"Saya terpikir untuk menjadi pegawai negeri sipil atau berada di pemerintah agar dapat mengatasi kendala-kendala penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas seringkali harus menempuh beberapa jalur birokrasi jika mengajukan hak mereka,"
Oleh Imam Santoso

Jakarta  (ANTARA News) -  Di Senin siang yang terik, tiga pria duduk di tepi taman dekat pintu enam kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Senayan. Mereka berada di sana sejak pukul 11.00 WIB, menanti sekiranya ada penyandang disabilitas yang butuh transportasi.

"Kami sudah harus bersiap sejak pukul 10 di kawasan GBK. Ada puluhan ojek disabilitas yang siap menjemput para penonton di pintu lima, pintu enam, pintu tujuh, dan pintu 10 sejak Kamis (4/10)," ujar Suheriyanto (31 tahun), salah satu dari tiga pria yang ternyata pengemudi sepeda motor disabilitas.

Pria yang kerap disapa Kiki oleh rekan-rekannya itu rela menempuh perjalanan lebih dari 16 kilometer dari rumah kosnya di Pondok Bambu, Jakarta Timur menuju Senayan, Jakarta Selatan, dengan sepeda motor matik yang telah dimodifikasi pada roda belakangnya. Guna menjaga keseimbangan, Kiki menambah roda pada sisi belakangnya menjadi dua roda belakang.

Sang itu Kiki ditemani Tirtojoyo (43) asal Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Baharudin Yunus (38) asal Lebak, Banten. Mereka mengobrol sembari menunggu penumpang,

"Saya disabilitas sejak lahir," ujar Kiki yang memodifikasi seluruh kendali sepeda motornya pada sisi kiri kemudi, seperti lampu utama, lampu sein, klakson, dan tombol stater menyusul ketiadaan tangan kanannya.

Anak laki-laki dari lima bersaudara itu mengaku sengaja mengadu nasib di Ibukota Jakarta karena tidak ingin merepotkan keluarganya, apalagi ibunya yang semakin renta.

"Saya sengaja merantau ke Jakarta karena di kampung seakan tidak ada masa depan bagi orang seperti saya," ujar Kiki yang melanjutkan pendidikan di sebuah perguruan tinggi swasta di Bekasi.

Sembari berkuliah di jurusan akuntansi, pria yang sehari-sehari juga berjualan makanan ringan itu aktif mengikuti komunitas disabilitas yang dikenalnya dari situs media jejaring sosial. Dari komunitas itu lah, ajakan untuk menjadi pengemudi sepeda motor disabilitas di kegiatan Asian Para Games muncul.

"Komunitas itu bernama 'Disabilitas Kreatif Indonesia'. Kami berkumpul di mana saja seperti di kawasan Monumen Nasional ataupun Ragunan untuk sekedar jalan-jalan," kata Kiki tentang komunitas yang diikuti para penyandang disabilitas asal Jabodetabek itu.

Di Cilegon, kampung halamannya, Kiki menyesalkan ketiadaan perkumpulan penyandang disabilitas sehingga para penyandang disabilitas seakan tidak mempunyai masa depan dan mampu berkontribusi bagi sesama.
 
Penyandang disabilitas Rizal (kanan), saat menaiki ojek disabilitas untuk menyaksikan pembukaan Asian Para Games 2018 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu 6/10/2018 (ANTARA News/Fathur Rochman)


Fasilitas Asian Para Games

Kehadiran sekitar 40 pengemudi ojek disabilitas di kawasan GBK Senayan merupakan layanan bebas biaya dari Panitia Penyelenggara Asian Para Games 2018 (INAPGOC) kepada para penonton penyandang disabilitas yang ingin menonton pertandingan pesta multi-cabang olahraga disabilitas tertinggi di Asia itu.

"Pada hari upacara pembukaan Asian Para Games, kami bahkan bertugas hingga sekitar pukul 23.00 dan sampai di Wisma Atlet pada 00.30 dini hari. Saya mengantar sekitar tujuh orang dari siang hingga malam. Pengojek lain bisa antar lebih dari tujuh orang," kata Kiki.

Kiki alias Suheriyanto mengaku baru belajar mengendarai sepeda motor modifikasinya selama dua pekan setelah menunggu selama sebulan penyelesaian sepeda motor itu.

Pria yang juga bercita-cita menjadi wirausahawan itu mengaku telah menghabiskan uang sampai Rp5 juta untuk biaya modifikasi. Harga itu belum termasuk pembelian sepeda motor yang bervariasi mulai Rp4 juta hingga Rp9 juta tergantung tahun produksi.

Sepeda motornya, berbarengan dengan puluhan sepeda motor disabilitas lain, diparkir di Parkir Timur kawasan GBK. Sedangkan, para pengemudinya mendapatkan fasilitas untuk menginap di Menara C2 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.

Untuk urusan bahan bakar, Komunitas Disabilitas Kreatif Indonesia sempat berpatungan menyediakan bensin bagi sepeda motor mereka. "Panitia Asian Para Games juga menyediakan bahan bakar bagi kami setelah sempat anggota kami kehabisan bensin ketika perjalanan menuju ke Senayan," ujarnya.

Panitia penyelenggara Asian Para Games 2018 Jakarta (INAPGOC) melibatkan penyandang disabilitas yang memiliki sepeda motor roda tiga untuk menjadi pengemudi ojek selama penyelenggaraan Asian Para Games 2018 pada 6-13 Oktober.

Direktur Transportasi INAPGOC Adrianto Djokosoetono mengatakan para pemilik kendaraan roda tiga itu akan memberikan layanan transportasi bagi pengunjung disabilitas khususnya pengguna kursi roda yang akan menyaksikan pertandingan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK).

"Asian Para Games merupakan pesta olahraga bagi saudara-saudara disabilitas. Tapi, bukan hanya atlet maupun ofisial yang terlibat. Kami melibatkan secara aktif masyarakat biasa penyandang disabilitas. Atmosfer pesta olahraga Asian Para Games, termasuk para pengunjung atau penonton disabilitas akan semakin terasa," kata Adrianto Djokosoetono.

INAPGOC  menyediakan 40 unit sepeda motor dengan modifikasi khusus milik individu penyandang disabilitas. Sebanyak 30 sepeda motor berasal dari Jakarta dan 10 lainnya didatangkan dari Yogyakarta.
 
Sejumlah penyandang disabilitas pemilik kendaraan roda tiga bakal dilibatkan oleh INAPGOC untuk mensukseskan pelaksanaan Asian Para Games 2018 Jakarta, 6-13 Oktober 2018. (Antara/HO/INAPGOC)


Merealisasikan mimpi Kiki

Bagi Kiki, keamanan dan kenyamanan berkendara menjadi poin utama dalam modifikasi kendaraan meskipun kecepatan laju sang kuda besi tidak dapat mengimbangi sepeda motor umum dengan dua roda.

"Tantangan utama di jalan raya tentu mental karena saya baru dua kali melintas jalan raya. Banyak orang yang bertanya kepada saya, 'emang bisa naik motor pakai tangan satu?'. Saya yakin aja tarik gas sampai kecepatan 40 km per jam," katanya.

Uji coba pertama Kiki mengendari sepeda motor beroda tiga adalah perjalanan dari Pondok Bambu menuju Tanjung Priok, kediaman Tirtojoyo. "Saya berani memacu kendaraan hingga 50 kilometer per jam jika berkendara secara konvoi," katanya.

Kiki menyadari laju sepeda motornya tidak mampu menyamai sepeda motor pada umumnya, termasuk bajaj dan angkutan umum lain.

"Kami kesulitan kalau harus menghindari lubang di jalanan. Kalau lewat jalan-jalan kecil, selama kemudi masih bisa masuk, sisi belakang juga bisa masuk karena punya ukuran lebar yang sama," ujar Kiki yang mengaku sering menggunakan rem depan dibanding rem belakang guna mengurangi risiko rem blong.

Komunitas disabilitas pengguna sepeda motor, menurut Kiki, mengharapkan kesadaran dari para pengguna lain jalan raya untuk menghormati mereka. Caranya, laju kendaraan secara pelan jika melihat para pengguna kendaraan disabilitas.
"Saya terpikir untuk menjadi pegawai negeri sipil atau berada di pemerintah agar dapat mengatasi kendala-kendala penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas seringkali harus menempuh beberapa jalur birokrasi jika mengajukan hak mereka," katanya.


Namun bukan hanya wirausahawan dan pegawai negeri sipil, Kiki juga berharap dapat menjadi atlet karena telah bergabung dengan Komite Paralimpiade Nasional DKI Jakarta. "Saya berkenalan dengan pengurus NPC DKI Jakarta dan mereka menawarkan saya berlatih tenis meja," katanya.

Semangatlah!
Jadilah inspirasi dunia
Tunjukanlah keindaahan dirimu yang sebenarnya
Patahkan semua diskrimansi
Bersama-sama kita berdiri sampai akhir


Demikianlah sepenggal lirik Lagu Kemenangan. Lirik lagu resmi Asian Para Games 2018 itu tentunya bukan hanya dipersembahkan bagi atlet-atlet disabilitas, melainkan juga bagi penyandang disabilitas lain termasuk trio Kiki, Tirtojoyo, Baharudin, dan tentunya penyandang disabilitas lain Indonesia. 

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2018