"...koreksi yang layak mengingat besarnya percepatan harga naik baru-baru ini"
New York (ANTARA News) - Harga minyak jatuh Kamis (Jumat pagi WIB) karena prospek peningkatan produksi minyak mentah dari Arab Saudi dan Rusia memicu aksi ambil untung, setelah mencapai harga tertinggi dalam empat tahun yang didorong sanksi Amerika Serikat terhadap Iran, produsen nomor tiga OPEC.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember turun 1,71 dolar AS atau 1,98 persen, menjadi menetap di 84,58 dolar AS per barel. Patokan global ini pada Rabu (3/10), naik ke tertinggi akhir 2014 di 86,74 dolar AS.

Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan November turun 2,08 dolar AS atau 2,72 persen menjadi berakhir di 74,33 dolar AS per barel.

Pelaku pasar mengambil keuntungan setelah Brent pada Rabu (3/10) naik ke tingkat paling overbought secara teknis sejak Februari 2012. WTI adalah yang paling overbought  sejak Januari.

Indeks kekuatan relatif (relative strength index/RSI) untuk minyak mentah Brent dan WTI naik minggu ini menjadi di atas 70, angka yang sering dianggap sebagai sinyal bahwa pasar telah meningkat terlalu jauh. Pada Kamis (4/10), RSI kedua kontrak mundur ke bawah 70.

Membebani harga minyak, indeks pasar saham AS yang secara luas jatuh, dengan S&P 500 pada kecepatan untuk penurunan satu hari terbesar sejak akhir Juni. Minyak mentah berjangka kadang-kadang melacak pasar ekuitas.

Juga menekan harga minyak, persediaan minyak mentah di pusat pengiriman minyak AS di Cushing, Oklahoma, naik sekitar 1,7 juta barel dari 28 September hingga Selasa (2/10), kata para pedagang, mengutip laporan dari firma intelijen pasar Genscape.

"Kemunduran hari ini tampaknya sangat dipengaruhi oleh penurunan tajam dalam ekuitas dan koreksi yang layak mengingat besarnya percepatan harga naik baru-baru ini," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.

Harga minyak telah meningkat karena pasar bersiap untuk sanksi-sanksi terhadap Iran yang mulai berlaku 4 November. Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih mengatakan pada Kamis (4/10) bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dapat meningkatkan produksi sebesar 1,3 juta barel per hari, tetapi tidak memberikan sinyal bahwa kelompok produsen itu akan melakukannya.

Kerajaan berencana untuk menginvestasikan 20 miliar dolar AS untuk mempertahankan dan mungkin memperluas kapasitas produksi minyak cadangannya, dan saat ini memiliki kapasitas berkelanjutan maksimum sebesar 12 juta barel per hari.

Reuters melaporkan pada Rabu (3/10) bahwa Rusia dan Arab Saudi mencapai kesepakatan pribadi pada September untuk meningkatkan produksi.

Di sisi lain, kenaikan harga minyak dan kekhawatiran perdagangan global telah menekan ekonomi negara-negara berkembang, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengatakan kepada Reuters.

Baca juga: Ini dua penyebab kurs rupiah tembus Rp15.000

India menghadapi krisis ekonomi karena impor minyaknya yang sangat besar, dua saluran TV lokal mengutip Menteri Transportasi Nitin Gadkari. India juga telah dirugikan oleh penurunan mata uang rupee terhadap dolar AS.

Dolar AS yang kuat membuat minyak dalam denominasi dolar lebih mahal untuk pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.

"Kami telah berdebat baru-baru ini bahwa jika mencapai 100 dolar AS pasar akan menjadi permintaan yg dilebih-lebihkan," kata ahli strategi PVM Oil Associates, Tamas Varga.

"Sekitar akhir November, kami akan memiliki ide yang bagus karena berapa banyak barel akan hilang akibat peluncuran putaran kedua sanksi Iran. Pada saat itu semua berita bullish akan ada di pasar."

Baca juga: Dolar AS bertahan tinggi dipicu kemunduran obligasi global


 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018