"... diharapkan ada kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan upaya menstabilkan nilai tukar rupiah sehingga tidak tertekan lebih dalam"
Jakarta (ANTARA News) - Pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah yang bergerak turun tajam sebesar 75 poin menjadi Rp15.139 per dolar AS pada transaksi antarbank di Jakarta, Kamis pagi, menurut analis, lebih banyak dipengaruhi sentimen eksternal.

"Dolar AS bergerak menguat terhadap beberapa mata uang kuat dunia, termasuk rupiah seiring data tenaga kerja di Amerika Serikat yang naik," kata Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan penyerapan tenaga kerja di sektor swasta Amerika Serikat naik menjadi 230 ribu pekerja pada September, lebih tinggi dibandingkan Agustus yang sebanyak 168 ribu.

Baca juga: Dibayangi kekhawatiran sanksi terhadap Iran, harga minyak dunia bertahan tinggi

"Angka itu juga lebih tinggi dari ekspektasi ekonom sebesar 185 ribu. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari lalu," katanya.

Ia menambahkan harga minyak mentah dunia yang kembali naik ke level 76 dolar AS per barel kemungkinan juga turut membebani pergerakan rupiah.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan kenaikan harga minyak mentah dapat mempengaruhi kinerja defisit neraca berjalan, yang berpotensi meningkat.

"Sentimen eksternal mempengaruhi kebijakan investasi pelaku pasar di dalam negeri, diharapkan ada kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan upaya menstabilkan nilai tukar rupiah sehingga tidak tertekan lebih dalam," katanya.

Baca juga: Luhut: Tidak perlu risau kurs rupiah Rp15.000/dolar

Baca juga: Kurs dolar AS kian perkasa, yen dan mata uang lainya anjlok

Baca juga: Gubernur BI: Jangan lihat kalau Rp15 ribu sudah kiamat

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018