teknologi menjadi amunisi bagi pemangku kepentingan untuk menyebarkan manfaat perekonomian, tetapi juga teknologi bisa menimbulkan risiko yang bahkan melintasi batas negara

Nusa Dua, (ANTARA News) - Para pimpinan lembaga multilateral perekonomian dan bank sentral mengakui besarnya potensi layanan finansial berbasis teknologi (fintech) untuk meningkatkan pertumbuhan inklusi keuangan di Asia.

Namun para eksekutif tersebut juga menyadari risiko yang ditimbulkan oleh "Fintech" dan harus segera dimitigasi oleh otoritas ataupun bank sentral di Asia.

Direktur Kantor Riset Makroekonomi ASEAN+3 (ASEAN+3 Macroeconomic Research Office - AMRO) Junhong Chang dalam sebuah diskusi di Nusa Dua, Bali, mengatakan teknologi memang menjadi amunisi bagi pemangku kepentingan untuk menyebarkan manfaat perekonomian, tetapi juga teknologi bisa menimbulkan risiko yang bahkan melintasi batas negara.

"Para pembuat kebijakan perlu memahami dan mengelola dampak teknologi di dalam sistem keuangan kita demi mempertahankan stabilitas keuangan," ujar Chang dalam Dialog Kebijakan Tingkat Tinggi Mengenai Kerja Sama Kawasan untuk Mendukung Inovasi, Inklusi, dan Stabilitas di Asia yang Bank Indonesia dan beberapa mitra.

Forum diskusi itu juga menjadi acara sela di Pembukaan Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018, Nusa Dua, Bali.

Adapun contoh teknologi di bidang keuangan adalah "mobile banking", "big data", dan jaringan transfer "peer-to-peer". Teknologi itu memang berhasil memperluas jangkauan layanan keuangan kepada orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki rekening bank atau tidak terjangkau bank sehingga meningkatkan pendapatan dan standar hidup.

Namun ada risiko teknologi yakni penipuan siber, keamanan data, dan pembobolan privasi. Intermediasi terpisah layanan "FinTech" atau konsentrasi layanan di antara beberapa penyedia juga dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan.

Presiden ADB Takehiko Nakao mengatakan teknologi keuangan baru yang menyebar dengan begitu cepat adalah teknologi yang sangat menjanjikan untuk inklusi keuangan.

"Kita harus mendorong lingkungan yang memungkinkan teknologinya berkembang serta memperkuat kerja sama kawasan guna membangun standar peraturan dan sistem pengawasan yang harmonis demi mencegah pencucian uang internasional, pendanaan teroris, dan kejahatan siber," kata Nakao.

Pasar Potensial

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan Asia, termasuk Indonesia, merupakan tempat ideal bagi "fintech" untuk berkembang.

Hal itu karena Indonesia memiliki lebih dari seperempat juta masyarakat yang tersebar di ribuan pulau, menunggu untuk terintegrasi dengan teknologi baru. Kemudian, Indonesia juga memiliki struktur demografi muda, dengan semangat untuk memasuki dunia digital masa depan;.

"Ada juga masyarakat baru yang didorong oleh kelompok kelas menengah yang dinamis dan demokratis, yang memandang ekonomi digital sebagai sesuatu yang tak terhindarkan, seperti layaknya evolusi," kata Mirza.

Forum ini juga menyoroti kondisi Asia yang mengalami pertumbuhan perekonomian tinggi dalam beberapa tahun terakhir, tetapi sektor keuangan masih tertinggal di sejumlah negara.

Kurang dari 27 persen orang dewasa di kawasan Asia yang sedang berkembang sudah memiliki rekening bank, jauh di bawah median global sebesar 38 persen.

Sementara itu, hanya 84 persen dari perusahaan di kawasan ini sudah memiliki rekening giro atau tabungan, setara dengan Afrika tetapi ketinggalan dari Amerika Latin yang mencapai 89 persen dan 92 persen di kawasan Eropa Tengah dan Timur.

Oleh sebab itu, BI memandang inklusi keuangan dapat ditingkatkan melalui kebijakan yang mendorong inovasi keuangan, dengan meningkatkan literasi keuangan, serta dengan memperluas dan meningkatkan infrastruktur dan jaringan digital.

Namun, hal itu membutuhkan peraturan untuk mencegah kegiatan ilegal, meningkatkan keamanan siber, dan melindungi hak dan privasi konsumen, juga akan membangun keyakinan terhadap teknologi keuangan yang baru.

Panel dialog terdiri dari Deputi Gubernur National Bank of Cambodia Neav Chanthana; Deputi Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas Diwa Guinigundo, Presiden dan CEO Women’s World Banking Mary Ellen Iskenderian, Direktur Pengelola Monetary Authority of Singapore Ravi Menon, Presiden ADB Takehiko Nakao, Deputi Gubernur Bank Negara Malaysia Abdul Rasheed dan Gubernur Bank of Thailand Veerathai Santiprabhob.

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018