bila tidak memungkinkan untuk diangkat maka mayat boleh dibakar, namun harus berkonsultasi dengan keluarga korban
Palu  (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah mengemukakan, sebagian status hukum fardu kifayah untuk mengurus jenazah korban tertimbun lumpur di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan gugur, karena kondisi darurat.

"Iya, sebagian fardu kifayah dalam pengurusan jenazah gugur. Hal ini karena situasi yang tidak mendukung atau kurang memungkinkan untuk dilakukan semua," ucap Ketua MUI Kota Palu Prof Dr Zainal Abidin MAg, terkait pengurusan jenazah korban pascagempa yang tenggelam dalam lumpur di Petobo, Sabtu.

Prof Zainal Abidin menerangkan, karena sifatnya darurat, maka beberapa hal dalam pengurusan jenazah boleh tidak dilakukan.

Misalnya memandikan jenazah. "Boleh tidak dilakukan, mengingat kondisi jenazah yang tidak dimungkinkan lagi untuk dimandikan," sebut Rektor pertama IAIN Palu itu.

Hal itu dikarenakan, kondisi jenazah yang masih tertimbun lumpur dan puing-puing bangunan mulai membusuk sehingga mengeluarkan bau tak sedap serta menyebarkan bakteri dan membahayakan orang yang masih hidup.

Kemudian mengenai mengkafani jenazah, urai Zainal Abidin, dapat dilakukan bila kondisi memungkinkan serta perlengkapan tersedia untuk mengkafani.

Namun bila tidak tersedia, kata dia, tidak perlu dikafani. Mayat dapat dikuburkan dan dibungkus dengan kantong mayat atau kain lainnya.

"Kalau jenazah yang tertimbun masih bisa diangkat, maka harus segera dikuburkan. Jangan ditunda-tunda. Tapi karena telah membusuk dan menyebarkan bakteri, boleh dikuburkan dengan kantong mayat yang menjadi kain kafan," kata Zainal Abidin.

Menurut anggota Tim SAR Basarnas, Chandra, bagian mayat di Petobo, bila diangkat dari puing-puing reruntuhan sangat mungkin anggota tubuhnya akan terpisah dari badan, karena sudah berhari-hari membusuk.

Menanggapi hal itu, Zainal Abidin menyarankan, bila tidak memungkinkan untuk diangkat atau dikeluarkan dari puing-puing reruntuhan, maka mayat boleh dibakar, namun harus berkonsultasi dengan keluarga korban.

"Masalah ini harus dibicarakan dengan keluarga. Bila keluarga mengizinkan, maka lakukan. Tetapi bila tidak dizinkan, maka jangan lakukan," katanya lagi.

Tapi, Ketua Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu mengemukakan, jenazah tetap harus dishalatkan secara massal.

Chandra menambahkan salah satu kendala dari sekian banyak kendala dalam pencarian korban yakni korban yang mulai membusuk dan berbau.

"Ada korban yang anggota tubuhnya utuh, namun ketika hendak di evakuasi, diangkat atau ditarik keluar dari lumpur dan puing bangunan, anggota tubuhnya mudah terlepas dari badan," ucap Chandra.

Mayat yang sudah membusuk pada hari ke tujuh, kata dia, akan mulai membahayakan bagi Tim SAR.

 Baca juga: Tim SAR Gabungan evakuasi 119 jenazah di Petobo
Baca juga: BNPB: korban meninggal gempa-tsunami Sulteng 1.649 orang



 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018