"Keputusan ini sudah ditandatangani sore tadi, mungkin besok sudah bisa di-launching"
Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memberikan keringanan pajak bagi Wajib Pajak (WP) yang menjadi korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.

Ditjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan kebijakan tersebut ditujukan untuk meringankan beban dan dampak sosial ekonomi terkait bencana alam, seperti kebijakan sebelumnya di Pulau Lombok. Korban gempa diberikan pengecualian dari pengenaan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Masa atau SPT Tahunan.

"Terkait bencana Palu dan Donggala seperti halnya dengan Lombok, ada Keputusan Dirjen, tentang pemberian keringanan kepada Wajib Pajak di wilayah bencana. Penyampaian SPT sejak gempa sampai akhir tahun, kalau PPN masa Agustus-September, PPh September-Desember. Karena masa pajak Agustus jatuh temponya kan September, sehingga PPN lebih panjang. Begitu juga PBB, diberikan keringanan tidak dikenakan sanksi apabila terlambat dan diberikan waktu untuk melakukan pelaporan pembayaran itu sampai dengan 31 Maret 2019," kata Robert saat jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Kebijakan pelonggaran pajak tersebut, lanjut Robert, akan diterbitkan pada Kamis (3/10) besok.

"Keputusan ini sudah ditandatangani sore tadi, mungkin besok sudah bisa di-launching," ujar Robert.

Sebelumnya, Ditjen Pajak telah menetapkan kahar atau keadaan luar biasa di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), sehubungan dengan bencana alam gempa bumi di wilayah tersebut.

Baca juga: Ditjen Pajak tetapkan keadaan kahar di Lombok

Pengecualian pengenaan sanksi perpajakan serta perpanjangan batas waktu pengajuan keberatan bagi wajib pajak yang berdomisili, bertempat kedudukan, dan memiliki tempat kegiatan usaha di Pulau Lombok. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-209/PJ/2018 tanggal 21 Agustus 2018.

Pembayaran pajak atau utang pajak yang jatuh tempo pada 29 Juli 2018 sampai dengan dua bulan setelah berakhirnya penetapan keadaan tanggap darurat. Pelaporan dan pembayaran dilaksanakan paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya jangka waktu tersebut di atas.

Pengecualian dimaksud dilaksanakan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Dalam hal Surat Tagihan Pajak telah diterbitkan, Kepala Kanwil DJP secara jabatan menghapuskan sanksi administrasi.

Di samping itu, pengajuan keberatan yang jatuh tempo pada 29 Juli 2018 sampai dengan dua bulan setelah berakhirnya penetapan keadaan tanggap darurat diberikan perpanjangan batas waktu paling lama satu bulan setelah berakhirnya jangka waktu tersebut di atas.

Baca juga: September, penerimaan pajak capai 63,26 persen dari target 2018

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018