS dari Dody dimana uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo. 

KPK hingga saat ini juga masih melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi.

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018