Jakarta, (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah membantu upaya penghematan pengeluaran negara senilai Rp2,88 triliun dengan mengurangi nilai subsidi serta kewajiban pelayanan publik pada 2017.

"Pemeriksaan BPK telah membantu menghemat pengeluaran negara Rp2,88 triliun karena jumlah subsidi atau kewajiban pelayanan publik yang harus dibayar pemerintah menjadi lebih kecil," kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara saat menyampaikan IHPS I-2018 di rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa.

Moermahadi mengatakan nilai penghematan tersebut berasal dari koreksi subsidi negatif sebesar Rp2,99 triliun dan koreksi positif senilai Rp115,1 miliar.

Nilai penghematan ini merupakan hasil dari pemeriksaan atas pengelolaan subsidi atau kewajiban pelayanan publik terhadap 10 obyek pemeriksaan di 2017.

Laporan pemeriksaan ini merupakan salah satu dari 36 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang dilakukan BPK serta termasuk dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2018 (IHPS I-2018).

Objek pemeriksaan dalam laporan ini antara lain mencakup implementasi subsidi listrik yang dilaksanakan PT PLN dan subsidi energi termasuk BBM serta LPG tabung 3 kilogram yang dilakukan PT Pertamina dan PT AKR Corporindo.

Kemudian, pelaksanaan subsidi beras yang dikawal Perum Bulog serta subsidi pupuk yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Petrokimia Gresik.

Selain itu, implementasi kewajiban pelayanan publik yang dilakukan oleh PT Pelni untuk angkutan laut dan PT KAI untuk angkutan kereta api.

Melalui pemeriksaan ini, BPK menemukan biaya pokok penyediaan listrik yang lebih tinggi dari tarif jual telah membebani neraca PT PLN sebesar Rp7,46 triliun.

BPK juga menemukan selisih Harga Jual Eceran formula dengan penetapan pemerintah atas penyaluran jenis bahan bakar tertentu solar atau biosolar dan bahan bakar penugasan pada 2017 berdampak pada kekurangan pendapatan PT Pertamina Rp26,3 triliun dan PT AKR Corporindo Rp259,03 miliar. 

"PT Pertamina dan PT AKR juga belum sepenuhnya memenuhi penugasan pendistribusian BBM satu harga," kata Moermahadi.

BPK juga menemukan adanya mutu beras yang turun pada empat divisi regional sehingga membebani Perum Bulog serta kegiatan penyaluran pupuk bersubsidi oleh distributor maupun pengecer yang tidak sesuai dengan perjanjian dan ketentuan.

Secara keseluruhan, BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah sebesar Rp2,4 triliun serta penerimaan selain denda keterlambatan yang belum dipungut atau diterima.

Untuk itu, BPK merekomendasikan adanya koreksi atas penghitungan subsidi maupun kewajiban pelayanan publik serta mengenakan sanksi sesuai ketentuan kepada pihak-pihak yang tidak memenuhi kontrak.

BPK juga merekomendasikan adanya peningkatan pengawasan dan pengendalian dalam kegiatan operasional perusahaan serta meminta Menkeu dan Menteri ESDM untuk menyikapi tarif di luar subsidi yang membebani PT PLN.

Baca juga: Semester I BPK temukan 15.773 permasalahan senilai Rp11,55 triliun

Baca juga: BPK apresiasi upaya pemerintah memperbaiki pertangungjawaban APBN

Pewarta: Satyagraha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018