Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menyebut negara-negara Skandinavia bisa hidup sehari-hari dari hasil perputaran ekonomi sektor industri kehutanan.

"Saya pernah bertemu dengan beberapa kepala negara dari Skandinavia. Mereka cerita kehidupan sehari-hari dan perputaran ekonomi yang ada di negara-negara itu contoh Norwegia, Finlandia, dan Denmark banyak yang hanya hidup dari sektor industri kehutanan," ujar Presiden Joko Widodo di hutan pinus Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Jumat.

Dari situlah, ia menjadi yakin kekayaan hutan yang ada selama ini belum mampu dimanfaatkan dengan baik dapat kemudian dioptimalkan.

Sebagaimana disampaikan melalui Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, Presiden menganggap hutan di Indonesia selama ini belum mampu dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar atau di dalam hutan.

"Fakta yang ada, ini yang harus kita perbaiki, di negara kita masyarakat kita yang hidup baik di sekitar maupun di kawasan hutan justru miskin. Seharusnya terbalik, masyarakat yang hidup di sekitar atau di dalam hutan harusnya makmur," kata Presiden.

Padahal Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam hutan yang luar biasa banyaknya dan dari situ tersimpan potensi ekonomi yang dapat menyejahterakan masyarakat.

Presiden Joko Widodo dalam acara pembukaan Festival Kesatuan Pengelola Hutan Tingkat Nasional itu juga mengatakan, fungsi hutan tidak hanya menjadi paru-paru dunia, namun juga berperan sebagai sumber kehidupan masyarakat. 

Maka itu, dalam beberapa tahun ke belakang, pemerintah berupaya menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi rakyat terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan. 

Melalui program perhutanan sosial, hutan yang ada dikelola bersama dengan masyarakat untuk menambah penghasilan mereka.

"Oleh sebab itu, 4 tahun lalu saya perintahkan kepada Menteri agar membangun kelompok-kelompok usaha yang berada di hutan maupun di tepi dan pinggiran hutan," ujarnya.

Dalam program itu, Kesatuan Pengelolaan Hutan atau disingkat dengan KPH, harus dapat berperan dalam membangun pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat sekaligus melestarikan hutan. 

Presiden Joko Widodo mengatakan, sudah menjadi tugas bagi KPH untuk dapat membimbing masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan kekayaan hutan secara produktif, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.

"Kita ini ada lahan, ada orang yang bisa menanam, tapi kok enggak (mulai) menanam. Ini tugasnya KPH untuk membimbing, mengajak, dan mengawal. Kalau rakyat sudah berjalan dan merasakan hasilnya enggak usah disuruh semua akan tanam," tuturnya.

Tenaga Kerja

Dalam laporannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan, dunia usaha kehutanan sesungguhnya memiliki kontribusi yang nyata. 

Pada 2017, sesuai instruksi Presiden, Menteri LHK melakukan identifikasi untuk meneliti kesempatan kerja yang dibuka oleh semua sektor.

"Penyerapan tenaga kerja dalam pola padat karya kehutanan dari rehabilitasi lahan serta tebang tanam kayu rakyat dengan rata-rata luas rehabilitasi 24.000 hektare, kebun bibit rakyat dan persemaian serta bibit produksi dan bangunan konservasi tanah, semuanya merangkum tenaga kerja tidak kurang dari 151.400 orang dalam setahun," kata Siti Nurbaya.

Sementara pada 2019, Menteri LHK melanjutkan, Presiden menugaskan untuk melakukan rehabilitasi lahan pada luasan 10 kali lipat dibandingkan dengan rata-rata setahun selama ini yaitu 240.000 hektar, yang berarti akan diserap tenaga kerja sangat besar. 

Di sisi lain, rakyat juga melakukan tebang tanam pohon kayu pada lahan milik rakyat sendiri seluas 102.000 hektar. 

"Ini identik dengan tenaga kerja sekitar 510.000 orang dengan volume kayu yang berputar tiap tahun sekitar 9,53 juta meter kubik, khususnya hutan rakyat Pulau Jawa," ujarnya.

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018