Harga minyak mentah Brent menukik 1,91 dolar AS menjadi 83,09 dolar AS per barel
New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia turun sekitar dua persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena pasar ekuitas AS secara luas jatuh.

Meskipun pedagang energi mengkhawatirkan menyusutnya pasokan Iran dari sanksi-sanksi AS dan terus mengawasi Badai Michael yang menutup beberapa produksi minyak di Teluk Meksiko AS.

Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember menukik 1,91 dolar AS atau 2,3 persen menjadi menetap di 83,09 dolar AS per barel. Patokan global Brent membukukan kenaikan 1,3 persen pada perdagangan Selasa (10/10).

Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November, turun 1,79 dolar AS atau 2,4 persen menjadi ditutup pada 73,17 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Harga minyak memperpanjang kerugiannya dalam perdagangan pasca-penyelesaian (post-settlement) ketika kelompok industri American Petroleum Institute (API) melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS naik 9,7 juta barel dalam minggu yang berakhir 5 Oktober menjadi 410,7 juta barel, lebih dari empat kali lipat kenaikan 2,6 juta barel yang diperkirakan para analis.

Badan Informasi Energi AS (EIA) akan merilis data persediaan resmi pemerintah pada Kamis, pukul 11.00 waktu setempat.

Harga minyak turun karena pasar saham AS tergelincir pada perdagangan Rabu (10/10), dengan indeks saham S&P 500 menandai penurunan satu hari terbesar sejak Februari. Kenaikan imbal hasil obligasi AS dan kekhawatiran kebijakan perdagangan memicu penjualan di Wall Street.

"Selama kita terus melihat kelemahan berbasis luas di sektor ekuitas, itu akan mulai meluber ke bidang lainnya juga. Satu khususnya ke bidang energi, karena itu semua tentang harapan ekonomi," kata Brian LaRose, seorang analis teknis di United-ICAP, dikutip dari Reuters.

Risiko-risiko terhadap sistem keuangan global telah meningkat selama enam bulan terakhir, dan dapat naik tajam jika tekanan di pasar negara-negara berkembang meningkat atau hubungan perdagangan global memburuk lebih lanjut, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan.

Pada Selasa (9/10), IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2018 dan 2019, meningkatkan kekhawatiran bahwa permintaan minyak juga akan merosot.

Harga minyak jatuh meskipun ada kekhawatiran tentang pasokan akibat Badai Michael membuat pendaratan di Florida. Di Teluk Meksiko AS, produsen telah memangkas produksi minyak harian sekitar 42 persen karena badai, kata Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan. Pemotongan tersebut mewakili 718.877 barel per hari dari produksi minyak.

Sementara produksi minyak mentah telah dipangkas karena topan. "Penghentian diperkirakan akan singkat dan produksi di Teluk Meksiko sekarang menyumbang porsi yang relatif kecil dari total produksi AS," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.

Kekhawatiran tentang pasokan minyak mentah dari Timur Tengah telah memberikan dukungan terhadap harga.

Ekspor minyak mentah Iran jatuh lebih jauh pada awal Oktober karena pembeli mencari alternatif menjelang sanksi-sanksi AS yang berlaku pada 4 November, menurut data tanker dan sumber industri.

Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar dunia, akan memasok pembeli India dengan tambahan empat juta barel minyak mentah pada November, beberapa sumber yang akrab dengan masalah tersebut mengatakan. India adalah pelanggan minyak terkemuka Iran setelah China.

Beberapa rumah perdagangan terbesar di dunia memperkirakan sanksi-sanksi AS terhadap Iran akan mempertahankan harga minyak tinggi, dengan minyak mentah tetap di atas 65 dolar AS dan kemungkinan menembus di atas 100 dolar AS dalam jangka menengah.

Produksi minyak mentah AS tahun ini diperkirakan naik 1,39 juta barel per hari ke rekor 10,74 juta barel per hari, Badan Informasi Energi AS mengatakan dalam perkiraan bulanannya pada Rabu (10/10).

Baca juga: Harga minyak kembali naik akibat ekspor Iran turun dan Badai Michael
Baca juga: Pasar Wall Street terpuruk, harga emas naik
Baca juga: Wall Street turun tajam akibat kekhawatiran kenaikan suku bunga


 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018