Timika, Papua (ANTARA News) - Tiga jenis obat penyakit malaria, yaitu cloroquin, piremetamin dan sulvadoxin, saat ini sudah tidak mempan lagi untuk mengobati pasien malaria di Timika, Papua. Untuk mengatasi penyakit malaria di wilayah yang merupakan daerah endemis malaria itu, saat ini pihak Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika dan beberapa Puskesmas setempat menggunakan obat duocotexcin yang mengandung dihidroartemisinin dan piperquin, kata Kasubdin Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2M-PL) setempat, Saiful Taqin, di Timika, Selasa Sejauh ini obat duocotexcin tersebut belum didistribusikan ke seluruh Puskesmas dan klinik-klinik kesehatan di seluruh Mimika karena produksinya terbatas dan masih dalam tahap penelitian lebih lanjut. "Kami berharap tahun depan obat ini sudah bisa didistribusikan ke semua klinik yang ada di kota Timika dan seluruh puskesmas dan puskesmas pembantu di distrik-distrik," kata Saiful Taqin. Menurut dia, sebelum obat duocotexcin didistribusikan ke seluruh Mimika, dibutuhkan pelatihan tenaga laboratorium yang ditunjang dengan pengadaan laboratotium di setiap puskesmas untuk meminimalisir resistensi penggunaan obat itu. "Kalau tidak didukung dengan pengujian laboratorium yang menunjukkan seseorang benar-benar terserang penyakit malaria maka kelak obat ini juga akan resisten sebagaimana cloroquin," ujarnya. Meski sejumlah puskesmas dan puskesmas pembantu belum dilengkapi peralatan laboratorium, Dinkes-KB Mimika akan menyiapkan rapid Test Diagnostic yang merupakan bantuan dari lembaga donor The Global Fund tahun 2006 untuk menunjang penyebarluasan penggunaan obat duocotexcin di Mimika. Wilayah pesisir Mimika termasuk di kota Timika dikenal sebagai daerah endemis malaria karena sebagian besar daerah ini berawa atau selalu digenangi air yang menjadi lahan subur tempat berkembangbiaknya nyamuk malaria. Kasus malaria di Timika menduduki peringkat tertinggi pada semua RS, puskemas dan klinik di wilayah itu di samping kasus infeksi pernapasan akut, tubercolosis, dan HIV/AIDS.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007