Palembang (ANTARA News) - Manajemen Sriwijaya FC membeli jersey milik mantan kiper klub tersebut Ferry Rotinsulu yang didedikasikan untuk membantu korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Ferry Rotinsulu yang menjadi pemain legenda di Sriwijaya FC hadir secara langsung menyerahkan jersey kesayangannya kepada manajemen Sriwijaya FC yang diwakili Sekretaris PT SOM Faisal Musyid dan Asisten Manager Tim Ahmad Haris di Palembang, Rabu.

"Perhatian Sriwijaya FC ini sebagai ikatan batin kami dengan Ferry. Bagaimanapun, Ferry tidak bisa dipisahkan dari sejarah Sriwijaya FC. Saat ini dia sedang tertimpa musibah, rumah keluarganya banyak yang roboh, tentunya ini mengundang keprihatinan klub," kata Faisal Mursyid.

Faisal mengatakan bantuan ini merupakan uluran tangan dari Presiden Klub Dodi Reza Alex dan Direktur Utama Muddai Madang.

Dalam pertemuan tersebut, Ferry menyerahkan jersey kesayangannya berwarna hijau yang dipakainya saat berseragam Sriwijaya FC selama 10 musim.

Ferry merupakan salah seorang pemain yang memiliki andil besar atas keberhasilan Laskar Wong Kito meraih gelar "double winner" pada musim kompetisi 2007-2008.

Dalam program lelang jersey miliknya ini, Ferry melepas enam jersey dan empat diantaranya sudah terjual dengan nilai beragam.

Ferry mengatakan dirinya juga akan ikut serta pada kegiatan amal di Palembang Icon Mall, Minggu (14/10) sebelum kembali ke Palu karena masih memiliki dua jersey lagi yang akan dilelang.

Bagi Ferry, bukan perkara nominal uang yang bisa didapatkan dari lelang jersey miliknya,tapi keikhlasan dari berbagai pihak untuk membantu korban bencana alam di Sulteng.

"Saat musibah terjadi, saya berniat untuk turut membantu dengan cara melelang jersey. Bagi saya, jersey-jersey ini memiliki nilai historis yang luar biasa, tapi tidak apa, ini sudah niat saya demi membantu para korban,"katanya.

Ferry merupakan satu dari ribuan korban yang tertimpa musibah saat gempa berkekuatan 7,4 skala richter (magnitudo) dan tsunami melanda Palu pada Jumat (28/9).

Saat kejadian, Ferry sedang berada di Desa Salombone, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala sebagai persiapan menghadiri acara doa untuk ibunda tercinta yang telah meninggal kurang lebih satu pekan.

Ferry melihat dan merasakan langsung bagaimana gempa memporak-porandakan kampung halamannya. "Saat kejadian saya sedang mandi, saya hanya bisa berdiam diri dan pasrah saja. Pintu tidak bisa dibuka, karena rusak. Kalau teringat, saya benar-benar masih trauma, bahkan hingga kini," tuturnya.

Ferry menceritakan setidaknya ada 20 rumah milik sanak saudaranya mengalami kerusakan parah, termasuk kediaman milik orangtuanya. Ia merasa beruntung karena tidak banyak korban jiwa di kampungnya karena desanya dilindungi bukit setinggi 500 meter, namun gempa telah meluluh lantakkan kampungnya hingga rata dengan tanah.

Hingga kini, masih ada seorang tante saya yang belum diketahui kabarnya karena dia tinggal di kampung lain yang dihantam tsunami," ucapnya.

Baca juga: Bantu pemulihan, OJK beri perlakuan khusus nasabah korban gempa Sulteng
Baca juga: Terapi untuk pulihkan anak dari trauma bencana
Baca juga: Pemerintah datangkan psikolog untuk anak-anak korban gempa


(D019/E009)

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018