Jakarta (ANTARA News) - Sineas Thailand Nawapol Thamrongrattanarit awalnya tak percaya ketika ditawari akses bebas di balik layar dari salah satu grup idola Asia yang paling dijaga dan penuh rahasia.

Ternyata sang sutradara bisa jadi lebih dekat, lebih dari yang ia bayangkan.

"Semua tempat bisa saya masuki," ujar Nawapol yang dikenal di Thailand berkat film arthouse buatannya.

"Saya hanya mendudukkan anggota grup di depan kamera dan kami mulai berbincang. Untuk mereka, itu seperti pengakuan, seperti terapi."

Hasilnya bisa dilihat dalam dokumenter "BNK48: Girls Don't Cry" yang menangkap cuplikan sensasi pop Thailand dari bukan siapa-siapa jadi idola dengan ratusan juta penggemar.

Dokumenter grup idola Asia yang sebelumnya dikontrol ketat oleh sang manajemen.

Dikutip AFP, kali ini ada kebebasan sehingga filmnya menampilkan kisah nyata dari BNK48.

Salah satu anggota ikut audisi atas keinginan ibunya, ada yang ikut karena peramal bilang dia akan jadi bintang, satu lagi mengaku tumbuh dengan rasa takut hidup tanpa dikenal banyak orang.

"Menjadi bukan siapa-siapa selalu terasa menakutkan," ujar Korn (19).

Nawapol menggulirkan cerita tentang BNK48 sejak tahun lalu, kemudian mewawancara sebagian anggotanya mengenai refleksi tentang karir dan latihan berat mereka, termasuk olahraga sembilan jam tiap hari.

Seleksi ketat secara otomatis memangkas grup beranggotakan 30 orang itu jadi 16 orang, konsep yang dipopulerkan oleh grup idola terkenal Jepang AKB48, yang merupakan sister group dari BNK48.

Mereka yang masuk dalam 16 besar bisa tampil untuk single dan video klip, sehingga punya kesempatan lebih besar untuk dilihat publik.

Sisanya, disebut "Unders", harus menunggu di balik bayang-bayang temannya, proses yang melelahkan secara emosional bagi sebagian, atau menunjukkan keteguhan bagi yang lain.

Salah satu adegan yang menyentuh memperlihatkan penampilan anggota-anggota utama di panggung, sementara seorang anggota menari sendirian di bawah panggung, berpura-pura dia juga bagian dari penampilan itu.

"Kau harus menghadapi kenyataan hidup," ujar Jib (14) yang pada akhir film bicara seperti orang 40 tahun.

Audisi untuk BNK48 dibuka untuk gadis usia 12-22 tahun, dan ada perubahan yang terlihat dari penampilan dan perilaku mereka selama 12 bulan.

Yang paling mengejutkan Nawapol ketika dia mulai mengambil gambar adalah bagaimana para penampil yang sangat menjaga kesan di atas panggung mau membuka diri di depan kamera, dan betapa cepat mereka berubah sebagai seorang manusia.

"Biasanya para idola ini betul-betul dilatih dan apa yang mereka katakan pada media tidak pernah begitu banyak," ujar Nawapol.

"Namun mereka langsung bicara pada kami tentang kenyataan, kesulitan dan semua tekanan yang mereka hadapi."

Media sosial jadi pelaku utama di sini, karena seleksi dari anggota terpilih sebagian besar didasari pada berapa banyak pengikut mereka, dan berapa banyak "likes" yang bisa dikumpulkan.

Film itu untuk pertama kali tayang di internasional pada Festival Film Internasional Busan setelah diputar di bioskop Thailand dan mengumpulkan sekitar 300.000 dolar AS di box office, membuatnya jadi salah satu dokumenter paling sukses di negaranya.

Memilih BIFF jadi debut film BNK48 di luar negeri rasanya sesuai untuk Nawapol, mengingat Korea Selatan adalah salah satu rumah spiritual pop Asia.

Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018